SORONG, SUARAPAPUA.com — Leonardo Ijie, advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Karya Kita Anak Budaya (Kaki Abu) menilai otonomi khusus (Otsus) sudah jilid II, tetapi belum ada regulasi yang menjamin perlindungan pangan lokal di provinsi Papua Barat Daya (PBD).
Leonardo menyatakan, pemerintah daerah belum serius menciptakan regulasi yang menjamin ketahanan pangan lolak Papua sebagai komoditas ugulan dari Tanah Papua.
Menurutnya, pemerintah daerah juga belum serius menjamin peraturan daerah (Perda) mengatur tentang pasaran untuk produk lokal, seperti hasil kebun lainnya di kota Sorong. Terbukti, warung makan, restoran, dan hotel banyak membawa barang-barang hasil kebun dari luar Papua, seperti dari Manado dan lainnya, sehingga produk lokal tidak mendapatkan ruang pasaran.
“Dari Perda, kita berpikir bagaimana hasil kebun mama-mama Papua tidak dibawa ke pasar lagi. Kami berharap, ada hotel, rumah makan, restoran tampung mama-mama punya hasil kebun. Kenapa pemerintah tidak intervensi?” ujarnya saat workshop belanja isu dalam mendukung pengembangan program iklim yang efektif dan inklusif di provinsi PBD, Selasa (24/6/2025).
Ijie berharap jika hasil kebun ataupun komiditi lokal belum memenuhi standar permintaan supermarket, hotel, dan restoran, solusinya pemerintah harus berupaya mendorongnya, sehingga memenuhi syarat permintaan pasar.
“Hotel dan restoran semua membawa hasil kebun dari Manado seperti masyarakat di sini tidak tahu berkebun saja,” ujarnya bernada kesal.
Natalis Yewen dari Aliansi Masyarakat Adat Sorong Raya menilai, masyarakat mempunyai potensi lokal yang berlimpah karena sekarang masyarakat berkebun untuk menjual dan masyarakat kesulitan dalam mendapatkan pasar karena belum ada regulasi yang mengaturnya.
Oleh karena itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan karena yang memiliki warga adalah pemerintah, bukan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Yuliance Ulim, owner Sinagi Papua, selama ini fokus dalam pengembangan pangan lokal Papua, mengatakan, pangan lokal Papua adalah tanaman yang tumbuh dari kecil hingga besar di Tanah Papua, bukan tanaman yang diadopsi dari luar Papua. Ia mengajak masyarakat Papua untuk kembali membudidayakan pangan lokal dari setiap basis komunitas adat.
“Mari kita kembali membudidayakan tanaman yang benar-benar dari Papua. Itu yang menjadi nilai jual ke luar karena tanaman yang ada di kita belum tentu ada di luar wilayah lain,” ajak Yuliance. []