Kasus Mutilasi di Yuguru Diadukan ke Komnas HAM dan Puspom TNI

0
9

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kasus pembunuhan tragis salah satu warga sipil di kampung Yuguru, distrik Mebarok, kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, diadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Koalisi masyarakat sipil peduli kemanusiaan bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) juga melaporkannya ke Pusat Polisi Militer (Puspom TNI) di Jakarta.

Kepada pimpinan Komnas HAM, koalisi masyarakat sipil membeberkan kronologi kejadian amat keji yang menimpa Abral Wandikbo. Pemuda berusia 27 tahun itu disiksa hingga dibunuh pasukan TNI yang ditugaskan di kampung Yuguru, 22 Maret 2025 lalu. Jenazahnya ditemukan tiga hari kemudian, 25 Maret 2025.

Abral Wandikbo dibunuh dengan cara memutilasi sejumlah bagian tubuhnya. Kasus ini dikategorikan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) yang dilakukan para pelaku saat menjalankan operasi militer di Yuguru.

Pasukan TNI terdiri dari tiga kompi tiba di kampung Yuguru 17 Januari 2025. Mereka masuk melalui mata air sungai Yuguru setelah tiga hari tiga malam berjalan kaki.

Penyiksaan dan pembunuhan Abral Wandikbo terjadi beberapa saat setelah pasukan militer tiba dan menempati areal lapangan terbang (lapter) Mebarok. Lapter terletak di Yuguru, ibu kota distrik Mebarok.

ads
Baca Juga:  Jika Tak Ada Tambahan Masa Tahanan, Warinussy: Klien Kami Berhak Bebas!

Kampung Yuguru merupakan tempat pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrthens, dibebaskan dari penyanderaan TPNPB pimpinan Egianus Kogeya.

Laporan kasus dugaan pelanggaran HAM itu juga telah diketahui Amnesty International Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jakarta.

Didampingi Amnesty International Indonesia bersama KontraS, kasus bersama para terduga pelaku dilaporkan ke Puspom TNI.

Jenazah Abral Wandikbo (27) diletakkan di halaman rumah keluarga korban. (Ist)

Haeril Halim, manajer media Amnesty International Indonesia, mengatakan, mereka telah beraudiensi dengan Komnas HAM untuk meminta melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan terhadap Abral Wandikbo.

“Kami meminta Komnas HAM menetapkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat dan memulai penyelidikan pro justitia,” ujar Haeril.

Dari temuan koalisi masyarakat sipil bersama Amnesty dan KontraS, Abral Wandikbo menjadi korban salah sasaran aparat militer. Tentara menuduh petani itu sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Atas tudingan itu, Abral dibawa ke pos militer di Yuguru untuk diinterogasi pada 22 Maret 2025. Abral juga ditahan selama beberapa hari.

Anggota bidang hukum KontraS, Muhammad Yahya Ihyaroza, mengatakan, Abral Wandikbo tidak mendapat pendampingan hukum sama sekali saat diinterogasi TNI. Padahal ia tak bisa berbahasa Indonesia. Sehari setelah Abral ditahan, keluarga dan warga Yuguru mendatangi pos TNI. Mereka meminta Abral segera dibebaskan karena bukan bagian dari TPNPB.

Baca Juga:  Thomas Baru Tegaskan KAPP di Provinsi PBD Hanya Satu

Mendapat desakan itu, seorang komandan di pos TNI meminta waktu dua tiga hari untuk menginterogasi Abral. TNI berkukuh punya bukti kuat, yakni foto seorang pria dari tampak samping tengah memegang senjata.

“Bukti itu tidak cukup kuat. Saksi dan keluarga korban sudah tegaskan bahwa kegiatan sehari-hari Abral adalah merawat ayahnya yang sakit selama lima tahun terakhir,” kata Yahya.

Menurut temuan koalisi masyarakat sipil, Abral Wandikbo dibawa prajurit TNI keluar pos menuju pinggir kali Mrame pada malam hari. Lokasi itu diduga menjadi tempat Abral dieksekusi. Jasadnya dibuang ke area perkebunan.

Masyarakat bersaksi melihat aktivitas sejumlah tentara di lokasi jasad Abral ditemukan. Tetapi anggota TNI yang ditemui masyarakat mengatakan Abral melarikan diri ketika hendak dibawa ke kampung Kwit, 25 Maret 2025.

Sehari berselang, keluarga Abral menemukan jasadnya dalam keadaan termutilasi. Tangan Abral juga ditemukan memakai gelang bermotif Bintang Kejora. Tetapi saksi memastikan saudaranya tak pernah pakai gelang seperti itu.

Baca Juga:  Pemuda Katolik Papua Tengah Salurkan Bantuan Kepada Pengungsi Internal di Sinak
Jasad Abral Wandikbo (27) dan ayahnya sebelum dikebumikan bersamaan secara tradisional. (Ist)

Adapun tiga kompi TNI telah beroperasi di kampung Yuguru sejak 17 Januari 2025. Pengerahan dua kompi lain berlanjut pada 21 Maret. Yuguru merupakan tempat pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrthens, dibebaskan dari penyanderaan TPNPB pimpinan Egianus Kogeya.

Koalisi masyarakat sipil mencatat beberapa fakta selama Januari-Maret 2025. Aparat TNI diduga melakukan intimidasi kepada masyarakat Yuguru dengan merusak rumah-rumah warga dan fasilitas umum, seperti sekolah dan gereja.

Apa yang telah terjadi di Yuguru, demikian Koalisi, dikategorikan tindakan keji. Termasuk pembunuhan disertai mutilasi dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat keamanan negara, dalam hal ini TNI.

“Komnas HAM harus mengusut tuntas kasus pembunuhan tersebut,” ujarnya.

Sebelum itu, kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat warga sipil asal Nduga oleh prajurit militer juga terjadi di Timika pada 2022. Dalam kasus itu, empat orang dibunuh empat anggota TNI dibantu sejumlah warga sipil. Semua korban dituduh sebagai kelompok separatis. Anggota TNI dinyatakan bersalah dalam kasus itu dan divonis penjara seumur hidup pada 2023. []

Artikel sebelumnyaTekad Bangkitkan Persidafon, Begini Pendapat Wabup Jayapura
Artikel berikutnyaMengurai Sindrom Pasca-Kolonial: Bayang-Bayang Kekuasaan dan Identitas yang Terbelah