Para siswa inisiasi atau peserta didik suku Moi, sub suku Moi Salkma. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

Oleh: Yusuf Sawaki

)* Dosen Universitas Papua

Selain dalam bentuk kamus, sudah banyak bahasa-bahasa daerah di Papua yang diteliti dan ditulis grammar/tatabahasanya, mulai dari periode pekerjaan misionaris dari tahun 1855 sampai sekarang.

Tatabahasa Biak Numfor ditulis oleh Carl Ottow (1860-an) sampai dengan Suriel Mofu (2008). Tatabahasa Ambai oleh Peter Silzer (1983); Maybrat oleh Philemina Dol (2010), Abun oleh Keith dan Christine Berry (1999); Wandamen oleh Emily Gasser (2014), Wooi (Yusuf Sawaki, 2016); Ambel di Raja Ampat oleh Laura Arnold (2018), dan masih banyak lagi.

Hanya saja, seperti yang tampak di atas, sebagian besar karya tatabahasa ini ditulis oleh peneliti asing. Hanya sebagian kecil saja yang ditulis oleh peneliti-peneliti orang asli Papua.

ads
Baca Juga:  Gereja Main Tambang?

Di Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) Universitas Papua (Unipa), khususnya di program studi Sastra Inggris, mahasiswa linguistik diwajibkan menulis skripsi tentang bahasa-bahasa daerah di Papua. Sudah ratusan skripsi yang dihasilkan — mulai dari wilayah selatan Papua di Merauke tentang bahasa Marind, ke utara Jayapura tentang bahasa Tobati, Sentani, Kayu Pulo, juga bahasa Biak, Ambai, Waya, dan bahasa lain di Teluk Cenderawasih. Tatabahasa beberapa bahasa di Pegunungan Tengah, di wilayah Kepala Burung dan Raja Ampat, juga telah ditulis dalam bentuk skripsi.

Baca Juga:  Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tanah Papua Harus OAP, Aspirasi Lama

Semua skripsi yang disebut di atas itu ditulis oleh mahasiswa S1 program studi Bahasa Inggris.

Kekuatan di FSB Unipa, adalah banyak mahasiswa dari berbagai suku di Papua yang masih lancar berbahasa daerah. Jadi ini merupakan satu kekayaan yang dapat menjadi sumber inspirasi akademik. Selain itu, ini merupakan perwujudan misi program studi Bahasa Inggris, FSB Unipa untuk mengkaji dan menyimpan bahasa-bahasa daerah dalam bentuk skripsi sebagai bagian dari visi dokumentasi bahasa-bahasa daerah di Papua.

Di Universitas Papua juga terdapat Center for Endangered Languages Documentation (CELD), atau Pusat Dokumentasi Bahasa-bahasa Yang Terancam Punah. Ini saya dirikan pada tahun 2009 melalui kerja sama dengan Cologne University di Jerman, yaitu dengan Prof. Nikolaus Himmelmann.

Baca Juga:  MRP Rusak Ketika Perjuangkan Pemekaran DOB

Visi dan misi lembaga ini adalah menjadi pusat dokumentasi bahasa-bahasa daerah di Papua. Sekarang sudah lebih dari 10 bahasa yang memiliki dokumentasi lengkap, baik dokumentasi tulisan maupun dokumentasi audio dan video. Lembaga ini masih self-funded dan dibiayai atas kerjasama dengan universitas dari luar negeri. Alangkah baiknya jika pemerintah di Tanah Papua juga dapat menunjang pendanaan untuk kerja-kerja dokumentasi bahasa daerah di Papua. (*)

Artikel sebelumnyaSatu Anggota Bawaslu Papua Tengah Dipecat DKPP