BeritaPeringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Editor :
Elisa Sekenyap

SORONG, SUARAPAPUA.com— Momentum International Womans Day (IWD) yang jatuh pada 8 Maret setiap tahunnya diperingati Komite Aksi Hari Perempuan dengan melakukan mimbar bebas di depan Lampu Merah Maranatha, Kota Sorong pada, Jumat (8/3/2024).

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Hari Perempuan melakukan aksi mimbar bebas sekitar pukul 15.00 WIT,

Selain memberikan selebaran kepada pengendara roda 2 maupun roda 4 yang melintas berisikan apa itu IWD.

Pihak Komite Aksi juga membawa 10 persoalan yang dirasa perlu disorot berkaitan dengan kesejahteraan perempuan.

Yanti Jitmau salah satu anggota massa dari komite aksi mengungkapkan, IWD yang diperingati tiap 8 Maret tak hanya jadi momen seremonial. Namun menjadi simbol perlawanan dan penegasan bahwa perempuan mampu berperan dalam segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Baca Juga:  Fatayat NU dan HWDI Desak Pelaku Penculikan dan Pemerkosaan Ul Dihukum Maksimal

“8 Maret menjadi alarm pergerakan perempuan untuk terus mengawal dan memangkas segala bentuk diskriminasi gender bahkan bentuk-bentuk diskriminasi kepada kaum perempuan,” ungkapnya saat berorasi.

Dalam kesempatan yang sama, Jitmau juga menyuarakan kepada seluruh masyarakat untuk melindungi perempuan Papua dan segala bentuk kekerasan.

Katanya, jika perempuan Papua terus mendapatkan tindakan kekerasan maka kehidupan di tanah Papua akan mati.

“Sudah banyak kasus kekerasan yang dialami perempuan Papua, baik secara verbal maupun non verbal. Oleh sebab itu Stop lakukan kekerasan terhadap perempuan di tanah Papua,” tegasnya.

Senada disampaikan Ronald, salah satu orator lainnya yang mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak bisa di selesaikan dengan jalan damai atau pembayaran tanpa adanya proses hukum.

Baca Juga:  LBH Papua Desak Kapolri Proses Aparat Pelaku Kekerasan Saat Aksi Penolakan MBG

“Segala jenis kekerasan terhadap perempuan harus dilawan. Hukum harus di tegakkan seadil -adilnya sehingga ada efek jerah bagi para pelaku kekerasan, ” tegasnya.

Usai massa aksi menyampaikan orasi secara bergiliran, mereka membubarkan diri dengan aman dan tertib.

Berikut sepuluh poin pernyataan sikap Komite Aksi memperingati Hari Perempuan.

  1. Mendesak agar penanganan kasus kekerasan seksual tidak hanya menggunakan restoratif justice, melainkan harus lebih pada komprehensif sehingga adanya pemulihan korban dari trauma.
  2. Segera usut tuntas penganiayaan dan pembunuhan yang di lakukan oleh oknum aparat kepolisian Pegunungan Bintang terhadap salah satu perempuan Papua beberapa waktu lalu.
  3. Berikan kuota sebesar 50 persen bagi perempuan Papua dalam berpolitik dan dunia kerja di berbagai sektor kerja.
  4. Berikan ruang yang aman bagi perempuan di Tanah Papua.
  5. Usut tuntas kasus mutilasi terhadap ibu Tarina Murib.
  6. Hentikan segala jenis diskriminasi dan eksploitasi berbasis gender.
  7. Mendukung perjuangan masyarakat adat Awyu dalam mempertahankan tanah adat dan mendesak untuk segera mengesahkan RUU masyarakat adat.
  8. Tarik seluruh militer organik dan non-organik dari seluruh teritorial west Papua.
  9. Segera hentikan eksplorasi tambang Blok Wabu dan segera tutup PT.Freeport, BP LNG Tangguh, MIFE dan seluruh perusahaan kapitalis di tanah Papua.
  10. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi West Papua.
Baca Juga:  Benda Arkeologi Papua Tidak Dipindahkan

Terkini

Populer Minggu Ini:

Enam Ribu Personil Militer Indonesia Kuasai Wilayah Perang di Papua

0
“Ribuan personel angkatan militer Indonesia yang dikirim dari pusat secara diam-diam melalui kapal sipil, pesawat sipil dan yang berprofesi sebagai intelijen belum diketahui dan itu hanya diketahui oleh Panglima TNI dan DPR RI atas kebijakan pertahanan negara Indonesia dari ancaman perjuangan politik Papua Barat,” demikian ditulis dalam siaran persnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.