
SORONG, SUARAPAPUA.com — Ikatan Mahasiswa Tambrauw (IMT) kota studi Malang, Jawa Timur, mendesak pemerintah kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, segera menarik kembali SK penyerahan tanah pendirian Batalyon.
Menurut IMT, masyarakat di kabupaten Tambrauw tidak membutuhkan pembangunan Batalyon di sana. Tetapi yang dibutuhkan adalah akses jalan, pendidikan, kesehatan, listrik, akses telekomunikasi hingga pelayanan publik.
“Masyarakat Tambrauw butuh sarana dan prasarana untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan tentara,” ujar Maxi, mahasiswa asal Tambrauw melalui pesan elektronik, Jumat (13/6/2025).
Maxi bilang, kebijakan pemerintah kabupaten Tambrauw menyerahkan tanah seluas 5 hektare kepada Pangdam XVIII/Kasuari merupakan hal yang sangat keliru dalam mensejahterakan masyarakat dan bukan sebuah tuntutan mendesak bagi masyarakat Tambrauw.
Maxi menegaskan, pemerintah harusnya berpikir untuk mensejahterakan masyarakat, bukan malah menciptakan persoalan baru.
“Kami melihat kebijakan pembangunan Batalyon teritori ini tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Tambrauw hari ini. Pembangunan Batalyon teritori adalah upaya militer untuk menguasai ranah-ranah sipil,” tegasnya.
Lanjut Maxi, kabupaten Tambrauw tidak memiliki catatan konflik berkepanjangan yang masif, sehingga kehadiran militer justru akan melahirkan konflik baru di tengah masyarakat sipil kabupaten Tambrauw.

Ia membeberkan alasan IMT di kota studi Malang menolak pembangunan Batalyon. Sejak 2018 terjadi pengungsian besar-besaran di kabupaten Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak Papua, Yahukimo, Maybrat, yang disebabkan oleh kehadiran militer, sehingga terjadi krisis kemanusiaan dan kekerasan tersistematis.
“Kabupaten Tambrauw dibentuk berlandaskan masyarakat adat, bukan atas landasan militerisme. Kami tidak ingin hal ini terjadi di Tambrauw. Pemerintah kabupaten Tambrauw segera membatalkan surat pelepasan tanah,” desaknya.
Maxi berpendapat, penolakan dari IMT di kota Malang bukan tanpa alasan dan data, tetapi melihat fakta puluhan tahun konflik militer di Tanah Papua.
“Hari ini Papua terus bergejolak, Papua terus diguyur letupan senjata yang menyebabkan puluhan ribu pengungsian di Tanah Papua. Terjadi berbagai pelanggaran HAM, kekerasan hingga pembunuhan warga sipil. Persoalan sistematis tersebut disebabkan oleh kehadiran militer sejak 60-an tahun yang lalu hingga detik ini,” lanjutnya.
Selain militerisme di kabupaten Tambrauw, IMT juga menyoroti proyek strategi nasional (PSN) di kabupaten Tambrauw dan Sorong.
Menurut IMT, PT Fajar Surya Persada mengajukan surat kepada gubernur Papua Barat Daya dengan nomor surat 002/FSP/JKT/III/2025 tertanggal 27 Maret 2025 terkait permohonan pembangunan industri berbasis sawit PSN. Dalam surat ini mereka berencana untuk investasi sebesar Rp24 Triliun pada lahan seluar 97.824,97 hektare yang arealnya terletak di 13 distrik kabupaten Sorong dan kabupaten Tambrauw.
“Berdasarkan geografis wilayah Tambrauw untuk perkebunan, kami melihat wilayah yang strategis berada di Lembah Kebar, yang wilayahnya adalah dataran rendah atau lembah. Hal ini menyebabkan deforestasi yang masif serta mengancam keberadaan masyarakat adat dengan kelestarian hutan.”
Lanjut dikemukakan, isu perkebunan sawit di kabupaten Tambrauw bukan rencana yang baru kali ini dilakukan. Tetapi pada 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK nomor 837/Menhut-II/2014 tentang pelepasan kawasan hutan produksi di distrik Kebar hingga Senopi, kabupaten Tambrauw. Kawasan hutan produksi itu akan dirubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dengan luas sekitar 19 ribu hektare.
“Tetapi upaya perkebunan sawit itu kemudian dikecam oleh rakyat Tambrauw bersama berbagai pihak, sehingga areal yang direncanakan untuk perkebunan sawit itu dialihkan menjadi perkebunan jagung yang sudah beroperasi hingga saat ini,” jelas Maxi.
Tambrauw merupakan kabupaten konservasi yang dicanangkan bupati Tambrauw pada 2011. Dari luas sekitar 1,1 juta hektare, 80% daerah Tambrauw adalah hutan dengan fungsi lindung dan konservasi.
“Sehingga kami menilai adanya PSN industri kelapa sawit yang direncanakan oleh PT Fajar Surya Persada Group yang masuk di beberapa distrik di kabupaten Sorong dan Tambrauw itu akan merusak hutan, mengancam ruang hidup masyarakat adat serta merusak ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati, serta menciptakan konflik sosial, marginalisasi dan ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat Tambrauw maupun Sorong. Ini merupakan ancaman yang serius terhadap kehidupan masyarakat adat,” ujarnya.
Berdasarkan rencana PSN yang merusak hutan serta kehidupan masyarakat dan rencana pembangunan Batalyon teritori di kabupaten Tambrauw tersebut, IMT kota Malang dengan tegas menyatakan:
- Tolak pembangunan Batalyon teritori di kabupaten Tambrauw
- Tolak PSN melalui perkebunan sawit di Tambrauw dan Sorong
- Tolak PT Fajar Surya Persada dan lima perusahaan konsorsium lainnya di Tambrauw dan Sorong
- Mendesak gubernur Papua Barat Daya untuk menolak izin PSN di Tambrauw dan Sorong
- Cabut IUP tambang nikel di Raja Ampat
- Segera sahkan Undang-undang masyarakat adat
- Tarik seluruh pasukan militer dari Tanah Papua
Sebelumnya, Pangdam XVIII/Kasuari, Mayjen TNI Jimmy Ramoz Manalu melakukan kunjungan perdana ke kabupaten Tambrauw, Kamis (5/6/2025). Kunjungan didampingi ketua Persit KCK Daerah XVIII/Kasuari, Ny. Arlin Jimmy Ramoz, dan jajaran petinggi Kodam, tak hanya simbolis belaka, tetapi sarat visi strategis.
Dalam kunjungan itu, rombongan Pangdam XVIII/Kasuari disambut langsung bupati Tambrauw, Yeskiel Yesnath, dan wakil bupati, Paulus Ajambuani.
Di sela-sela kunjungan tersebut, Pemkab Tambrauw menyerahkan SK tanah seluas 5 hektare kepada Pangdam Kasuari sebagai bentuk dukungan kehadiran militer di Tambrauw.
Pangdam dalam sambutannya menjelaskan rencana monumental yakni pembangunan satu Batalyon teritorial di Tambrauw pada 2026. Tak cuma pasukan tempur, Batalyon ini akan dilengkapi Kompi Pertanian, Kompi Peternakan, Kompi Medis, dan Kompi Zeni, dimana ini sebuah konsep militer yang membumi dan langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
Menurut Pangdam Kasuari, kehadiran Batalyon teritorial ini sejalan dengan program nasional pembangunan 100 Batalyon teritorial, menjadikan TNI tak hanya penjaga batas, tetapi juga garda depan kesejahteraan rakyat.
“Kami berharap dukungan lahan lima hektare dari Pemda Tambrauw agar batalyon ini bisa berdiri dan benar-benar menyentuh langsung kebutuhan masyarakat,” tandasnya. []