
Pernyataan sikap dibuat dalam pertemuan yang dihadiri berbagai pihak, 17 Juni 2025.
Menyikapi kontak tembak yang telah mengorbankan warga masyarakat sipil atas nama Mesak Aspalek (45), masyarakat distrik Tangma dan distrik Ukha mengalami ketakutan dan trauma hingga harus mengungsi ke beberapa tempat dari tempat tinggal mereka sebelumnya.
Hingga kini masyarakat masih di pengungsian, belum bisa kembali ke rumah mereka karena situasi tidak aman. Oleh karenanya, masyarakat Tangma dan Ukha menyepakati beberapa poin dalam sebuah pertemuan yang disaksikan para kepala kampung dari kedua distrik, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh agama, kepala distrik Tangma, kepala distrik Ukha, serta direktur eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem.
Berikut tujuh pernyataan sikap tersebut:
- Kami telah bersepakat bahwa pasukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) untuk segera mundur dari distrik Tangma dan distrik Ukha serta tidak melakukan perang kembali di wilayah tersebut.
- Aparat TNI dan TPNPB tidak melakukan penyerangan di area masyarakat sipil, dan silakan tentukan tempat untuk perang terbuka di hutan atau di luar dari distrik Tangma dan distrik Ukha.
- Kepada aparat TNI agar tidak melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil, diluar prosedur dan mekanisme Undang-undang yang berlaku di negara Repuplik Indonesia.
- Kami dari kedua distrik mengharapkan kepada aparat TNI dan TPNPB melakukan tindakan terukur dan profesional, sehingga tidak terjadi pembunuhan terhadap masyarakat sipil, dengan dugaan pembunuhan di luar hukum.
- Kami distrik Tangma dan distrik Ukha telah sepakati dan menyampaikan kepada kedua belah pihak bahwa kedua daerah ini tidak dijadikan sebagai zona perang, yang mengakibatkan terjadi pertumpahan darah.
- Kami sangat berharap kepada TNI dan TPNPB tidak mengganggu segala aktivitas masyarakat sipil, antara lain pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
- Kami juga berharap kepada kedua belah pihak yang berkonflik tidak melakukan teror dan intimidasi terhadap masyarakat sipil distrik Tangma dan distrik Ukha.
Demikianlan pernyataan sikap kami, dan atas perhatian serta kerja samanya disampaikan terima kasih.
Surat pernyataan sikap ditandatangani para tokoh Gereja: Pdt. Yonius Hesegem, S.Th (ketua Klasis Kingmi Tangma), Pdt. Yoes Meage, S.Th (ketua Klasis Kingmi Ukha); tokoh masyarakat: Nathan Yelemaken, SP (tokoh masyarakat Tangma), Mathias Aspalek, S.Ip (tokoh masyarakat Ukha); tokoh perempuan: Meri Hesegem (Tangma), Andriana Aspalek (Ukha), tokoh pemuda: Pulus Elopore, S.Pd (Tangma), Warnius Elopore (Ukha), kepala suku Tangma Mima Yelemaken, kepala suku Ukha Lanioe Selopole, perwakilan kepala kampung kedua distrik: Emaus Aspalek (kepala kampung Yeleas), dan Nas Wenda (kepala kampung Amisangi).
Juga turut mengetahui kepala distrik Tangma: Silius Wolom, ST dan kepala distrik Ukha: Eliaser Aspalek, S.I.Kom.

Egianus Kogeya Sudah Minggat
Sehari setelah kontak tembak di kampung Aruli desa Yeleas, distrik Tangma, kabupaten Yahukimo, pada 15 Juni 2025 sekira Pukul 11.00-01.00 WIT dan kontak tembak balasan keesokan harinya, 17 Juni 2025, tim Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) melakukan pemantauan langsung ke lokasi kejadian.
Menemui warga masyarakat sipil yang mengungsi ke Gereja Kemah Injil Kingmi Klasis Tangma Jemaat Yeriko, dan beberapa upaya lainnya, tim juga memastikan langsung keberadan Egianus Kogeya di kampung Lik’ima.
“Tanggal 18 Juni 2025, kami ke Tangma. Tujuannya untuk melihat kondisi masyarakat, dan memastikan apakah Egianus Kogeya bersama anggotanya ada di kampung Lik’ima atau tidak? Setelah melakukan pemantauan di sekitar kampung Aruli, desa Yeleas, kami melanjutkan perjalanan menuju Lik’ima, tempat Egianus Kogeya dan pasukannya ada. Dari kampung ini berjarak satu kilo meter. Kami tiba jam tiga sore. Di sana, kami lihat sendiri dan telah memastikan mereka sudah tidak ada di kampung Lik’ima,” tutur Theo Hesegem.
Dalam kontak tembak antara TNI dan TPNPB Kodap III Ndugama Derakma dibawah pimpinan Egianus Kogeya memakan 2 korban jiwa. Satu warga masyarakat sipil atas nama Mesak Asipalek (warga sipil) berusia 45 tahun mengalami luka tembak di testa hingga tembus belakang, dan korban kedua adalah anggota TPNPB atas nama Prek Sarera.
Pasca kejadian itu, seperempat masyarakat distrik Tangma mengungsi ke sejumlah tempat. Gereja Halihalo paling banyak dipilih sebagai lokasi pengungsian. Di gereja ini, ada 600-an orang. Mereka berasal dari tiga dari 3 Gereja: Halihalo, Aleng dan Puno.
Hal ini sebagaimana diakui Pdt. Reki Asipalek, seorang Hamba Tuhan yang juga sekretaris Klasis Tangma, kepada Theo Hesegem dan timnya.
“Semua kami arahkan tinggal di dalam gereja Yeriko. Di Gereja ini kami jadikan tempat tidur. Mereka semua tidur di sini,” kata Reki.
Kepada warga pengungsi, Theo Hesegem menyampaikan agar tidak usah takut, bebas bekerja, tetapi harus hati-hari jangan sampai masyarakat yang mengalami korban lagi.
“Kebebasan warga masyarakat sipil tidak boleh dihalangi oleh siapapun. Masyarakat bebas berkebun, dan bekerja. Tetapi harus hati-hati karena peluru itu gila, kalau dari kubu TNI dan TPNPB lepaskan tembakan nanti ada yang bisa tertembak. Jadi, perlu jaga diri,” tutur Theo.
Tim YKKMP juga menemui 10 jemaat di kantor Klasis Tangma. Dalam tatap muka, Theo Hesegem sampaikan tujuannya, datang menenangkan masyarakat yang ada di distrik Tangma.
“Masyarakat di sini harap tidak mengungsi keluar dari Tangma. Saya tidak mau masyarakat mengalami kehilangan tempat tinggalnya dan meninggal di daerah orang lain, tanpa jejak. Kami minta masyarakat tidak panik atas kehadiran aparat TNI.”
Theo berharap masyarakat tetap bertahan di kampung dan beraktivitas seperti biasanya.
“Kalau ada anggota datang, terima mereka sebagai teman dan jangan lari. Sebab yang mereka kejar adalah musuh, bukan masyarakat sipil,” ujarnya.
Sembari tetap bertahan, Theo menyarankan para pengungsi agar bila terjadi tindakan brutal, semua jemaat harus berkumpul di halaman kantor Klasis saja. []