adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditangani Genting Oil Kasuri Pte. Ltd berpotensi merugikan masyarakat adat Sumuri di kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat.

Genting Oil Kasuri Pte. Ltd dinilai gagal menerapkan Free, Prior, Inform dan Consent (FPIC) atau di Indonesia dikenal dengan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (Padiatapa).

Penilaian ini disampaikan Sulfianto Alias, aktivis lingkungan di kabupaten Teluk Bintuni. Ia mengaku cukup kaget setelah membaca salinan draf perjanjian pemanfaatan tanah ulayat antara pihak Genting Oil Kasuri Pte. Ltd dan masyarakat adat Sumuri yang dikirim salah satu masyarakat adat di kabupaten Teluk Bintuni.

“Dalam draf itu terdapat point yang mengatur pelepasan tanah ulayat dari masyarakat kepada pihak perusahaan. Padahal masyarakat adat Sumuri telah memperoleh pengakuan negara terhadap komunitas mereka,” katanya melalui pesan WhatsApp yang diterima suarapapua.com, Selasa (2/7/2024).

Sufianto menilai pemerintah kabupaten Teluk Bintuni tidak memiliki komitmen serius untuk melindungi hak masyarakat adat.

ads
Baca Juga:  Data Korban MD dan Luka-luka di Distrik Angguruk

“Seharusnya setelah pengakuan diberikan, pemerintah daerah harus mengambil tindakan melindungi hak ulayat mereka,” ujarnya.

Ia menyebut Genting Oil Kasuri Pte. Ltd sebagai salah satu investor PSN harusnya menerapkan prinsip Padiatapa.

“Seharusnya Genting Oil wajib melakukan sosialisasi terkait rencana pemanfaatan tanah dan pelepasan tanah masyarakat Sumuri di kampung. Jika Genting Oil dan pemerintah kabupaten Teluk Bintuni berkeinginan untuk pelepasan tanah, disampaikan kepada publik terutama masyarakat adat sekitar. Bukan diam-diam menyisipkan point pelepasan tanah ulayat dimasukkan dalam perjanjian,” tegasnya.

Dengan adanya poin pelepasan tanah ulayat dalam perjanjian tersebut, lanjut Sulfianto menilai Genting Oil Kasuri Pte. Ltd dan Pemkab Teluk Bintuni melanggar Undang-undang nonor 32 tahun 2009 tentang penerapan PFIC. Sebab itu, pemerintah daerah disarankan untuk melihat aturan yang berlaku.

“Pemerintah kabupaten Teluk Bintuni juga harus melihat kembali Undang-undang tersebut. Melanggar ketentuan FPIC berarti pemerintah akan melanggar Undang-undang dan potensi gugatan masyarakat akan semakin besar,” ujar Sulfianto.

Baca Juga:  Tanah Papua Ladang Pelanggaran HAM, GPRP Kecam Aksi Dukung UU TNI 

Dilansir portaljepe.id, penyerahan secara simbolis uang kompensasi sebesar Rp136.7 Miliar atas pemanfaatan lahan oleh Genting Oil Kasuri Pte. Ltd di distrik Sumuri batal diserahkan kepada tujuh marga dari Sumuri yakni marga Fossa, Sodefa, Mayera, Siwana, Dorisara, Wayuri dan Masipa sebagai pemilik hak ulayat.

Tarsisius Dorisara, kepala distrik Sumuri yang juga pemilik hak ulayat di WK Kasuri menyebutkan pada prinsipnya masyarakat menerima apa yang sudah menjadi kesepakatan terkait kompensasi yang diberikan Genting Oil Pte.Ldt.

“Hanya masyarakat kesal dengan perusahaan karena tidak terbuka terkait masalah kontrak lahan. Ini kan mereka kontra lahan untuk usaha tidak jelas kontraknya sampe kapan. Masyarakat minta harus ada kontrak kerjasama berapa tahun lahan akan disewa,” ujar Dorisara.

Surat Keputusan Bupati Teluk Bintuni

1. Keputusan bupati Teluk Bintuni nomor 188.4.5/087/2023 tentang pedoman penghitungan dan penetapan harga dasar, serta pembayaran kompensasi pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat di kabupaten Teluk Bintuni.

Baca Juga:  Drawing Liga 4 Curang, Ketum PSSI Tegaskan Pengundian Ulang

2. Keputusan bupati Teluk Bintuni nomor 188.4.5/088/2023 tentang penetapan harga dasar kompensasi tanam tumbuh dalam wilayah tanah ulayat masyarakat hukum adat di kabupaten Teluk Bintuni.

3. SK bupati peta hak ulayat marga suku Sumuri nomor 100.3.3.2/011.1 sampai dengan 100.3.3.2/011.19 tentang penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat marga-marga suku Sumuri di kabupaten Teluk Bintuni.

4. Keputusan bupati Teluk Bintuni nomor 188.4.5/083/2024 tentang pembentukan satuan tugas pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat untuk pembangunan.

5. Laporan akhir kajian nilai kompensasi pemanfaatan tanah ulayat nomor 008/LP/KPA.DFR/DFR.03/11/2024 tanggal 20 Februari 2024 oleh KJPP Dino Farid dan Rekan.

6. Laporan akhir kajian nilai kompensasi pemanfaatan tanah ulayat nomor 008/LP/KTT.DFR/DFR.03/IV/2024 tanggal 20 Februari 2024 oleh KJPP Dino Farid dan rekan.

7. Keputusan bupati Teluk Bintuni nomor 100.3.3.2/033 tentang besaran kompensasi hak ulayat untuk penggunaan lahan masyarakat adat untuk pengembangan lapangan AKM. []

Artikel sebelumnyaJohn NR Gobai Sarankan Pemerintah Daerah Perjuangkan Transportasi Layani Warga Pelosok
Artikel berikutnyaSidang Kasus Teror Bom Victor Mambor, LBH Pers dan Polisi Serahkan Bukti