
SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat suku Moi sub suku Moi Kelim bersama dewan adat Klaben tegas menolak permohonan yang diajukan PT Surya Fajar Perkasa Grup senilai Rp24 triliun untuk investasi industri pangan terpadu berbasis kelapa sawit.
Penolakan tersebut disampaikan berdasarkan hasil musyawarah adat bersama yang dilaksanakan di ibukota distrik Klaso, kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (21/6/2025).
Musyawarah adat bersama itu dihadiri perwakilan masyarakat adat Moi Kelim dari distrik Makbon, Selemkai, Moraid, dan Klaso.
Ketua dewan adat Klaben, Dance Ulimpa mengatakan, masyarakat adat suku Moi yang ada di Llembah Klaso atau di wilayah adat Klaben menolak tegas perkebunan sawit. Penolakan terhadap PT Surya Fajar Perkasa itu sudah komitmen masyarakat adat suku Moi sub suku Moi di lembah Klaso.
“Ini bukan pertama kali kami di lembah Klaso menolak perusahaan, sudah berapa perusahaan kami tolak, baik itu kayu log maupun kelapa sawit. Tujan kami menolak jelas, ini tanah dan hutan kami, tempat dimana semua yang kami butuhkan ada di dalamnya. Kami tidak ingin hutan kami ditebang oleh pihak perusahaan,” ujar Ulimpa.

Dance mengingatkan masyarakat adat di lembah Klaso untuk tetap berkomitmen pada apa yang telah disepakati bersama dalam musyarawah adat. Dikhawatirkan sewaktu-waktu masyarakat berubah pikiran dan melepaskan tanah adat mereka ketika pihak perusahaan mendatangi masyarakat dengan membawa uang dalam jumlah besar.
“Proyek ini uangnya sangat besar. Masyarakat harus saling baku kasih ingat. Semua tetap komitmen pada kesepakatan bersama ini. Beberapa hari yang lalu pihak perusahaan datang kepada saya untuk menawarkan agar perusahaan ini diizinkan untuk masuk, kata mereka sudah temui bupati Sorong. Tetapi saya bilang saya tetap tolak mereka,” tuturnya.
Sumpah Adat dan Palang Adat
Untuk membuktikan komitmen masyarakat suku Moi sub suku Moi Kelim di lembah Klaso terkait penolakan perusahaan kelapa sawit, mereka melakukan sumpah adat dan penancapan bambu Tui, salah satu bambu pemali.
Dance Ulimpa mengatakan, prosesi sumpah adat dan penancapan bambu pemali sebagai bentuk ikatan dari komitmen masyarakat adat suku Moi sub suku Moi Kelim di lembah Klaso.
“Sumpah adat ini bukan hanya berlaku bagi pihak perusahaan dan pemerintah saja, tetapi juga mengikat kami masyarakat adat di lembah Klaso. Jadi, kalau kami melanggar ya kami pun kena sanksinya juga,” tegas Dance.
Prosesi sumpah adat dilakukan oleh tokoh adat Klaben, Obeth Ulimpa dengan membacakan sumpah adat dalam bahasa Moi yang diterjemahkan ketua dewan adat Klaben Dance Ulimpa.
“Allah di surga dan Allah di bumi menjadi saksi kami menolak kelapa sawit di wilayah adat kami,” kata Dance menerjemahkan.

Prosesi sumpah adat disaksikan langsung kepala DPMK kabupaten Sorong yang kebetulan melakukan peninjauan kampung di distrik Klaso dan anggota DPRK Sorong, Martinus Ulimpa yang saat itu hendak melakukan reses, serta masyarakat adat Moi Kelim di lembah Klaso.
Obeth Ulimpa, tokoh adat Klaben usai prosesi sumpah adat mengatakan, penolakan yang dilakukan masyarakat adat Moi Kelim ini lantaran kehadiran kelapa sawit tidak memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat adat Moi.
“Kalau yang sejahtera pasti oknum-oknum saja. Masyarakat di sekitar tidak sejahtera, bisa datang di beberapa wilayah yang ada perusahaan kelapa sawit di Sorong ini dan lihat sendiri,” ujarnya.
Pernah bekerja sebagai operator chainsaw di sebuah perusahaan, Obeth Ulimpa mengaku pihak perusahaan awalnya baik hanya untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat.
“Awal itu baik sama masyarakat, nanti baru masyarakat menangis kejar perusahaan. Saya lihat dengan mata sendiri, maka itu saya selalu ingatkan masyarakat tidak berikan izin kepada perusahaan masuk di lembah Klaso,” pungkasnya.

Diketahui, PT Fajar Surya Persada (FSP) belakangan ini mengirim surat permohonan dukungan ke gubernur Papua Barat Daya, 27 Mei 2025 (nomor 002/FSP-JKT/III/2025). PT FSP menyebut proyek ini sebagai bagian dari upaya hilirisasi pangan dan energi nasional.
Dalam surat itu, perusahaan mengklaim pembangunan industri pangan terpadu akan menyasar distrik-distrik penting di kabupaten Sorong dan kabupaten Tambrauw sebesar Rp24 triliun dengan lahan seluas 98.824.97 hektare.
PT FSP dengan luas area sekitar 176.34 hektare sebagai pusat industri pangan dengan konsorium diantaranya:
- PT Inti Kebun Sawit (IKS) dengan luas area 18.425,78 hektare.
- PT Inti Kebun Sejahtera (IKSj) dengan luas area 307,91 hektare.
- PT Sorong Global Lestari (SGL) dengan luas area 12.115,43 hektare.
- PT Omni Makmur Subur (OMS) dengan luas area 40.000,00 hektare.
- PT Graha Agrindo Nusantara (GAN) dengan luas area 13.799,51 hektare. []