Tanah PapuaMamtaSoal Tanah Selesai Baru Sertifikat Diberikan Sesuai Data Korban Banjir Bandang

Soal Tanah Selesai Baru Sertifikat Diberikan Sesuai Data Korban Banjir Bandang

SENTANI, SUARAPAPUA.com — Sejumlah hal yang menjadi bagian dari hak masyarakat adat harus dituntaskan pemerintah kabupaten Jayapura. Soal perumahan bantuan bagi korban banjir bandang, berikut sertifikat, serta bantuan tunai per keluarga, mestinya diselesaikan sebelum masa jabatan bupati berakhir.

Hal ini dipertanyakan Lidia Mokay, aktivis perempuan asal tanah Tabi, saat jumpa pers di kediaman Ondofolo Ifale Jhon Suebu, Senin (12/12/2022).

“Adat lebih dulu ada baru pemerintah masuk. Adat dan pemerintah harus berdampingan. Hak adat harus diperhatikan dengan benar. Kenapa setiap surat masuk tidak pernah diperhatikan? Ini bagian dari wilayah kerja pemerintah kabupaten Jayapura. Hak adat dan hak ulayat harus diperhatikan serius,” ujarnya.

Lidia tegaskan, pemerintah segera bereskan hak-hak masyarakat yang sampai hari ini belum jelas itu.

Dari beberapa hal yang masih menggantung, ia menyebutkan soal sertifikat tanah untuk perumahan sementara sejauh ini belum diterbitkan. Sertifikasi tersebut untuk warga korban yang menempati rumah bantuan banjir bandang.

Baca Juga:  Sertijab Bupati Paniai, Martha Pigome: Setiap Pemimpin Ada Masanya

“Sertifikat tanah untuk perumahan sementara itu juga belum dikeluarkan, padahal sudah beberapa kali kami naik minta. Per kepala di 300 rumah itu harus ada sertifikat. Pemerintah daerah harus keluarkan sertifikatnya,” kata Lidia.

Perumahan bantuan Buddha Tzu Chi merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang diperuntukan bagi korban yang terdampak banjir bandang Sentani, 16 Maret 2019.

“Perumahan bantuan ini dibangun pemerintah pusat melalui Yayasan Buddha Tzu Chi. Sedang tanah ini berapa yang Pemda bayar, sekian ratus miliar itu ada dimana uangnya? Setelah rumah jadi, isi rumah dari depan sampai belakang harus dilengkapi sebelum masyakarat masuk dan itu dananya ada,” bebernya.

Lidia Mokay juga menanggapi bantuan Rp5 juta per kepala keluarga yang tidak terbagi secara merata.

Baca Juga:  Tingkatkan Pelayanan, Pertamina PNR Papua-Maluku Gandeng Pemda Pastikan SPBU Sentani

“Terus, bantuan lima juta per keluarga itu ada yang tidak dapat. Uang 40 miliar hilang itu, hilang kemana?.”

Terpisah, Hana Salomina Hikoyabi, pelaksanaan harian (Plh) bupati kabupaten Jayapura, mengatakan, tanah yang diperuntukan untuk pembangunan rumah sementara korban banjir bandang masih terus dibayar.

“Soal tanah itu masih belum kita bayar lunas. Luasnya 55 ribu meter persegi. Pembayarannya masih dilakukan bertahap, jadi belum lunas. Pembayaran itu tidak pernah kita pegang uang di tangan. Dari rekening P2KP ke rekening pak Biniluk,” kata Hana.

Penyelesaian tanah di Kemiri masih belum sesuai untuk empat sertifikasi di atas tanah tersebut.

“Ada empat sertifikat di atas lokasi yang belum diselesaikan itu satu sertifikat. Jadi, pembayaran dilakukan setiap tahun,” lanjutnya.

Hana menjelaskan, mengapa sertifikasi sebagai bukti kepemilikan belum juga diserahkan kepada itu untuk menghindari hal-hal yang nanti merugikan mereka yang benar-benar korban banjir bandang.

Baca Juga:  Uskup Terpilih Keuskupan Timika Segera Dilantik, Johannes Rettob Ketua Panitia

“Kami juga sudah dengar ada banyak yang jual beli rumah bantuan itu. Sertifikat untuk perumahan itu ada, tapi kami belum bisa kasih langsung karena persoalan tanah belum selesai. Nanti kalau belum selesai terus mereka jual rumah lapis tanah itu akan jadi masalah lagi. Soal tanah sudah selesai barulah kami serahkan sertifikat tanah sesuai dengan nama-nama korban banjir bandang di Kemiri. Sebenarnya bukan kami tidak mau kasih, cuma tunggu selesai dulu pembayaran tanahnya saja,” tutur Hikoyabi.

Pembayaran tanah Kemiri ini dilakukan dengan menggunakan uang negara, sehingga dilakukan secara prosedur yang berlaku.

“Ini uang negara yang kami pakai bayar. Kalau serahkan sertifikat, bukti apa yang bisa Pemda pegang? Hal ini harus dipahami baik,” imbuhnya.

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Tong Bicara Tapi Dong Jalan Terus, Buku Analisis Tentang Lingkungan dan...

0
“Jadi buku ini ditulis melalui analisis kritis. Jadi disitu ada persoalan, tetapi A bilang saya tidak tahu, B bilang saya tidak tahu. Nah dibelakang ini siapa yang bermain. Misalnya otonomi khusus. Otsus itu sebuah paradikma baru. Jakarta bilang kami sudah kasih [dana] miliaran, tapi faktanya di Papua tidak sejahtera,” kata Prof. Levan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.