Proyek Strategis Nasional (PSN) bunuh rakyat. Pernyataan masyarakat adat dampak PSN di Merauke pada Maret 2025. (Dok. Pusaka)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sembilan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Special Procedure Mechanism) menyurati pemerintah Indonesia maupun perusahaan PT Global Papua Abadi yang terlibat dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke.

Pernyataan itu disampaikan Solidaritas Merauke pada 17 Juni 2025.

Dikatakan, para Pelapor khusus menyoroti dugaan dan dampak pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup akibat PSN Merauke.

Selain itu, para pelapor khusus minta kepada pemerintah Indonesia agar menyampaikan kebijakan dan proses uji tuntas HAM yang telah diimplementasikan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan memperbaiki dampak negatif terhadap HAM yang timbul kegiatan pekerjaan perusahaan di lokasi.

Termasuk langkah-langkah yang diambil oleh perusahaan untuk menjamin adanya konsultasi yang bermakna dan dilandasi itikad baik dengan komunitas terdampak dalam rangka menilai dampak dari pengambilalihan lahan oleh perusahaan.

ads

Termasuk sejumlah poin lainnya yang termuat dalam surat pelapor khusus PBB kepada pemerintah Indonesia.

Pada tanggal 6 Mei 2025, pemerintah Indonesia memberikan tanggapan.

Baca Juga:  Institut USBA Sebut Pencabutan 4 IUP Nikel di Raja Ampat Tak Patuhi Regulasi

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa pengembangan PSN Merauke telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan tata guna lahan dan rencana tata ruang. Proyek ini berada dalam kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan di provinsi Papua Selatan, dan hingga saat ini belum ada permohonan dari pihak mana pun untuk mengklasifikasikan wilayah tersebut sebagai tanah adat.

Kepemilikan lahan PT Global Abadi telah didukung secara hukum dengan Hak Guna Usaha (HGU). Perusahaan ini juga telah memperoleh izin usaha perkebunan dari pemerintah provinsi Papua sejak 2018 dan izin lingkungan dari bupati Merauke sejak 2015. Selain itu, perusahaan ini juga telah menjalin perjanjian kemitraan dengan masyarakat setempat untuk bersama-sama mengelola perkebunan tebu di beberapa wilayah desa.

Secara bersamaan, Pemerintah Indonesia telah memulai dialog inklusif dengan masyarakat setempat yang terdampak oleh proyek dan mendorong mereka untuk melaporkan setiap dugaan intimidasi atau kekerasan, yang didukung dengan data atau bukti yang dapat diverifikasi, agar pihak berwenang yang relevan dapat melakukan tindak lanjut dengan penyelidikan dan langkah-langkah pemulihan yang tepat.

Baca Juga:  Satgas Habema Diduga Langgar HAM Berat di Intan Jaya

Namun demikian, Solidaritas Merauke menilai pernyataan pemerintah Indonesia adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Termasuk masyarakat adat juga menilai pernyataan pemerintah Indonesia adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi di Papua Selatan.

Oleh sebab itu Solidaritas Merauke yang terdiri dari sejumlah organisasi dan masyarakat adat itu menilai pemerintah Indonesia telah membantah informasi dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan hidup yang terjadi.

Menurutnya bantahan itu tanpa realitas empirik sebab peristiwa hingga saat ini masih terjadi.

Respon pemerintah Indonesia merupakan pernyataan yang berusaha menghindari permintaan informasi atau klarifikasi dari para pelapor khusus PBB dengan memberikan jawaban yang tidak berhubungan langsung dengan masalah yang terjadi.

Tanggapan pemerintah memperlihatkan keengganan pemerintah menyelesaikan masalah yang terjadi dan memperpanjang permasalahan HAM dan lingkungan yang terjadi dari kebijakan PSN Merauke yang juga telah menjangkau tempat lain di luar Merauke.

Baca Juga:  Dosen UNAS Desak Pemerintah Cabut IUP PT Gag Nikel di Raja Ampat

“Maka tanggapan tersebut kami nilai bermasalah dan tidak dapat diterima, bertentangan dengan hukum konstitusi Indonesia, bertentangan dengan rekomendasi Komnas HAM terkait PSN Merauke dan bertentangan dengan standar HAM internasional,” ujar Tim Solidaritas Merauke dalam pernyataannya.

“Kami meragukan komitmen pemerintah untuk memajukan dan melindungi HAM sesuai kerangka hukum HAM internasional jika program PSN masih terus dilanjutkan,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, Solidaritas Merauke mendesak para Pelapor Khusus PBB untuk melakukan tindakan pemantauan secara langsung atas informasi-informasi pelanggaran HAM dan lingkungan hidup di Merauke, Papua Selatan.

“Kami juga meminta para mandat special rapporteur mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan PSN guna mencegah terjadinya peristiwa pelanggaran HAM dan lingkungan hidup yang semakin luas di Merauke dan tempat lainnya.” []

Artikel sebelumnya13 Distrik di Sorong Terancam, DPRP PBD Bakal Moratorium Perusahaan Kelapa Sawit
Artikel berikutnyaBreaking News: Tiga Warga Sipil Diduga Ditembak Mati Aparat TNI di Intan Jaya