SORONG, SUARAPAPUA.com— Perempuan Adat di kabupaten Sorong Selatan berharap adanya peraturan daerah (perda) yang melindungi kearifan lokal, pembatasan pejualan produk lokal serta pasar lokal berbasis budaya.
Harapan ini disampikan dalam takshow bertajuk “Tanfers Pengetahuan dan Pangan Lokal” yang terselenggara dalam festival Hutan Adat Papua yang diprakasai oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat di kampung Bariat, distrik Konda pada 22-23 April 2025.
Devianti Sesa, koordinator kelompok Nadli Sfa di kampung Wehali mengatakan para pelaku usaha lokal sangat mengharapkan kehadiran pemerintah dalam mendukung usaha-usaha yang dilakukan masyarakat, terutama pelaku usaha yang notabanenya orang asli Papua lebih khususnya orang asli Sorong Selatan.
“Kami berkarya tetapi kami kehilang ruang dalam pasaran,” katanya kepada suarapapua.com belum lama ini.
Oleh sebab itu bagian ini merupakan upaya peningkatan perekonomian masyarakat.
Masyarakat di kabupaten Sorong Selatan saat ini sedang berupaya meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan potensi lokal. Maka peran penting pemerintah dalam mewujudkan semua hal itu diharapkan.
“Pemerintah jangan hanya hadir saat momentum festival atau pameran. Pelaku usaha butuh dukungan yang nyata. Kami butuh pasar khusus serta pembatasan penjualan produk lokal,” jelas perempuan yang konsen dalam pembuatan noken dan kain tenun itu.
Yulita Sawor, perwakilan UMKM di Sorong Selatan menambahkan promosi dan pasaran menjadi kendala utama yang dihadapi pelaku usaha berbahan dasar lokal.
Ia berharap Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdangan (Koperidag) kabupaten Sorong Selatan agar dapat melihat jeli persoalan yang dihadapi dihadapi pelaku usaha asli Sorong Selatan.
“Kami masyarakat dilatih dan dibimbing oleh sejumlah LSM,NGO seperti Yayasan Pusaka, Econusa, Bentara Papua dan lainnya untuk mengangkat nilai jual produk lokal. Tetapi hari ini kami kesulitan dalam promosi dan pasaran, harusnya hal ini didukung oleh pemerintah, dinas terkait sehingga produk-produk yang kami hasilkan tidak sia-sia tapi dapat terjual baik di Papua Barat Daya atau diseluruh Indonesia,” katanya.
Sementara itu, mama Grice Mondar, seniman perempuan asal suku Afsya menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap kearifan lokal.
Ia mengakui bahwa perkembangan zaman dan pengaruh global menyebabkan generasi muda mulai kehilangan identitas.
“Budaya kita kini semakin terancam, pemerintah sering bikin acara dan undang artis dari luar dan tidak melakukan pembinaan terhadap seninam di Sorong Selatan. Hal ini membuat generasi muda kita semakin tidak mengenal dan mengetahui budaya kita sendiri,” ujar Grice.
Grice berharap pemerintah kabupaten Sorong Selatan dapat meningkatkan budaya lokal melalui berbagi iven-iven maupun muatan lokal dalam sekolah.
“Orang luar tidak akan mengenal budaya kita. Maka kita yang harusnya memperkenalkan budaya kita kepada orang luar. Ada acara-acara resmi pemerintah itu harus yang ditampilkan budaya lokal bukan budaya dari luar. Selain itu budaya juga harus masuk dalam dunia pendidikan biar kita punya anak-anak juga tahu dan lebih mengenal budaya ini diusia muda,” pungkasnya.