
SORONG, SUARAPAPUA.com — Marthinus Ulimpa, anggota DPRK Sorong, saat reses di distrik Klaso, kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (21/6/2025), menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapeng) dengan beragam persoalan. Dua diantaranya, perlu perbaikan infrastruktur, dan rencana masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah adat suku Moi sub suku Moi Kelim.
Marthinus mengatakan, dalam pertemuan, masyarakat distrik Klaso menyampaikan sejumlah poin penting, terutama terkait infrastruktur dasar.
“Yang pertama adalah perbaikan menuju jalan distrik dan kampung-kampung yang selama ini rusak parah,” katanya.
Selain itu, Marthinus Ulimpa akui, masyarakat juga menyoroti kebutuhan penerangan dan jaringan telekomunikasi yang selalu dikeluhkan.
“Mereka membutuhkan listrik dan jaringan telekomunikasi. Di sini memang ada tower telekomunikasi [Bakti Aksi], tetapi jaringannya sudah tidak berfungsi,” ujar politisi Perindo itu.
Ulimpa menyebut, penolakan terhadap PT Fajar Surya Perkasa Grup juga menjadi poin penting yang sampaikan masyarakat dalam pertemuan. Kata dia, masyarakat minta lembaga legislatif dan eksekutif segera melanjutkan aspirasi mereka ke gubernur Papua Barat Daya.
Terlepas dari jabatan DPRD, sebagai bagian dari pemilik hak ulayat di lembah Klaso, Marthinus Ulimpa menegaskan ikut menolak kehadiran PT FSP Grup. Ia berjanji akan memperluas aspirasi masyarakat adat di lembah Klaso.
“Penolakan PT Fajar Surya Perkasa Grup ini merupakan satu masalah serius yang sedang trending topik di kabupaten Sorong. Masyarakat di lembah Klaso telah melakukan sumpah adat untuk menolak proyek senilai 24 triliun. Itu keputusan masyarakat. Pernyataan masyarakat sudah disampaikan secara langsung kepada DPRP Papua Barat Daya beberapa waktu lalu. Sekarang masyarakat melakukan sumpah adat, maka tugas kami memperjuangkan aspirasi masyarakat ke pemerintahan yang lebih tinggi,” tutur Marthinus.
Saat pertemuan itu, Wempi Magablo, warga kampung Siwis, distrik Klaso, berharap hasil reses DPRK Sorong dapat membawa perubahan bagi masyarakat 7 kampung yang ada di distrik Klaso.
“Harapan kami, apa yang telah disampaikan dalam pertemuan tadi dapat direalisasikan segera. Kami juga rindu untuk menikmati pembangunan dan bisa telepon dari rumah,” kata Wempi.
PT FSP Grup sebagai proyek kelapa sawit yang ditargetkan pada 13 distrik di kabupaten Sorong itu sebagai bagian dari upaya hilirisasi pangan dan energi nasional.
Review Perda MHA Demi Hutan Tersisa
Dalam pertemuan itu, Marthinus Ulimpa katakan sangat penting untuk melakukan peninjauan kembali (PK) terhadap peratuaran daerah nomor 10 tahun 2017 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat (MHA) di kabupaten Sorong.
Anggota dewan ini berpendapat, Perda MHA sudah tepat, hanya perlu ditinjau kembali untuk melihat sisi lemah dari Perda tersebut.
“Perda ini sudah berlaku sekitar lima tahun, sangat penting untuk direvisi. Kita perlu memperkuat Perda ini apalagi ancaman terhadap hutan tersisa milik suku Moi sudah sangat serius,” tegas Ulimpa.
Sebagai anggota Badan Legislasi (Baleg) DPRK Sorong, Marthinus menyatakan, akan mendorong usulan revisi Perda nomor 10/2017. Untuk itu, ia berjanji akan libatkan pihak semua pihak terutama para tokoh adat, pemerhati lingkungan dan HAM, serta akademisi.
“Demi menyelamatkan hutan yang tersisa, maka perlu revisi Perda MHA. Kita akan libatkan semua untuk membahasnya bersama. Selain itu, kita juga akan menekankan agar pemerintah kabupaten Sorong lebih aktif dalam memberikan pemahaman tentang Perda ini kepada masyarakat luas,” pungkasnya. []