Kenangan yang Ditinggalkan Paus Fransiskus untuk Bangsa Papua

0
19

Oleh: Selpius Bobii*
*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)

Pope Francis, help me West Papua”: “Paus Fransiskus, tolong saya (kami) Papua Barat” adalah sebuah ungkapan suara hati yang saya sampaikan berulang kali dengan derai air mata di saat Bapa Paus Fransiskus lewat di depan kami pada waktu berkunjung ke Vanimo, Minggu, 8 September 2024.

Setelah kembali pulang dari Vanimo – PNG, saya pernah membagi tulisan berikut ini:

“Mereka yang peduli dengan derita Papua adalah mereka yang bersuara untuk kemanusiaan dan keadilan bagi Papua Barat.”

“Mereka yang peduli dengan derita Papua adalah mereka yang turut membantu memikul salib perjuangan Papua Barat. Mereka yang peduli dengan derita Papua adalah mereka yang mendoakan kita agar kita ke luar dari badai.”

ads

“Mereka yang peduli dengan derita Papua adalah mereka yang menangis bersama kita di saat kita menangis. Terima kasih untukmu wahai mama-mama Papua di Vanimo yang telah mendukung kami bangsa Papua Barat dengan tangisan air mata ketika kami berteriak minta tolong bagi keselamatan Papua Barat kepada Paus Fransiskus pada 8 September 2024.”

Baca Juga:  Transformasi Transportasi Monorel di Papua Tengah Antara Kebutuhan dan Keinginan

“Tuhan memperhitungkan derai air matamu wahai para mama-mama di Vanimo, dan Tuhan pula yang akan membalas kepedulianmu kepada kami Papua Barat.” Demikian tulisku dalam dinding Facebook dan WhatsApp.

Paus Fransiskus hanya mendengar seruan Papua terkait kerinduan uskup pribumi Papua. Kerinduan umat Katolik itu telah dijawab oleh Paus Fransiskus dengan mengangkat dua orang imam pribumi Papua menjadi uskup, yaitu Mgr. Dr. Yanuarius Teofilus Matopai You, Pr, uskup keuskupan Jayapura, dan Mgr. Dr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA, uskup terpilih keuskupan Timika, yang akan ditahbiskan menjadi uskup pada 14 Mei 2025.

Pengangkatan dua orang imam asal Papua menjadi Uskup di dua keuskupan di Tanah Papua dan penobatan Santo kepada Beato Peter To Rot, seorang Katekis asal PNG, oleh Paus Fransiskus telah mengukir sejarah Gereja Katolik di Tanah Papua.

Hanya saja, selama beliau menjabat sejak tahun 2013, Paus Fransiskus tidak pernah menyinggung pelanggaran HAM dan kejahatan negara Indonesia terhadap bangsa Papua. Tragedi kemanusiaan yang terjadi di negara negara lain di belahan dunia, Bapa Paus Fransiskus respons dengan sangat cepat, tetapi tragedi kemanusiaan di Tanah Papua selama ini belum pernah diresponsnya.

Baca Juga:  In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih

Kebisuan Kepausan Vatikan di Roma terhadap jutaan tragedi kemanusiaan di Tanah Papua adalah merupakan suatu kelalaian terhadap tugas perutusan penggembalaan Gereja terhadap umatnya.

Kebisuan Kepausan Vatikan selama puluhan tahun terhadap jutaan tragedi kemanusiaan Papua itu menandakan bahwa “mata hati Kepausan Vatikan” telah lama menjadi “buta” dalam memandang pelbagai masalah kemanusiaan terhadap bangsa Papua.

Memang patut diberi jempol bahwa Paus Fransiskus sejak 2013 telah menaruh hati untuk menegakkan keadilan dan perdamaian dunia. Walaupun dalam hal masalah kemanusiaan terhadap bangsa Papua tidak pernah diangkat di publik olehnya, tetapi pernyataan Bapa Paus di depan presiden Joko Widodo saat berpidato di Istana Presiden di Jakarta pada waktu berkunjung ke Indonesia awal September 2024 adalah teguran dan peringatan atas berbagai tragedi kemanusiaan yang berulang kali dilakukan oleh negara Indonesia termasuk tragedi kemanusiaan di Tanah Papua.

Kini Paus Fransiskus yang ramah dan rendah hati, serta humanis yang sangat peduli terhadap keutuhan ciptaan Tuhan itu telah berpulang ke hadirat Takhta Bapa di Surga pada 21 April 2025 pukul 07.37 waktu Vatikan. Sementara masih ada masalah yang beliau belum pernah sentuh, salah satunya adalah masalah hak-hak dasar bangsa Papua yang diabaikan selama beberapa dekade.

Baca Juga:  Bangkit dari Kematian Paksa Kolonial

Bangsa Papua bersama para simpatisan masyarakat internasional yang peduli akan terus berjuang untuk menegakkan keadilan dan kebenaran demi terwujudnya damai sejahtera di pulau Cenderawasih dan dunia pada umumnya. Karena damai bagi Papua adalah damai bagi Indonesia dan Timur Tengah, serta damai bagi dunia.

Semoga “ketulusan cinta” akan keadilan dan perdamaian itu semakin tumbuh bersemi di hati Bapa Suci (Paus baru) yang akan terpilih dalam waktu dekat. Semoga mata hatinya terbuka dalam melihat tragedi kemanusiaan di dunia, termasuk tragedi kemanusiaan di negeri Cenderawasih – negeri di ujung Timur dunia – negeri Papua yang malang dan yang merana seorang diri dalam mencari keadilan di dunia yang penuh ambisius dan egois.

Atas pertolongan Tuhan, Papua pasti bisa!. (*)

Nabire, 22 April 2025

Artikel sebelumnyaWarga Yuguru Tak Nyaman Usai Bebaskan Pilot Susi Air