BeritaPolhukamLP3BH Dukung Amnesty International Untuk Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc

LP3BH Dukung Amnesty International Untuk Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc

PAPUAN, Manokwari — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mendukung upaya advokasi lembaga hak asasi manusia internasional, seperti Amnesty International untuk mendesak segera dibentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Ad Hoc atas kasus penculikan, penganiayaan dan penghilangan paksa terhadap para aktivis pro demokrasi di Indonesia, pada tahun 1997-1998 menjelang jatuhnya rezim Orde Baru.

LP3BH mendasarkan desakan ini pada amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Deklarasi Universal tentang HAM (the Universal Declaration of Human Rights 1948).

Baca Juga:  HMPT Tegas Menolak UU TNI dan MBG di Tanah Papua

Demikian disampaikan Sekertaris Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, Minggu (24/3/2013) pag tadi.

Dikatakan, tidak selesainya pengungkapan kebenaran dan keadilan di balik kasus penculikan dan penghilangan paksa para ativis pada tahun 1997-1998 mengakibatkan posisi Indonesia menjadi jelek di mata masyarakat internasional.

Karena itu, pemerintah yang berkuasa saat ini di bawah Pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menunjukkan komitmen yang tegas untuk itu, sebab diduga banyak perwira tinggi militer yang terlibat.

“Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc atas kasus 1997-1998 tersebut harus segera dilakukan Pemerintah Indonesia bersama DPR RI dan DPD RI  ini demi memperbaiki citra buruk Indonesia dalam konteks perlindungan hak asasi warganya, dalam konteks pergaulan internasional sebagai sebuah negara demokrasi yang besar,” kata Warinussy, yang juga pengacara senior di Papua Barat.

Baca Juga:  Sekjen Amnesty International Memantau Situasi HAM dan Maraknya Praktik Otoriter di Indonesia

Bagaimanapun, lanjut Warinussy, seharusnya para mantan perwira militer (TNI) yang telah diduga terlibat dalam tindakan penculikan, penganiayaan dan penghilangan paksa terhadap para aktivis pro demokrasi pada taahun 1997-1998 tersebut tahu diri dan malu serta tidak memaksakan dirinya ikut terlibat dalam rencana suksesi kepemimpinan nasional Indonesia tahun 2014 mendatang.

Sebaiknya, partai-partai politik nasional yang kini tengah bersiap dalam melakukan penjaringan calon-calon Presiden dan Wakil Presiden agar memeperhatikan dengan sungguh aspek keterlibatan para calon dalam konteks track record dalam perlindungan HAM dan penegakan huku di Indonesia.

Baca Juga:  Mahasiswa Puncak se-Indonesia Sikapi Situasi HAM Papua

LP3BH Manokwari juga mendesak agar Pengadilan HAM Ad Hoc yang kelak dibentuk nantinya di Indonesia juga tidak saja berhenti pada kasus penghilangan dan penculikan ativis pro demokrasi tahun 1997-1998 saja, tapi juga pada kasus pelanggaran HAM Berat tahun 1965 sesuai temuan Komnas HAM serta kasus pelanggaran HAM Berat di tanah Papua tahun 1963-1970.

Serta, kasus penyanderaan peneliti nasional dan internasional di Mapenduma dan kasus penembakan/eksekusi kilat atas aktiovis KNPB Mako Tabuni belum lama ini.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Enam Ribu Personil Militer Indonesia Kuasai Wilayah Perang di Papua

0
“Ribuan personel angkatan militer Indonesia yang dikirim dari pusat secara diam-diam melalui kapal sipil, pesawat sipil dan yang berprofesi sebagai intelijen belum diketahui dan itu hanya diketahui oleh Panglima TNI dan DPR RI atas kebijakan pertahanan negara Indonesia dari ancaman perjuangan politik Papua Barat,” demikian ditulis dalam siaran persnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.