
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pemerintah Indonesia dibawah kendali presiden Prabowo Subianto seharusnya mencabut juga izin usaha pertambangan (IUP) PT Gag Nikel Indonesia di pulau Gag, distrik Waigeo Barat, kabupaten Raja Ampat, Papua Bara Daya.
Demikian ditegaskan Maikel Primus Peuki, direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua, kepada Suara Papua, Selasa (10/6/2025) sore.
Catatan WALHI Papua, selain empat perusahaan yang IUP-nya dicabut hari ini, PT Gag Nikel juga turut berkontribusi dalam berbagai dampak buruk terhadap lingkungan hidup, biota laut, dan masyarakat setempat.
“Seharusnya IUP dari lima perusahaan nikel di Raja Ampat itu dicabut sekalian,” ujar Peuki.
Pengecualian pemberlakuan aturan kepada satu perusahaan seolah menyisakan tanda tanya besar. Empat perusahaan yang izinnya dicabut, sama-sama memberikan dampaknya dari aktivitas penambangan selama ini.
Sebab, menurut Peuki, lima perusahaan nikel tersebut merusak lingkungan hidup, juga melangar Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU PWP3K) dan Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.
“Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, termasuk konservasi, pemanfaatan, dan perlindungan sumber daya hayati dan nonhayati di wilayah tersebut. Jadi, kalau empat IUP yang dicabut mengacu pada Undang-undang lingkungan hidup saja, berarti pemerintah kurang ide, atau lupa dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri,” ujarnya.

Sekalipun operasi empat perusahaan tambang nikel dihentikan, ia mensinyalir dampak yang dikhawatirkan publik bukan tak mungkin terjadi lantaran satu perusahaan masih dibiarkan berlanjut.
“Kekhawatiran kami, jika aktivitas PT Gag Nikel semakin masif dalam pembongkaran gunung, penggalian lubang-lubang tambang di pulau Gag ini akan terancam tenggelam. Masyarakat pemilik hak ulayat akan mengungsi ke tanah besar, terutama anak cucu generasi selanjutnya akan kehilangan identitas, kehilangan kampung halaman, budaya lokal dan keindahan kekayaan alam,” tutur Peuki.
Diberitakan sebelumnya, presiden Prabowo resmi resmi mencabut empat IUP tambang nikel yang selama ini beroperasi di kabupaten Raja Ampat. Antara lain PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Pencabutan izin operasinya diumumkan hari ini, Selasa (10/6/2025), dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membacakan keputusan presiden Prabowo Subianto.
Menteri ESDM menyatakan, “Alasan pencabutan atas penyelidikan LHK karena melanggar aturan lingkungan. Yang kedua, kawasan perusahaan ini masuk kawasan geopark.”
Untuk PT Gag Nikel, kata Bahlil, kontrak karyanya tak dicabut karena jauh dari kawasan geopark. Tetapi pemerintah akan terus mengawasi ketat operasinya.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengawali pengumuman tersebut dengan menyatakan, “Atas petunjuk bapak presiden, pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Raja Ampat.”
Konon, pencabutan izin usaha tambang nikel di Raja Ampat diputuskan presiden Prabowo saat menggelar rapat terbatas (ratas) dengan para menteri di kediaman pribadinya di desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Senin (9/6/2025) kemarin.
Keputusan diambil lantaran mengundang sorotan dan kritikan publik akhir-akhir ini mengingat aktivitas dari perusahaan tersebut berpotensi menghancurkan potensi wisata dunia di kawasan Raja Ampat.
IUP PT Gag Nikel, tegas Bahlil Lahadalia, tak ikut dicabut, namun tetap dalam pengawasan ketat pemerintah. Ia mengklaim aktivitas produksi di perusahaan ini dihentikan sementara sejak Kamis (5/6/2025) lalu.
“Untuk sementara kegiatannya distop dahulu sampai menunggu hasil peninjauan verifikasi dari tim kami,” kata Bahlil.

Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat ramai dibicarakan setelah Greenpeace Indonesia dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (ALJARA) menyampaikan protes keras dalam beberapa kesempatan berbeda. Kegiatan tambang di lima pulau kecil, termasuk Gag, Manuran, Kawei, Manyaifun, dan Batang Pele, dituding telah melanggar Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang melarang pertambangan di pulau kecil dengan ekosistem sensitif.
Sekadar diketahui, pulau Gag terletak di distrik Waigeo Barat. Di distrik ini terdapat lima desa, yakni Bianci, Selpelei, Waisilip, Mutus, dan Salyo. []