JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Jefrry Kerebea, kaka dari Rife Kerebea, korban kriminalisasi dengan tuduhan terlibat dalam pembunuhan 13 pendulang emas pada 16 Agustus 2024 di kali Ei distrik Seredala Kabupaten Yahukimo membantah adiknya terlibat dalam aksi tersebut.
Pasal penangkapan pada16 Agustus 2024 hingga Dakwaan Penuntut Umum yang menggunakan Dakwaan Alternatif pada 3 Februari 2025 adalah Pasal 340 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Subsidair Pasal 338 Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan dalam tuntutan pada 14 Mei 2025, penuntut umum menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana melanggar primair pasal 340 KUH pidana Jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Rife Kerebea dituntut hukuman penjara selama 12 tahun.
“Kami keluarga tidak terima dengan tuntutan 12 tahun penjara. Kami minta dibebaskan karena kami dari pihak keluarga merasa dia [Rife Kerebea] tidak bersalah karena dia jalan dari Nduga ke Yahukimo tujuannya hanya untuk mendulang emas,” tukas Jefrry kepada Suara Papua di Jayapura pada, Kamis (22/5/2025).
Jefrey juga mengatakan Rife bukan merupakan anak buahnya Egianus Kogeya sebagaimana dituduhkan aparat ketika melakukan penangkapan di Keneyam, ibu kota Kabupaten Nduga.
“Dia bukan anak buahnya Egianus Kogeya, tapi dia murni masyarakat dan dia murni sebagai Sekretaris Desa Sagapusatu distrik Krepkuri, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Yang dikatakan di media bahwa beliau adalah salah satu anggota Egianus Kogeya itu informasi yang keliru,” tegas Jefrry.
Menurut Jefrry, tujuan adiknya ke Yahukimo murni untuk mendulang emas dan dia ke Yahukimo sempat tinggal dengan saudara perempuannya yang kawin dengan orang Yahukimo. Setelah itu ia berangkat ke lokasi pendulangan menmggunakan kendaraan.
Terkait saat kejadian katanya, Rife termasuk dengan pendulang lainnya diundang untuk hadir dalam acara syukuran pembelian alat berat baru untuk mendulang.
Saat itu dilakukan bakar batu, sehingga orang kumpul dan kejadian itu terjadi tepat pada saat syukuran itu.
“Beliau sendiri tidak terlibat dalam akdi itu. Saat kejadian mereka langsung melarikan diri sampai ke kampung Korowai dengan ada beberapa teman-teman orang non OAP. Mereka diselamatkan di sana.”

“Ada sekitar lima orang sampai di sana, mereka sama-sama menggunakan speedboat ke Yahukimo. Dari situ teman-temannya yang orang pendatang pulang ke daerahnya, adik laki-laki lanjut pulang ke Nduga.”
“Nah karena beliau sempat ada di tempat kejadian maka aparat keamanan sinkronkan bahwa beliau itu diikutsertakan dalam aksi itu. Padahal beliau dia ada di situ karena diundang Kepala Desa dari kali Ei, karena syukuran alat berat itu.”
Kemudian kata dia anehnya, sejak ia kembali ke Nduga dan tinggal di Keneyam selama 6 bulan, pihakn aparat tidak perna menangkapnya. Malah setelah 6 bulan kemudian baru dia ditangkap. Menurutnya ini tindakan kepolisian yang aneh.
“Kalau memang mereka anggap atau menduga bahwa dia itu terlibat dalam kasus di Yahukimo, berarti kenapa tidak kasih surat panggilan kepada kami keluarga di Kenyam, untuk menangkap begitu. Jadi kepolisian tangkap adik ini berdasarkan BAP, bukan berdasarkan barang bukti.”
Kronologis penangkapan
“Adik saya atas nama Rife Kerebea ditangkap Polisi di Ibu Kota Kenyam, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan pada 16 Agustus 2024. Lalu polisi bawa dia ke Jayapura, lalu di bawa ke Wamena untuk proses hukum. Sekarang dia ada di Lapas Wamena.”
“Proses hukum sudah berjalan 12 kali hingga saat ini dan masih ada tahapan selanjutnya. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adik saya dihukum 12 tahun penjara, sehingga kami dari pihak keluarga menilai ini hukuman yang tidak seimbang,” tukasnya.
Salah tangkap dan luka tembak
Ia mengatakan, tuduhan polisi untuk melakukan penangkapan kepada Trisna Telengen, tetapi kepolisian menangkap adiknya dengan nama Rife Kerebea yang tidak tahu apa-apa dengan persoalan itu.
Selanjutnya kata dia sebelum adiknya di bawa ke Jayapura, kondisinya sehat dan aman-aman tanpa cacat apapun, termasuk polisi berjanji akan dibawa dengan kondisi baik-baik.
“Namum sampai di Jayapura, kami ketemu adik kami punya kaki ditembak senjata api.”
Saksi mengaku tidak ketahui Rife Kerebea
Berikut adalah saksi-saksi yang dihadirkan pihak kepolisian dan jaksa memberikan kesaksian yang tidak tepat.
“Saksi-saksi yang dihadrikan polisi dan kejaksaan mengatakan di lokasi pada saat kejadian mereka tidak tahu Rife Kerebea dan kami tidak sempat melihat dia di tempat kejadian itu.”
Terkait barang bukti yang dihaditkan kata dia tidak kuat, karena barang buktinya berupa hp dan lainnya yang secara logika tidak masuk akal.
Tuntutan JPU berlebihan

Sebelumnya dalam tuntutan, Jaksa Penuntut umum menuntut terdakwa berlebihan dengan 12 tahun penjara.
“Bahwa kami penasehat hukum terdakwa Rife Kerebea sangat keberatan dan tidak setuju dengan tuntutan Jaksa Penuntut ataupun pihak Kejari Jayawijaya ataupun Kejati Papua yang berlebihan yang menyatakan Terdakwa bersalah melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, dan menjatuhkan pidana selama 12 Tahun,” kata Mersi Waromi, S.H, Kuasa Hukum Rife Kerebea kepada Suara Papua, Selasa (20/5/2025).
Ia mengatakan, pernyataan bersalah itu sungguh ironis dan berlebihan serta tidak profesional dalam menangani perkara klien kami. Klien kami sendiri merasa dirugikam karena dari awal proses panangkapan telah direnggut hak asasi manusianya, ditangkap secara tidak manusiawi dan tidak procedural, serta klien kami disiksa dengan cara ditembak kakinya.”
“Termasuk dipukul, diancam akan dibunuh, dibuang dari helikopter dan lain sebagainya. Jika tidak mengakui perbuatan yang tidak dilakukan dengan turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap satu korban ataupun korban-korban yang lainnya. Ini hasil penyidikan Polres Yahukimo dan anggota Kepolisian baik di Kabupaten Nduga dan Timika serta Polda Papua,” jelasnya.