
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mahasiswa, pemuda dan masyarakat Pegunungan Bintang dengan tegas menolak rencana dilanjutkannya Otonomi Khusus Papua jilid dua.
“Kami tolak Otsus jilid II. Kami rakyat Papua siap untuk referendum, sebab hadirnya Otsus bukan untuk membangun diri dan Papua, tetapi tidak ada dampak,” kata Frans Waisi, salah satu mahasiswa Pegunungan Bintang kepada suarapapua.com di Waena, Jayapura, Kamis (9/7/2020).
Ia menilai Otsus itu hanya alat yang digunakan elit-elit politik lokal dan pusat dengan kepentingan mereka, sehingga menghambat perjuangan Papua yang berdampak pada memperpanjangan penderitaan rakyat Papua.
“Dengan hadirnya Otsus itu membuka lapangan kerja dan membuka akses untuk kolonial menguasai tanah Papua, dan mengorbankan rakyat Papua demi kepentingan Indonesia serta dunia. Kami minta segera pihak ketiga hadir di tanah ini dan segera gelar referendum, sebab rakyat Papua dari Sorong sampai Merauke sudah nyatakan sikap tolak Otsus,” kata Waisi.
Frans menambahkaan bahwa penentuan Otsus jilid II berlanjut atau tidak ada di tangan rakyat Papua. Oleh sebab itu semua pihak di Papua maupun di Pusat untuk tidak mengatasnamakan rakyat Papua.
“Kami melihat isu media saat ini ada oknum-oknum yang mengatasnamakan rakyat Papua, sementara rakyat Papua tidak pernah memberikan satu rekomendasipun untuk bicara Otsus. Jadi yang bicara tanah Papua adalah rakyat Papua, karena mereka yang merasakan penderitaan di atas tanah ini. Sekarang saatnya masyarakat yang pegang skop, linggis, nelayan, petani, dan buruh yang harus bicara Otsus, karena mereka yang punya hak,” tegasnya.
Senada disampaikan Otmar Ningdana, perwakilan pemuda dan rakyat Pengunungan Bintang. Ia minta agar ada pertanggungjawaban dari elit-elit Papua, baik di Papua maupun di Jakarta.
“Sebelum bicara Otsus jilid II, sekarang kami minta pertanggungjawaban dana Otsus dari elit-elit politik di Papua,” ujarnya.
Ia menyatakan, Otsus telah gagal, sehingga tidak perlu dibicarakan lagi dan tidak perlu dilanjutkan.
Otsus itu hadir karena masalah Papua merdeka, dan dengan keterpaksaan, sehingga pantas rakyat Papua tidak merasakan kesehjateraan. Maka saat ini merupakan waktunya untuk rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri.
Pewarta : Yanuarius Weya
Editor : Elisa Sekenyap