PolhukamHAMDelapan Orang Pengungsi di Oksop Meninggal, Dua Diantaranya Anak

Delapan Orang Pengungsi di Oksop Meninggal, Dua Diantaranya Anak

SORONG, SUARAPAPUA.com — Lantaran kesulitan mendapatkan layanan kesehatan hingga berujung maut, delapan warga sipil meninggal dunia dari lokasi pengungsian di distrik Oksop, kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan..

Dari laporan yang diterima Suara Papua, Rabu (18/6/2025), Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Pegunungan Bintang mengungkapkan peristiwa ini terjadi setelah kehadiran aparat militer Indonesia dalam skala besar sejak akhir November 2024, yang memicu eksodus besar-besaran warga sipil ke hutan belantara.

“Ribuan warga dari sejumlah kampung di distrik Oksop mengungsi sejak 31 November 2024. Hal ini dipicu lantaran konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI-Polri yang menyebabkan pengiriman pasukan militer dalam jumlah besar ke daerah Oksop,” kata Ilarius Kakyarmabin, jubir KNPB wilayah Pegunungan Bintang, dalam laporannya.

Disebutkan, 750 personel militer non-organik telah ditempatkan di distrik Oksop sejak dimulainya operasi.

“Jumlah ini jauh melebihi populasi warga sipil setempat, dan menyebabkan ketegangan berkepanjangan serta trauma kolektif di masyarakat sipil,” jelas Kakyarmabin.

Baca Juga:  Salah Tinjau Lokasi Tambang, Tim Advokasi Tambang Soroti Bupati Raja Ampat

Dampak kehadiran pasukan gabungan berlanjut operasi militer menciptakan situasi keamanan mencekam dan menyebabkan krisis kemanusiaan di tengah masyarakat. Banyak orang yang sakit di kamp pengungsian, beberapa diantaranya meninggal dunia.

Adapun data korban meninggal dunia dari tempat pengungsian:

  1. Hef Kasipka (68) seorang hamba Tuhan yang diculik aparat TNI di kampung Ngotok Pom pada 5 Maret 2025 dan kemudian dinyatakan hilang.
  2. Paulina Lepki (58) meninggal dunia di hutan saat mengungsi pada 25 Desember 2024.
  3. Poropina Kalka (69) meninggal di pengungsian pada 7 Januari 2025.
  4. Lokana Sasaka (54) meninggal karena sakit berat di hutan pada 23 Januari 2025.
  5. Ronal Mimin (20) meninggal dunia karena sakit berat di lokasi pengungsian pada 10 April 2025.
  6. Ateli Mimin (57) meninggal dunia pada 8 Februari 2025 akibat penyakit bawaan yang memburuk selama pengungsian.
  7. Rastin Mol Peya Mimin (7) meninggal dunia karena sakit berat di hutan pada 4 Mei 2025.
  8. Nonince Mimin (14) meninggal karena sakit dalam di tempat pengungsian pada 12 Juni 2025.
Baca Juga:  Greenpeace Desak Semua IUP Nikel di Raja Ampat Dicabut Permanen

Laporan warga sipil meninggal dunia dari kamp pengungsian dibenarkan Pdt. Jimmy Koirewoa, ketua Departemen Hukum dan HAM Gereja Injili Di Indonesia (GIDI).

Pendeta Jimmy mengatakan, situasi ini mencerminkan krisis kemanusiaan yang mendesak.

“Kami kembali menegaskan bahwa penyelesaian konflik Papua harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan dialog, bukan kekerasan bersenjata,” ujarnya.

Lanjut Koirewoa, atas nama keadilan dan martabat manusia, pihaknya mendorong agar pasukan militer ditarik kembali dari kawasan sipil. Selain itu, akses kemanusiaan dan medis oleh lembaga independen perlu dibuka, serta perlindungan terhadap warga sipil, khususnya perempuan, anak-anak, dan lansia.

Diberitakan sebelumnya, Pdt. Jimmy Koirewoa mengutip laporan dari ketua wilayah GIDI Pegunungan Bintang, tercatat 3.318 orang dari distrik Oksop sedang ada di pengungsian. Lokasi pengungsiannya terpencar di beberapa titik.

Baca Juga:  HIPMAPAS dan AMP Desak Presiden Prabowo Cabut Izin PT Gag Nikel

“Pendataan warga jemaat kami yang mengungsi ke hutan memang agak kesulitan karena ketua wilayah bersama klasis dan petugas di sana sulit bergerak mengingat situasi daerah saat ini, tetapi sebagian sudah berhasil didata. Jumlahnya ada 3.318 orang sudah di lokasi pengungsian,” jelas Jimmy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/12/2024).

Dilaporkan, lantaran aparat keamanan menguasai lima kampung di distrik Oksop menyebabkan warga mengungsi ke hutan untuk menyelamatkan diri. Sedangkan pasukan TNI yang diangkut dengan helikopter pada tanggal 9 Desember 2024 menempati gedung gereja GIDI Efesus Sape, kampung Mimin.

Selain GIDI, sebagian warga di distrik Oksop juga menganut agama Katolik. Mereka memiliki satu stasi dengan nama stasi Kandang Betlehem dari Paroki Roh Kudus Mabilabol.

“Kami mendapat informasi bahwa pimpinan gereja GIDI dan Katolik di Oksop sedang berupaya mengumpulkan warga pengungsi,” katanya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Proses mediasi kedua belah pihak di kabupaten Tambrauw

Sepakat Selesai Secara Keluarga, Kedua Belah Pihak Lakukan Hal Begini

0
“Kami telah bersepakat, persoalan ini tidak dilanjutkan secara hukum, tetapi diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Yermias Sedik dalam video pernyataan yang diterima Suara Papua, Rabu (9/7/2025) malam.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.