BeritaMama Saya Dibakar di Halaman Rumah: Sampai Kapan Negara Tembak Rakyatnya Sendiri?

Mama Saya Dibakar di Halaman Rumah: Sampai Kapan Negara Tembak Rakyatnya Sendiri?

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Antonia Hilaria Wandagau, seorang anak Papua yang kehilangan mamanya karena ditembak mati hingga dibakar aparat negara, mengungkapkan kesedihannya dengan menulis surat terbuka. Hetina Mirip tewas di ujung bedil militer Indonesia di kampung Ndugusiga, distrik Sugapa, kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, 17 Mei 2025.

“Mama saya, Hetina Mirip, bukan kombatan. Ia bukan bagian dari kelompok bersenjata, bukan pula musuh negara. Ia hanya seorang perempuan Papua, ibu rumah tangga yang setia pada dapur dan doa. Tetapi pagi kemarin yang bisu di kampungku, tentara datang, rumah kami dikepung, dan ibuku ditembak, dibakar di halaman rumah, tepat di depan mata saya. Ia dikubur tanpa upacara, tanpa upaya hukum, tanpa satu pun air mata dari negara yang katanya milik semua rakyatnya.”

Begitu Antonia Hilaria Wandagau mengawali suratnya.

Baca Juga:  Pengacara Muda di PBD Desak Pemkab Sorong Tindak Tegas PT IKS

“Apakah ini arti nasionalisme di mata negara: membunuh warganya sendiri, lalu memanggilnya stabilitas? Apakah luka yang menganga di Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Puncak, Intan Jaya, Dogiyai, Mimika, Maybrat dan daerah lainnya di Tanah Papua hanyalah angka dalam laporan militer? Kami bukan statistik, pak. Kami anak-anak manusia yang masih bertanya-tanya: apa dosa kami dilahirkan sebagai Papua?”

“Saya menulis surat ini bukan hanya untuk ibu saya, tetapi untuk ribuan ibu lain yang dibakar perlahan oleh peluru, ketakutan, dan pengungsian. Di tanah kami, sekolah berubah jadi barak, guru digantikan senapan, dan suara tangis anak-anak menjadi latar belakang setiap operasi. Kami butuh guru dan tenaga kesehatan, bukan pasukan tempur. Kami ingin hidup, bukan dibungkam, bukan dibunuh.”

Presiden Indonesia seharusnya buka mata lihat fakta tragis di Papua, tidak pada persoalan dunia, persoalan negara lain.

Baca Juga:  TPNPB Targetkan Tembak Pesawat Pengangkut Menkeu dan Menhan ke Nduga

“Sementara dunia anda dipenuhi konferensi dan foto diplomatik, kami terjebak dalam kobaran senyap kekerasan. Anda menawarkan diri sebagai mediator konflik Rusia dan Ukraina, tetapi mengapa anda tutup pintu dialog dengan rakyat anda sendiri di Papua? Mengapa negara lebih peduli pada pengungsi asing daripada kami, pengungsi di tanah sendiri?”

“Saya ingin mengerti, pak, bagaimana mungkin pembunuhan warga sipil bisa dianggap prestasi? Bagaimana bisa tentara yang membakar kampung kami diberi penghargaan? Apakah impunitas kini bagian dari budaya resmi negara? Apakah keadilan hanya milik mereka yang berseragam dan berkantor di ibu kota?”

Antonia menulis, “Apa arti Indonesia jika tidak ada tempat untuk Papua di dalamnya, selain sebagai target tembak? Apa arti kemerdekaan jika kami masih hidup dalam bayang-bayang penyisiran, pengejaran, dan stigma? Di mana itu Pancasila, ketika sila kemanusiaan justru dikubur bersama mayat ibu saya?”

Baca Juga:  TPNPB Umumkan Duka Nasional Atas Meninggalnya Yorim Menegey

“Saya tidak menulis untuk membalas dendam. Saya menulis agar nurani Anda terbangun. Agar publik Indonesia tahu bahwa kemerdekaan belum tiba di tanah kami. Bahwa ada anak bangsa yang terus-menerus disayat oleh negaranya sendiri, dan dunia diam.”

Surat ini adalah suara dari seorang anak, korban, dan saksi. Jika negara tak sanggup melindungi kami, paling tidak berhentilah menyakiti kami. Jangan wariskan darah kepada generasi berikutnya. Hentikan pembantaian. Buka ruang dialog. Hadirkan keadilan. Kembalikan kemanusiaan.

“Kami masih menunggu, pak Presiden. Tetapi entah sampai kapan.”

Surat terbuka ditujukan kepada presiden Republik Indonesia Jenderal (Purn) Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Proses mediasi kedua belah pihak di kabupaten Tambrauw

Sepakat Selesai Secara Keluarga, Kedua Belah Pihak Lakukan Hal Begini

0
“Kami telah bersepakat, persoalan ini tidak dilanjutkan secara hukum, tetapi diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Yermias Sedik dalam video pernyataan yang diterima Suara Papua, Rabu (9/7/2025) malam.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.