Masyarakat adat suku Afsya menyerahkan permohonan perlindungan kearifan lokal kepada wakil bupati Sorong Selatan. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

KONDA, SUARAPAPUA.com — Yayasan Pusaka Bentala Rakyat merilis laporan tentang kehidupan masyarakat adat suku Afsya di distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya.

Laporan Pusaka setebal 63 halaman itu berjudul “Na-Afsya” atau “Orang Afsya” ditulis oleh Amelia Puhili dan Natasha Devanand Dhawani. Dalam laporan ini menjelaskan bagaimana pentingnya hutan bagi kehidupan masyarakat adat suku Afsya.

Amelia Puhili, penulis laporan “Na-Afsya” mengatakan, suku Afsya tak bisa dipisahkan dengan hutan. Sebab sejak nenek moyang suku Afsya sudah bersentuhan dan tak bisa dipisahkan dengan hutan.

“Dengan laporan Na-Afsya ini kita dapat memahami tentang penghidupan, pengetahuan dan kearifan lokal suku Afsya di wilayah Konda, kabupaten Sorong Selatan,” kata Amel, sapaan akrab Amelia Puhili.

Amel menambahkan, buku ini dijadikan sebagai bahan kampanye pengakuan dan perlindungan kearifan lokal masyarakat adat suku Afsya.

ads

“Banyak tantangan yang dihadapi ketika kita bersama suku Afsya berjuang untuk melindungi wilayah adatnya dari ancaman perusahaan kepala sawit. Dengan adanya laporan ini kita berharap masyarakat luas dapat memahami serta ikut bersolidaritas bersama suku Afsya untuk menjaga dan melindungi wilayah adat mereka,” tuturnya.

Baca Juga:  Sekolah Rakyat Nduga Sikapi 58 Tahun PT FI Ilegal di Tanah Papua
Amelia Puhili dan Natasha Devanand Dhawani penulis laporan “Na-Afsya”. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Natasha Devanand Dhawani, penulis laporan lainnya menyatakan, suku Afsya saat ini sedang berjuang untuk melindungi kearifan lokal dari ancaman budaya luar.

“Pada dasarnya dengan laporan ini kita inginkan masyarakat luas untuk lebih mengenal suku Afsya,” kata Natasha.

Lanjutnya, laporan ini beserta permohonan pengakuan dan perlindungan kearifan lokal telah diserahkan ke pemerintah kabupaten Sorong Selatan. Sehingga, ia berharap pemerintah daerah dapat melindungi kearifan lokal suku Afsya.

“Permohonan pengakuan dan perlindungan kearifan lokal suku Afsya ini bisa menjadi contoh bagi suku lain di kabupaten Sorong Selatan agar kearifan lokal itu dijaga dilindungi, apalagi kabupaten Sorong Selatan telah memiliki Perda MHA,” jelas Natasha.

Buku laporan “Na-Afsya. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Sekilas Tentang Suku Afsya

Suku Afsya adalah salah satu sub suku Tehit yang memiliki wilayah persebaran di kampung Bariat dan Konda di distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan. Afsya berasal dari kata Af berarti orang lebih dari satu dan tidak tunggal, disebut juga kami. Sya diartikan memberikan, sehingga suku Afsya diartikan bahwa kami suka membantu orang, suka memberi, suka menolong, sesuai dengan nilai yang melekat pada masyarakat adat suku Afsya.

Baca Juga:  Operasi Brutal di Kampung Yuguru, Abaral Wandikbo Disiksa Hingga Tewas

Suku Afsya terbagi 10 marga atau klan, yakni marga Kareth, Kareth Wamban, Kemeray, Kemeray Wamban, Meres, Meres Qhaya, Sawor, Konjol, Komendi, dan Segeit. Sepuluh marga ini memiliki asal usul leluhur  yang berasal dari luar tanah Tehit dan orang tempat atau yang telah mendiami wilayah tersebut sejak lama.

Sejarah suku Afsya berhubungan dengan pemberian dan penebusan lahan, tetapi hal ini tak pernah diperkenankan bagi industri ekstraktif terlebih khusus perkebunan kelapa sawit.

Ancaman hadirnya perkebunan kelapa sawit sempat mendapat angin segar ketika bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggaluli mencabut izin empat perusahaan yang hendak beroperasi di kabupaten. Sorong Selatan. Angin segar tersebut tak berlangsung lama, karena perusahaan kemudian menggugat kembali bupati Sorong Selatan di PTUN Jayapura hingga Makassar dan berakhir pada penolakan permohonan kasasi bupati di Mahkamah Agung serta menerima putusan PTUN Makassar.

Putusan tersebut memenangkan PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) dan PT Persada Utama Agromulia (PUA) beroperasi di distrik Teminabuan, Konda, Wayer dan Kais Darat, kabupaten Sorong Selatan.

Pendampingan yang dilakukan Yayasan Pusaka kepada masyarakat adat suku Afsya dilakukan sejak tahun 2021 lalu, dengan melakukan dialog, pendidikan hukum dan pemetaan wilayah adat suku Afsya. Angin segar lainnya hadir kembali ketika pada Juni 2022, pemerintah kabupaten Sorong Selatan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2022 tentang pengakuan, perlindungan dan penghormatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di kabupaten Sorong Selatan.

Baca Juga:  Rayakan Hari Warisan Dunia, Titus Pekei: Pemerintah Perlu Lebih Aktif!

Perjuangan masyarakat adat yang sesungguhnya adalah untuk mendapatkan kembali hak yang diakui oleh negara bahwa tanah adatnya bukanlah tanah negara. Perjalanan untuk mendapatkan kembali tanah adat suku Afsya telah menjejaki tahapan baru lainnya dengan tantangan yang lebih kompleks.

Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dalam laporannya melihat trend pengakuan wilayah adat oleh pemerintah daerah sangat rendah dibandingkan dengan data wilayah adat yang telah teregistrasi. Untuk provinsi Papua Barat Daya diketahui potensi luasan wilayah adat yang telah teregistrasi sebesar 2.340.503 hektare, tetapi belum ditemukan luasan wilayah yang ditetapkan sebagai hutan adat.

Suku Afsya adalah salah satu suku di kabupaten Sorong Selatan yang sedang menunggu proses penetapan hutan adat dan baru mengajukan permohonan pengakuan dan perlindungan kearifan lokal. []

Artikel sebelumnyaBerbekal Ukulele, Mama Grice Lantunkan Nyanyian Perlawanan Ekspansi Sawit
Artikel berikutnyaMPR for Papua Dibentuk, Fokus Bantu Pemerintah Atasi Masalah Papua