JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Perjuangan bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat telah berlangsung lama, sejak pemerintah Indonesia mengklaim wilayah Papua Barat secara sepihak melalui manipulasi PEPERA 1969 yang penuh intimidasi cacat hukum dan moral.
Klaim sepihak Negara Indonesia yang adalah penjajah baru, itu terus berlangsung dengan tindakan masif di tanah Papua Barat. Upaya kependudukan Indonesia untuk menguasai Papua ini dilakukan secara brutal dengan berbagai cara dan metode.
Mulai dari Operasi militer, transmigrasi, pemekaran provinsi dan kabupaten, pertambangan ilegal, proyek pertanian skala nasional dan berbagai macam cara terus menerus dilakukan. Hal itu disampaikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat.
Dalam kondisi ini bangsa Papua benar-benar mengalami intimidasi yang brutal oleh pemerintah Indonesia. Kondisi bangsa Papua yang seperti ini memaksa para pejuang dan solidaritas untuk lebih serius menyikapi tindakan kolonialisme Indonesia yang mengancam kehidupan manusia Papua yang dikoloni selama 64 tahun.
“Belum lama ini semua orang dikagetkan dengan penembakan brutal TNI terhadap warga sipil di Intan Jaya yang memakan korban sekitar 15 orang yang jazatnya tidak diijinkan untuk diambil oleh keluarga. Pada 23 Mei baru ditemukan mayat warga sipil yang sengaja mau dihilangkan dengan cara dikubur diam-diam.”
“Sementara itu Jumat 23 Mei juga terjadi penembakan warga sipil secara brutal di Dogiyai oleh aparat mengakibatkan 5 warga sipil menjadi korban. Sebelumnya dalam bulan Mei ini juga telah terjadi penembakan warga sipil di 2 kabupaten, yakni di Ilaga Kabupaten Puncak dan Kabupaten puncak Jaya,” kata Agus Kosay, Ketua Umum KNPB Pusat dalam pernyataannya pada, Sabtu (24/5/2025)..
Ia mengatakan, semua peristiwa ini mengingatkan semua orang untuk kembali pada sejarah kelam operasi militer yang pernah terjadi di tanah Papua sejak 1961, dan masih berlangsung sampai hari ini di tahun 2025.
Seperti Operasi Trikora (1961-1962), Operasi Jayawijaya (1963-1965), Operasi Misnumurti (1963-1965), Operasi Sadar (1965), Oprasi Baharata Yudha (1966-1967), Operasi Wibawa (1967), Operasi PEPERA (1961-1969), Operasi Tumpas (1967-1970), Operasi Pamungkas (1971-1977), Operasi Koteka (1977-1978), Operasi Senyum (1979-1980).
Operasi Gagak 1 (1983-1986), Operasi Kasuari1 (1986-1987), Operasi Kasuari2 (1988-1990), Operasi Rajawali1 (1989-1990), Operasi Rajawali2 (1990-1995), Operasi Sadar Matoa1 (1998-2000), Operasi Sadar Matoa2 (2001-2004), Operasi Sadar Matoa3 (2004-2005), Operasi Damai Cartens1 (2005-2009), Operasi Damai Kartens2 (2005-2009), Operasi Damai Kartens 2 (2009-2015), Operasi Damai Kartens 3 (2015-2020), dan Operasi Damai Kartens 4 yang berlangsung sejak 2020 hingga saat ini.
Sementara kata dia dalam operasi militer yang dilakukan TNI dalam konflik bersenjata dengan TPNPB ini yang menjadi korban adalah masyarakat sipil. Selain penembakan, terjadi juga intimidasi, penyiksaan brutal dan bahkan pengungsian yang begitu besar selama beberapa dekade ini.
Sedangkan kata dia volume korban sipil ini terus meningkat karena adanya program pemekaran wilayah Provinsi dan Kabupaten di Papua, di mana hal itu akan memperbesar dan memperluas basis kekuasaan militer untuk menguasai wilayah-wilayah masyarakat sipil. Ini menunjukkan bahwa Papua Barat ada dalam status darurat militer dan darurat sipil.
“Dalam kondisi yang begitu memprihatinkan ini, kami bangsa Papua sangat membutuhkan dukungan dan aoleh solidaritas Internasional untuk membantu menyuarakan status darurat yang di alami bangsa Papua saat ini.”
Oleh sebab itu kata Agus untuk menyikapi aksi solidaritas Internasional Timor Leste terhadap Konflik bersenjata yang terjadi di Papua, maka KNPB sebagai media rakyat bangsa Papua mewakili para korban konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI dengan ini menyatakan sikap.
- Rakyat Bangsa Papua mendukung kegiatan konferensi pers yang akan diselenggarakan oleh mahasiswa Timor Leste pada 26 Mei 2025 di depan kampus UNTL (Universitas Nasional Timor Leste) tentang Konflik bersenjata yang berlangsung di West Papua dan berdampak pada warga sipil.
- Rakyat Bangsa Papua mengapresiasi dan mendukung penuh Solidaritas Internasional di Timor Leste yang tergabung dalam berbagai organisasi seperti KEP/MRS (Klibur Estudante Progresif, Movimentu Resistesia Sosial) Yayasan HAK,TRABATILAN, ASEMA. Komite Esperasa, OAN, FHTL (frosa Humanista Timor Leste), Rosas Medan yang terus menyuarakan konflik bersenjata di Papua Barat dan juga mendukung penuh hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua.
- Rakyat bangsa Papua memberi mandat penuh kepada tuan Harry Kossay dan Solidaritas Timor Leste untuk menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintah negara Timor Leste tentang masa depan bangsa Papua.
- Rakyat Bangsa Papua menyerukan solidaritas tanpa batas kepada masyarakat dan solidaritas Internasional di berbagai belahan dunia untuk menyuarakan status darurat dalam konflik bersenjata di Papua karena telah banyak memakan korban jiwa di kalangan masyarakat sipil.
- Rakyat Bangsa Papua menyerukan kepada solidaritas Internasional untuk mendesak dewan keamanan PBB untuk menanggapi konflik bersenjata di Papua Barat.