ADVERTORIALGubernur Meki Nawipa Tegaskan Pentingnya Pendidikan Anak-anak Terdampak Konflik

Gubernur Meki Nawipa Tegaskan Pentingnya Pendidikan Anak-anak Terdampak Konflik

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Anak-anak berusia sekolah dari daerah-daerah konflik tak memiliki masa depan seperti halnya anak-anak di daerah lain. Ikut orang tua mengamankan diri dari kemungkinan terdampak konflik lagi, mereka otomatis tak mendapatkan haknya: belajar. Cerahnya masa depan mereka kian suram akibat konflik berkepanjangan di kampungnya mereka seakan tiada berujung.

Fakta ironis, sudah cukup banyak anak yang seharusnya sedang bersekolah, justru ada di kamp pengungsian lantaran daerahnya dilanda konflik bersenjata antara dua kubu: TNI/Polri versus TPNPB.

Otomatis, mereka tak ada lagi ruang untuk mengembangkan potensi, belajar dan menggapai impiannya.

Gubernur provinsi Papua Tengah Meki Nawipa tak rela nasib anak-anak itu pupus karena konflik. Segala upaya terus dilakukan bersama delapan kepala daerah di Papua Tengah, guna memastikan akses pendidikan bagi anak-anak yang terdampak konflik.

Baca Juga:  Pemprov Papua Tengah Gandeng 20 Media Massa Demi Wujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Transparan

Kali ini gubernur memboyong sejumlah bupati ke Jakarta untuk mengajukan model Sekolah Rakyat (SR) kepada Kementerian Sosial.

“Bersama para bupati di Papua Tengah, kami sudah aspirasikan kepada bapak wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono di kantor Kementerian Sosial di Jakarta pada hari Rabu (2/7/2025) kemarin,” kata gubernur Meki Nawipa.

Menurut Meki, upaya itu dilakukan semata-mata untuk menyediakan akses pendidikan bagi anak-anak yang terdampak konflik bersenjata. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh kesempatan belajar yang sama untuk mengejar cita-cita masa depan.

“Generasi emas Papua Tengah ini kita harus pastikan mereka sekolah dengan baik. Sama seperti anak-anak di Nabire dan Timika. Tidak ada jalan lain kita tolong anak-anak ini, hanya melalui akses pendidikan yang baik,” ujarnya.

Baca Juga:  Pemda Jayawijaya Dukung Musyawarah Pembentukan Jaringan Perempuan

Karena itu, ia mengaku, bersama para bupati meminta kepada Kementerian Sosial untuk membangun satu SR di Nabire, agar sekolah tersebut nantinya diperuntukkan bagi anak-anak terdampak konflik.

“Kami sudah memohon pada Kemensos kalau bisa ada peluang di Nabire, ada 1 Sekolah Rakyat. Ada lahan seluas 10 hektare. Kalau ada kebijakan bisa dapat tahun ini, supaya anak-anak pengungsi dapat sekolah,” ucap Meki.

Selain Nabire, ia juga usulkan satu titik lagi Sekolah Rakyat di Mimika.

“Mimika juga saya minta agar ada Sekolah Rakyat,” lanjutnya.

Bagi Meki Nawipa, dua daerah ini dianggap sebagai daerah yang paling aman dari konflik, sehingga cocok sebagai lokasi Sekolah Rakyat.

Diakuinya, masyarakat saat ini mengungsi ke Nabire dan Mimika karena ada konflik di kabupaten lainnya. Sehingga, saat ini anak-anak pengungsi membutuhkan sekolah.

Baca Juga:  Gubernur Meki Nawipa Apresiasi 100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati Puncak

“Kami sekarang membutuhkan semua kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat yang mengungsi,” imbuh Nawipa.

Usulan Gubernur bersama para bupati dari Papua Tengah direspons baik oleh wakil Menteri Sosial. Kata Agus Jabo, tujuan diselenggarakan Sekolah Rakyat untuk memutus transmisi kemiskinan antargenerasi. Program sekolah berasrama gratis ini juga merupakan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga.

“Anak-anak di Sekolah Rakyat diharapkan memiliki ilmu, pengetahuan yang cukup, karakter kebangsaan, dan jadi pemimpin di masa depan,” kata Agus, dilansir kompas.com, Rabu (2/7/2025).

Wamensos menuturkan, anak-anak tersebut juga akan diberikan pendidikan keterampilan sesuai dengan potensi daerahnya. Lewat sekolah ini, anak-anak disekolahkan, orangtuanya diberdayakan, dan rumahnya diperbaiki.

“Presiden ingin anak-anak kita menjadi anak-anak yang menyongsong Indonesia Emas 2045,” tandasnya. [*/Adv]

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pelapor Khusus PBB Temui Korban Perampasan Tanah Adat di Papua

0
“Negara telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat kami. Perampasan tanah adat terjadi di seluruh Tanah Papua dari Sorong sampai Merauke,” kata Shinta, salah satu warga suku Malind korban PSN.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.