Sesi foto bersama usai acara rapat dengar pendapat (RDP) DPRP PBD di kabupaten Sorong. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat suku Moi yang terdiri dari 8 sub suku dan tersebar di empat kabupaten, satu kota menegaskan menolak tegas proyek strategis nasional (PSN) di wilayah kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Penolakan PSN disampaikan secara terbuka oleh masyarakat adat suku Moi dalam acara rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRP Papua Barat Daya (PBD) yang digelar di Hotel Aquarius, Aimas kabupaten Sorong, Selasa (17/6/2025).

Dance Ulimpa, perwakilan tokoh adat suku Moi menegaskan, hutan adat suku Moi telah dieksploitasi sejak lama. Ia menyatakan masyarakat adat suku Moi telah bersepakat untuk menolak PSN.

“Masyarakat adat Moi di kampung-kampung dan seluruh distrik di kabupaten Sorong tidak mau lagi dengan kelapa sawit,” ujarnya.

Baca Juga:  Jika Tak Ada Tambahan Masa Tahanan, Warinussy: Klien Kami Berhak Bebas!
Penyerahaan aspirasi penolakan dari perwakilan tokoh adat suku Moi kepada DPRP PBD. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Terlepas dari jabatannya di struktur dewan adat suku Moi, Dance menjabat kepala distrik Klaso. Ia menuturkan kehadirannya dalam RPD DPRP PBD tak hanya menghadiri acara tersebut, melainkan dengan membawa aspirasi penolakan PSN berbasis kelapa sawit dari masyarakat di distrik Klaso.

ads

“Ini aspirasi penolakan PSN yang ditandatangani oleh masyarakat adat Moi di Klaso. Masyarakat distrik Klaso sudah tolak kepala sawit,” tegas Ulimpa.

Penolakan tak hanya disampaikan lewat dokumen tertulis yang diserahkan ke DPRP PBD, tetapi masyarakat adat suku Moi meneriakan “Tolak proyek sengsara negara”.

Teriakan tersebut bukan hanya sebagai tanda penolakan PSN, tetapi sebagai alaram bagi pemerintah untuk menjaga hutan adat suku Moi yang tersisa.

Baca Juga:  18 Organisasi Nyatakan Tolak PSN 24 Triliun di Papua Barat Daya

Menurut masyarakat adat suku Moi kehadiran kelapa sawit di kabupaten Sorong tak memberikan dampak positif, melainkan dampak negatif. Selain itu kelapa sawit juga sebagai pemicu konflik berkepanjangan antara suku Moi.

Ayub Paa, perwakilan Koalisi Selamatkan Manusia dan Alam Domberai (KSMAD) menegaskan hutan adat suku Moi di kabupaten Sorong sejak zaman kolonial Belanda hingga kini telah diekspoitasi secara besar-besaran. Ia menyatakan hutan yang adat saat ini merupakan hutan terakhir dan tersisa bagi masyarakat.

Menurutnya, kabupaten Sorong dijadikan sebagai pusat investasi saat ini. Mulai dari proyek kawasan ekonomi khusus (KEK), kelapa sawit hingga selter.

“Kami suku Moi punya hak untuk menolak PSN. Saat ini segala investasi dipusatkan di kabupaten Sorong. Hal ini menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat suku Moi,” tegas Ayub.

Baca Juga:  Masyarakat Sayosa Timur Tolak Tambang Rakyat Berkedok Koperasi

Ia juga menantang pemerintah Papua Barat Daya untuk menunjukan wilayah di Indonesia yang masyarakat adatnya telah sejahtera dengan program kepala sawit.

“Tolong tujukan kelapa sawit di mana yang sudah sejahterakan masyarakat? Kalau ada, pemerintah tolong tunjukan ke kami masyarakat adat suku Moi,” ujarnya.

Oleh karenanya, pemerintah harus hentikan segala upaya untuk menjalankan PSN. Ayup tegaskan kepada pemerintah untuk mencari solusi menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat adat di wilayah provinsi PBD.

“Masyarakat adat sudah menolak PSN, jadi pemerintah stop dengan segala upaya pendekataan dalam bentuk apapun,” ujarnya. []

Artikel sebelumnyaKonsesi PT Gag Nikel Dua Kali Luas Pulau Gag, di Kawasan Geopark Ada 12 IUP
Artikel berikutnyaUmumkan Duka Nasional Gugurnya Prek Serera, TPNPB: Tidak Akan Mundur Selangkahpun