Peranan Internasional Monetary Fund dan Tantangan bagi Indonesia

0
0

Oleh: Fertiel Ahayon*
*) Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura

Tidak hanya berurusan dengan moneter internasional, keberadaan International Monetary Fund (IMF) atau dalam bahasa Indonesia Dana Moneter Internasional sangat penting dalam mendukung kestabilan ekonomi global, dan membantu negara-negara mengatasi krisis ekonomi melalui pinjaman. Selain itu, bersinggungan dalam pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, serta stabilitas nilai tukar mata uang antarnegara.

IMF adalah sebuah organisasi keuangan internasional yang didirikan pada tahun 1944 dan mulai beroperasi pada tahun 1945. Markas besarnya terletak di Washington DC, Amerika Serikat.

Sejak awal hadir, IMF memiliki tujuan utama antara lain mendukung kestabilan ekonomi global, mendorong kerja sama moneter internasional, membantu negara-negara mengatasi krisis ekonomi melalui pinjaman, mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, serta menjaga stabilitas nilai tukar mata uang antarnegara.

Adapun fungsi IMF adalah surveillance (pengawasan) yani memantau kondisi ekonomi negara anggota dan memberikan rekomendasi kebijakan.

ads

Selain itu, lending (peminjaman) yakni memberi pinjaman kepada negara yang menghadapi masalah neraca pembayaran atau krisis ekonomi. Dan, capacity development (pengembangan kapasitas) antara lain memberikan pelatihan dan bantuan teknis untuk memperkuat kelembagaan dan kebijakan ekonomi negara-negara anggota.

IMF memiliki keanggotaannya hampir mencakup seluruh negara di dunia. Jumlahnya 190+ negara anggota.

Contoh Keterlibatan IMF

Indonesia pernah mendapat bantuan IMF pada krisis moneter tahun 1997-1998.

IMF juga terlibat dalam membantu negara-negara seperti Yunani, Argentina, dan Sri Lanka saat mengalami krisis ekonomi.

Bagaimana IMF bekerja dalam praktik dan apa dampaknya ke suatu negara, dapat dilihat dari contoh nyata yang terjadi di tiga negara itu.

  1. Negara mengalami krisis ekonomi

Contohnya ketika cadangan devisa menipis, utang membengkak, inflasi tinggi, nilai tukar anjlok.

Baca Juga:  Jalan Panjang Konflik Papua Tanpa Upaya Penyelesaian Secara Damai

Negara tidak bisa memenuhi kewajiban luar negerinya (seperti membayar utang atau mengimpor kebutuhan pokok).

  1. Negara mengajukan permohonan bantuan ke IMF

Negara meminta pinjaman ke IMF agar tetap bisa menjalankan ekonomi dan menstabilkan kondisi keuangan.

  1. IMF menilai kondisi ekonomi negara

IMF mengirim tim ahli untuk menganalisis kebijakan fiskal, moneter, dan struktur ekonomi negara tersebut.

  1. Pemberian pinjaman dengan syarat

IMF akan memberikan pinjaman, tetapi dengan syarat negara melakukan reformasi ekonomi. Contoh syarat adalah pengurangan subsidi BBM atau listrik, reformasi pajak, pengurangan belanja negara, dan liberalisasi ekonomi (misalnya membuka pasar bagi investasi asing). Tujuannya yakni menyehatkan ekonomi dan menciptakan stabilitas jangka panjang.

  1. Pemantauan dan evaluasi berkala

Setelah dana diberikan, IMF terus memantau implementasi kebijakan dan memberikan evaluasi rutin.

Dampak IMF

Tentu saja ada dampak dari pinjaman dari IMP. Selain dampak positif, juga dampak negatif.

Dampak positif:

  • Menstabilkan ekonomi dalam jangka pendek (nilai tukar stabil, inflasi turun).
  • Meningkatkan kepercayaan investor asing karena reformasi ekonomi dianggap serius.
  • Transfer pengetahuan dan kebijakan melalui saran dan pelatihan dari IMF.

Dampak negatif:

  • Syarat pinjaman bisa memberatkan rakyat, misalnya kenaikan harga BBM karena subsidi dicabut.
  • PHK besar-besaran akibat efisiensi anggaran.
  • Kebijakan “satu resep untuk semua” kadang tidak cocok dengan kondisi lokal.
  • Ketergantungan jangka panjang jika negara tidak memperkuat fondasi ekonominya.

Contoh kasus adalah Indonesia dan IMF yakni terjadi krisis 1997-1998. Indonesia mengalami krisis moneter parah: nilai rupiah jatuh, banyak bank kolaps. IMF memberi paket pinjaman sebesar lebih dari US$40 miliar.

Syaratnya termasuk menutup bank-bank bermasalah, menghapus subsidi BBM, menaikkan suku bunga. Dampaknya adalah ekonomi sempat stabil, tetapi dampak sosial sangat berat (pengangguran tinggi, kemiskinan meningkat).

IMF juga dikritik karena beberapa kebijakan dinilai memperburuk krisis pada awalnya.

Baca Juga:  Refleksi Papua dari Film Killers of the Flower Moon

Kasus berikut terjadi di negara Argentina, Yunani, dan Sri Lanka. Perbandingan kasus dan dampaknya dari tiga negara yang terkenal pernah menerima bantuan IMF tersebut.

Argentina milsanya, terjebak dalam siklus krisis utang berkepanjangan. Program IMF pada 2018 dianggap gagal total karena gagal mengendalikan inflasi dan menumbuhkan kepercayaan pasar. Banyak rakyat yang menyalahkan IMF atas pemotongan belanja sosial.

Situasi sama dialami Yunani sebagai negara Eropa yang paling terdampak krisis zona euro. IMF dan Uni Eropa memaksakan kebijakan austerity (penghematan) yang sangat ketat. Walaupun ekonomi perlahan pulih, beban sosialnya sangat besar yakni tingkat pengangguran remaja pernah mencapai 50%.

Selain itu, Sri Lanka mengalami krisis pada tahun 2022. Krisis menyebabkan negara default utang luar negeri. IMF memberikan pinjaman untuk menyelamatkan kondisi keuangan. Pemerintah harus menaikkan pajak dan menghapus subsidi, yang memicu protes besar-besaran.

Pelajaran bagi Indonesia

Suatu pelajaran yang bisa diambil Indonesia dari kasus-kasus Argentina, Yunani, dan Sri Lanka, bahwa ini penting karena Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi dan dibantu IMF tahun 1997-1998. Pelajaran dari negara lain bisa jadi pedoman agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di lain waktu.

Pertanyaan reflektif adalah apa pelajaran penting untuk Indonesia dari kasus Argentina, Yunani, dan Sri Lanka? Pelajaran penting bagi Indonesi adalah manajemen utang negara, ketahanan fiskal dan moneter, reformasi yang berkeadilan, diversifikasi ekonomi, transparansi dan akuntabilitas, dan kemandirian kebijakan ekonomi.

  1. Manajemen utang negara

Jaga agar utang tetap terkendali dan produktif. Argentina, Yunani, dan Sri Lanka semua gagal mengelola utangnya. Indonesia harus memastikan utang digunakan untuk proyek yang menghasilkan (infrastruktur, pendidikan, produktivitas), bukan sekadar konsumsi.

  1. Ketahanan fiskal dan moneter
Baca Juga:  Perubahan Iklim Dan Krisis Air Bersih Di Kampung Yoka, Kota Jayapura

Miliki ruang fiskal dan cadangan devisa yang cukup. Ketiga negara mengalami krisis karena kombinasi defisit anggaran besar dan cadangan devisa minim. Indonesia perlu mempertahankan defisit APBN yang terkendali dan menjaga kestabilan moneter (inflasi, nilai tukar).

  1. Reformasi yang berkeadilan

Reformasi ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi sosial. IMF sering memberi syarat yang kaku, seperti penghapusan subsidi dan pemotongan anggaran sosial. Hasilnya bisa memperburuk kesenjangan. Indonesia harus hati-hati dalam reformasi agar tidak menyakiti kelompok rentan.

  1. Diversifikasi ekonomi

Jangan terlalu bergantung pada sektor tertentu. Sri Lanka sangat tergantung pada pariwisata, Yunani pada sektor publik, Argentina pada ekspor primer. Diversifikasi sektor ekonomi penting untuk daya tahan. Indonesia perlu mendorong industri bernilai tambah dan teknologi.

  1. Transparansi dan akuntabilitas

Kebijakan ekonomi harus terbuka dan dipercaya publik. Di ketiga negara, kegagalan pemerintah menjelaskan krisis dan reformasi membuat kepercayaan publik runtuh. Indonesia harus menjaga transparansi dalam kebijakan fiskal, utang, dan bantuan sosial.

  1. Kemandirian kebijakan ekonomi

Kebijakan tidak boleh sepenuhnya didikte pihak luar. Banyak negara mengalami kesulitan karena terlalu mengikuti syarat IMF tanpa menyesuaikan dengan kondisi lokal. Indonesia harus tetap punya arah sendiri, dengan dukungan internasional sebagai pelengkap, bukan penentu.

Kesimpulan

Indonesia saat ini berada dalam posisi yang jauh lebih stabil dibanding masa krisis 1998, tetapi tantangan seperti utang yang meningkat, defisit fiskal pasca-pandemi, dan geopolitik global tetap perlu diwaspadai agar pengalaman sebelumnya tak terulang lagi.

Dengan demikian, kebijakan harus disusun dengan berorientasi jangka panjang, berpihak pada rakyat kecil, dan tidak tergantung pada bantuan internasional yang menyaratkan kebijakan keras.

Aspek transparansi, keadilan sosial, dan kehati-hatian fiskal adalah fondasi utama mencegah krisis seperti yang terjadi di Argentina, Yunani, dan Sri Lanka. (*)

Artikel sebelumnyaSatu Prajurit TNI Gugur Ditembak Mati TPNPB di Yahukimo
Artikel berikutnyaMahasiswa Papua di Makassar Terima Surat Peringatan Diduga Bermuatan Intimidasi