BeritaSatgas Habema Diduga Langgar HAM Berat di Intan Jaya

Satgas Habema Diduga Langgar HAM Berat di Intan Jaya

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pemerintah Republik Indonesia diminta segera memastikan kepatuhan Satuan Tugas Gabungan Komando Operasi (Satgas Koops) Habema dalam melindungi masyarakat sipil di wilayah konflik bersenjata sesuai Undang-undang nomor 59 tahun 1958 di kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Desakan itu dikemukakan Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua dalam siaran persnya, Minggu (18/5/2025), menyikapi jatuhnya korban warga sipil saat operasi penindakan terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di distrik Sugapa, kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Rabu (14/5/2025) dini hari.

Laporan lapangan, operasi dilakukan sejak Pukul 04.00 hingga 05.00 WIT, menyasar kampung Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba, melukai sejumlah warga sipil dan menewaskan 18 anggota TPNPB. Keterangan dari bupati Intan Jaya juga membenarkan masyarakat sipil Papua yang hidup di wilayah konflik bersenjata turut berimbas dalam operasi penindakan tersebut.

Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Yadupa, Elsham Papua, LBH Papua Merauke, dan Kontras Papua, menyatakan, dari beberapa fakta menunjukkan bahwa aparat keamanan yang tergabung dalam Satgas Gabungan TNI Koops Habema tidak menjalankan perintah ketentuan Pasal 3 ayat (1) Konvensi Jenewa tahun 1949 yang telah diratifikasi kdalam Undang-undang nomor 59 tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.

Baca Juga:  Dalam Dua Bulan 55 Orang Meninggal Dunia di Nipsan, Perlu Ada Tim Tanggap Darurat

“Dalam hal sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu dari pihak peserta agung; tiap pihak dalam sengketa itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut : Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, termasuk anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu.”

Untuk maksud ini, tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan di tempat apapun juga:

(a) tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan; penyanderaan;

(c) perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat;

(d) menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa beradab.

Baca Juga:  Umumkan Duka Nasional Gugurnya Prek Serera, TPNPB: Tidak Akan Mundur Selangkahpun

Koalisi menyatakan, jatuhnya korban jiwa warga sipil dalam operasi penindakan terhadap TPNPB di distrik Sugapa, jelas menunjukkan bukti bahwa Satgas Gabungan Koops Habema melanggar hukum perang.

Menyikapi hal itu, Koalisi mendesak Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melakukan beberapa tugasnya.

Pertama, memastikan kepatuhan Satgas Gabungan Koops Habema lindungi masyarakat sipil dalam wilayah konflik bersenjata sesuai Undang-undang nomor 59 tahun 1958.

Kedua, mendorong kebijakan pelanggaran HAM Berat dalam bentuk kejahatan perang sesuai rumusan pelanggaran Pasal 3 ayat (1) Konvensi Jenewa tahun 1949 yang telah diratifikasi dalam Undang-undang nomor 59 tahun 1958.

Ketiga, mendorong adanya kebijakan tentang perlindungan masyarakat sipil di daerah konflik bersenjata intenal di Indonesia.

Hal itu ditekankan berdasarkan salah satu tugas dan fungsi Menteri Hak Asasi Manusia RI terkait “perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang instrumen, penguatan, dan pelayanan dan kepatuhan hak asasi manusia” sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 156 tahun 2024 tentang Kementerian Hak Asasi Manusia.

“Adanya belasan masyarakat sipil papua yang menjadi korban penembakan hingga luka-luka maupun meninggal dunia dalam operasi penindakan terhadap TPNPB di kampung Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba yang masuk dalam distrik Sugapa dan Hitadipa, kabupaten Intan Jaya, pada Rabu (14/5/2025), telah menunjukan bukti terpenuhinya dugaan tindakan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur pada Pasal 9 Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Satgas Gabungan TNI Koops Habema,” tegasnya.

Baca Juga:  Hentikan Kampanye Negatif, Pemilih Papua Berhak Mendapatkan Informasi yang Mencerahkan

Oleh karena itu, Koalisi minta Komnas HAM RI selaku penyelidik pelanggaran HAM Berat wajib melakukan tugasnya sesuai perintah Pasal 89 ayat (3) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menteri HAM RI juga diminta segera membentuk kebijakan pelanggaran Konvensi Jenewa dalam konflik bersenjata internal adalah pelanggaran HAM Berat dan kebijakan perlindungan masyarakat sipil dalam konflik bersenjata internal.

“Ketua Komnas HAM RI dan kepala kantor perwakilan Komnas HAM RI segera lakukan investigasi anggota Satgas Gabungan TNI Koops Habema atas dugaan tindakan pelanggaran HAM Berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Intan Jaya.”

Koalisi juga mengingatkan, “Komandan Kogabwilhan III wajib fasilitasi anggota Satgas Gabungan TNI Koops Habema memberikan keterangan kepada Komnas HAM RI.” []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Bupati Dogiyai Launching Program Cek Kesehatan Gratis Bagi Semua Orang

0
“Pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Program pemeriksaan kesehatan gratis ini sangat bagus, sehingga saya ajak seluruh masyarakat di kabupaten Dogiyai boleh datang untuk periksa kesehatan. Tidak dipungut biaya alias gratis,” kata bupati Yudas Tebai.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.