Tanah PapuaDomberaiBPAN Ingatkan Pemerintah Harus Dengar Aspirasi Masyarakat Adat Moi

BPAN Ingatkan Pemerintah Harus Dengar Aspirasi Masyarakat Adat Moi

SORONG, SUARAPAPUA.com — Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) mengingatkan pemerintah berhenti memaksa kehendaknya untuk menetapkan lokasi ibu kota provinsi Papua Barat Darat (PBD). Pemerintah harus menghargai keputusan masyarakat adat suku Moi terkait pembangunan perkantoran PBD.

Esau Klagilit, ketua BPAN Region Papua, menegaskan, penolakan pembangunan perkantoran PBD di wilayah pemerintahan kabupaten Sorong telah mendapat dukungan dari tujuh sub suku Moi. Karena itu, pemerintah mesti menghormati dan menghargai setiap keputusan masyarakat adat suku Moi.

“Rencana pembangunan ibu kota provinsi itu kami dari wilayah adat Moi Sigin dengan tegas menolak masuk di wilayah adat kami karena akan merusak sisa hutan adat kami yang ada di Moi Sigin,” ujarnya kepada suarapapua.com di sekretariat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya, Selasa (13/12/2022).

Lanjut Klagilit, “Kami di wilayah Moi Sigin sudah banyak memberikan lahan untuk negara ini. Pertama, lokasi transmigrasi. Setelah itu, perkebunan kelapa sawit dalam skala besar. Hampir sebagian lahan kami sudah habis. Jadi, untuk ibu kota provinsi itu dengan tegas kami tolak.”

Sikap tolak tersebut kembali dikumandangkan dalam sidang adat yang diselenggarakan Dewan Adat Suku Moi pada 8 Desember 2022. Sidang dengan tema “untuk menyatukan konsep dan pemikiran yang positif dalam mewujudkan kebersamaan untuk membangun melalui iman, kata dan perbuatan.”

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

Esau menyebut itu keputusan bulat seluruh eleman masyarakat adat menolak wacana pembangunan perkantoran di wilayah adanta.

“Kami tidak berbicara, terserah pemerintah mau atur bagaimana, tetapi yang jelas penetapan lokasi kantor kah itu kami tolak. Karena kami sudah tidak punya tempat lagi. Semua kami sudah kasih ke pemerintah,” tegasnya.

Fiktor Klafiyu, ketua Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Segun Gisim Waimon (Segiswa) menyatakan, generasi suku Moi sudah wajib hukumnya memperjuangkan hak-hak dasar suku Moi.

Karena itu, ujar Fiktor, penolakan pembangunan perkantoran provinsi Papua Barat Daya yang diwacanakan dibangun di wilayah kabupaten Sorong akan terus dilakukan hingga pemerintah harus tindaklanjuti.

“Kami menolak rencana pemerintah bantun kantor gubernur dan perkantoran lainnya di kabupaten Sorong. Karena sangat merugikan kami masyarakat adat Moi Sigin. Hutan adat yang ada itu untuk anak cucu kami 5-10 tahun yang akan datang,” ujar Klafiyu.

“Kalau ada pembangunan pasti akan bikin rusak hutan adat kami yang mengandung bahan-bahan tradisional lokal. Hutan itu tempat tinggal sekaligus pelestarian pendidikan adat, dan lain-lain. Kami tolak karena hanya ini yang kami punya.”

Baca Juga:  Festival Angkat Sampah di Lembah Emereuw, Bentuk Kritik Terhadap Pemerintah

Senada, Soleman Nibra, ketua pengurus daerah BPAN Moi Sigin, menegaska, tidak setuju dengan perencanaan pembangunan ibu kota provinsi baru itu karena dipastikan akan mengancam wilayah adatnya. Apalagi pemekaran daerah baru membutuhkan lahan besar dan itu berada di wilayah masyarakat adat Moi.

“Sikap penolakan lebih pada dampaknya nanti akan merusak sisa hutan adat yang ada di Moi Sigin,” ujar Soleman.

Yakub Klagilit, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong, kepada suarapapua.com, mengungkapkan maraknya perampasan tanah adat yang disertai munculnya konflik horizontal terjadi akibat kebijakan sepihak pemerintah.

“Saya sebagai mahasiswa generasi penerus menolak rencana pemerintah tetapkan ibu kota provinsi Papua Barat Daya di wilayah adat Moi Sigin. Sebab saya anggap kehadirannya akan mengancam kami, mengakibatkan hilangnya hutan dan wilayah adat,” kata Yakub.

Dibeberkan dalam catatannya, “Tanah adat di wilayah Moi Sigin telah dikepung oleh investor yang datang atas kebijakan dan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika provinsi baru ini juga dipaksakan dan Moi Sigin ditetapkan sebagai ibu kota, maka masyarakat adat Moi Sigin akan hancur dari atas wilayah adatnya sendiri. Pasti akan kehilangan hutan, kehilangan tanah, kehilangan dusun sagu, dan kehilangan mata pencariannya.”

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Karena itulah pemerintah diingatkan agar perlu melihat kondisi masyarakat adat Moi Sigin apalagi sejauh ini masyarakat adat sedang berjuang mempertahankan wilayah adat yang masih tersisa.

“Masyarakat adat Moi yang menolak terhadap rencana itu memahami betul bahwa kehadiran provinsi baru merupakan ancaman baru bagi hutan dan tanah adat mereka, sehingga sikap tolak merupakan upaya untuk menyelamatkan hutan dan tanah adat yang tersisa.”

Untuk itu, Yakub tegaskan, perjuangan masyarakat adat Moi Sigin patut dihargai pemerintah demi menjaga tanah sebagai sumber kehidupan masyarkat adat.

“Masyarakat adat Moi Sigin berjuang mempertahankan wilayah adat sebagai sumber kehidupan mereka. Masyarakat adat harus didukung agar mampu bersaing dengan masyarakat pada umumnya. Maka, sebagai mahasiswa dari Moi Sigin, saya tegaskan kepada pemerintah jangan memaksakan ibu kota PBD di wilayah adat Moi Sigin,” tegas mahasiswa Fakultas Hukum itu.

Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.