Masyarakat adat suku Kawei menolak kehadiran DPRP PBD. (Supplied for Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Dinamika pro kontra terkait pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) nikel PT Kawei Sejaterah Mining (KSM) yang berlokasi di pulau Kawei, kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu konflik sosial diantara masyarakat adat suku Kawei di kampung Selpele dan Saleo, distrik Waigoe Barat.

Masyarakat adat suku Kawei yang mendiami kampung Selpele dan Saleo yang dulunya hidup berdampingan, rukun dan saling tolong menolong, kini kehidupan mereka retak dan hancur lebur.

Kehidupan masyarakat adat suku Kawei berubah dratis pasca pencabutan IUP nilel PT KSM oleh pemerintah pusat. Aksi penolakan pencabutan IUP nikel PT KSM dilakukan masyarakat adat suku Kawei dan karyawan PT KSM, hingga penutupan objek wisata Wayag pun dilakukan masyarakat adat di kampung Selpele selaku pemilik hak ulayat.

Begitu pula saat kunjungan kerja DPRP Papua Barat Daya di Manyaifun dan pulau Kawei, 14 Juni 2025. Di pulau Kawei, masayarakat melakukan aksi penolakan kunjungan kerja DPRP dengan teriakan penolakan pencabutan IUP PT KSM dari atas jembatan pulau Kawei.

Baca Juga:  Raja Ampat Dikepung Enam Perusahaan Tambang Nikel

Ketua Komisi II DPRP Papua Barat Daya Jamalia Tafalas mengaku ikut prihatin atas reaksi penolakan dari warga. Kendati demikian, tim DPRP Papua Barat Daya akan kembali untuk melakukan langkah lain nantinya.

ads

“Kami datang di pulau Kawei ini agar kumpul data dan informasi langsung ke masyarakat, namun justru disambut negatif. Saya selaku pimpinan akan menindaklanjuti ini ke rapat DPRP Papua Barat Daya, agar ke depan dibentuk tim khusus nanti,” ujar Jamalia.

Sebelumnya, masyarakat adat bersama karyawan PT KSM menggelar unjuk rasa di area base camp perusahaan yang terletak di pulau Kawe, Kamis (12/6/2025).

Menurut masyarakat, kehadiran perusahaan tambang nikel di pulau Kawei yang mulai beroperasi pada 2023 itu telah membawa dampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan di wilayah mereka.

Baca Juga:  AMAN Laporkan Kasus Kriminalisasi Masyarakat Adat di Indonesia, PBB Diminta Kunjungi Papua

Masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat pulau Wayag yang berada di kampung Selpele distrik Waigeo Barat itu juga melakukan pemalangan aktivitas pariwisata pulau Wayag, bahkan langsung mengusir para wisatawan.

Konflik Antara Masyarakat Adat Kawei 

Masyarakat adat di kampung Saleo yang juga bagian dari pemilik hak ulayat menolak adanya penutupan objek wisata pulau Wayag yang dilakukan masyarakat adat dari kampung Selpele.

Menurut masyarakat kampung Saleo, Kawei dan Wayag merupakan wilayah milik bersama, sehingga tidak bisa dilakukan pemalangan sepihak tanpa koordinasi dengan semua marga yang memiliki hak adat atas pulau Wayag.

“Wayag dan Kawei milik bersama, jadi tidak bisa ditutup oleh salah satu pihak tanpa melibatkan seluruh marga pemilik hak ulayat,” ujar Lhuter Dimalua dalam video singkat yang diterima Suara Papua.

Baca Juga:  Tolak PSN, Sub Suku Moi Sigin Tegaskan Tolak PT FSP Group

Gad, warga kampung Saleo, menyatakan, masyarakat adat suku Kawei di kampung Saleo berharap pemerintah kabupaten Raja Ampat, pemerintah provinsi Papua Barat Daya, MRP, dan lembaga adat memfasilitasi kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan internal mereka pemilik hak ulayat secara adat.

“Kami minta pemerintah dan lembaga adat fasilitasi kami untuk duduk bersama. Kami tidak ingin ada masalah antara kami pemilik hak ulayat dari kasus ini,” ujar Gad.

Gad juga berharap konflik internal masyarakat adat suku Kawei di kampung Selpele dan Saleo segera diakhiri. Ia minta pemerintah pusat tak lepas tangan dan membiarkan masyarakat adat di Raja Ampat berkonflik.

“Kami dulu hidup berdamai, jadi jangan adu domba kami masyarakat adat suku Kawei,” pungkasnya. []

Artikel sebelumnyaHIPMAPAS dan AMP Desak Presiden Prabowo Cabut Izin PT Gag Nikel
Artikel berikutnyaKonsesi PT Gag Nikel Dua Kali Luas Pulau Gag, di Kawasan Geopark Ada 12 IUP