SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat suku Moi di kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, terus melakukan aksi menolak seluruh investor yang masuk karena akan mengancam keberadaan masyarakat adat suku Moi.
Agus Kalalu, salah satu aktivis masyarakat adat di Sorong, menyatakan, gempuran investasi di wilayah kepala burung terus mengancam eksistensi masyarakat adat.
“Aksi penolakan investasi terus kami lakukan baik kampanye lewat media sosial, media massa, bahkan aksi-aksi penolakan di kantor DPR, bupati hingga kantor gubernur Papua Barat Daya,” kata Agus kepada suarapapua.com di Sorong, Kamis (10/8/2023).
Dijelaskan, aksi penolakan investor di wilayah Sorong sudah dilakukan sejak 2011 lalu. Hal itu lantaran orang Moi tidak pernah sejahtera di atas tanah adatnya.
“Tidak ada sejarah kapitalis sejahterakan rakyat, justru sebaliknya ruang hidup masyarakat adat semakin hilang. Aksi penolakan ini bukan baru terjadi, tapi sudah lebih dari lima tahun kami suku Moi melawan investasi di wilayah kabupaten Sorong,” ujarnya.

Selain PT Hutan Hijau Papua Barat (HHPB), kata Kalalu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga ditolak oleh masyarakat adat suku Moi karena dinilai sudah sangat mengancam masyarakat adat Moi.
“PT HHPB, KEK, bendungan Warsamson dan banyak investor lain yang sedang dan akan masuk di tanah Moi tetap kami akan tolak,” tegasnya.
Aspirasi tersebut diserahkan tanpa ada negosiasi ataupun pembicaraan dengan pihak pemerintah maupun perusahaan.
“Apabila perusahaan tetap masuk di wilayah adat Moi, aktivitas pemerintahan di atas tanah Moi akan dilumpukan. Jadi, kami hanya serahkan aspirasi saja, dan tidak ada pembicaraan apa-apa. Intinya kami tetap kawal aspirasi kami,” ujar Agus.
Pilemon Ulimpa, perwakilan pemuda distrik Klayili, kabupaten Sorong, menegaskan, jika pemerintah tetap memaksakan untuk menghadirkan PT HHPB di wilayah adat mereka, maka pemerintah siap untuk menanggung resiko. Katanya, jangan salahkan masyarakat jika terjadi konflik.
“Kami sudah sampaikan surat penolakan PT HHPB yang ditandatangani oleh para tua adat, pemilik hak ulayat dan para ketua marga di atas meterai 10 ribu kepada kementerian terkait di Jakarta, Pemprov Papua Barat Daya, dan akan kami lanjutkan surat penolakan ke pemerintah kabupaten Sorong dalam hal ini pejabat bupati Sorong dan dinas-dinas terkait. Inti surat itu adalah kami menolak investor masuk di wilayah adat kami,” ujar Pilemon.
Ham Kilmi, perwakilan pemuda Sayosa Raya mengaku telah menyerahkan surat penolakan kepada Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia beberapa waktu lalu.
“Surat penolakan sudah kami serahkan ke Komnas HAM. Kami tetap akan melakukan aksi penolakan terus hingga pemerintah cabut semua izin investasi itu,” ujar Kilmi. []