Rilis PersPelajar Mahasiswa Yahukimo di Manado Sikapi Situasi Terkini di Dekai

Pelajar Mahasiswa Yahukimo di Manado Sikapi Situasi Terkini di Dekai

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perhimpunan Pelajar dan mahasiswa asal kabupaten Yahukimo di kota studi Manado, provinsi Sulawesi Utara, menyampaikan pernyataan sikap menyikapi situasi daerah dengan menggelar jumpa pers bertema “Hentikan operasi militer di Yahukimo”. Aksi penyampaian aspirasi berlangsung di Manado, Sabtu (1/4/2023).

Sebelum jumpa pers, moderator menjelaskan sikap pelajar dan mahasiswa Yahukimo di Manado tidak lupa menyoroti serangkaian kejadian di Dekai, ibu kota kabupaten Yahukimo, yang mengakibatkan situasi keamanan berubah tidak kondusif bagi warga masyarakat beraktivitas seperti biasanya.

Selain itu, sejumlah tuntutan yang pada intinya mendesak segera hentikan pengiriman militer dan operasi militer di Yahukimo juga disampaikan dalam jumpa pers.

“Konflik bersenjata di Papua akan terus terjadi, selama pemerintah menerapkan pendekatan militer. Oleh karena itu, penambahan, pengiriman dan operasi militer di kabupaten Yahukimo segera dihentikan,” ujarnya mengawali jumpa pers.

Baca Juga:  Berangus Kebebasan Pers dan Demokrasi, KKJ Tolak Perpol 3/2025

Octo Heluka, koodinator lapangan (Korlap) Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa Yahukimo di Manado, mengungkapkan fakta konflik di Tanah Papua tidak pernah diselesaikan karena pemerintah terus melakukan pendekatan militeristik yang sesungguhnya menambah persoalan semakin rumit dan tidak berujung hingga hari ini.

“Kami menolak dengan tegas adanya penambahan pasukan TNI dan Polri serta pendirian pos-pos militer di kabupaten Yahukimo. Masalah sudah terjadi sangat lama, tetapi tidak pernah pemerintah mau selesaikan dengan baik. Pemerintah maunya berlakukan pendekatan militeristik. Resikonya sama rakyat sipil, bahkan dianiaya, dibunuh, ditembak walaupun tanpa kesalahan,” tegas Octo.

Oleh karena itu, pemerintah didesak untuk mengevaluasi cara penanganan konflik di Papua yang selama ini diberlakukan dengan pendekatan militeristik antara lain dengan pendropan pasukan bersenjata dan disertai pendirian pos-pos militer yang justru memperburuk situasi di wilayah adat Yahukimo.

Baca Juga:  Diseminasi Hasil Penelitian: Dinamika Sosial dan Kerja Paksa di Tanah Papua

“Pemerintah sudah tahu kalau pendekatannya selama ini gagal menyelesaikan akar masalah. Rakyat sipil selalu menjadi korban dari konflik TPNPB dan TNI/Polri, tetapi terus menggunakan pendekatan yang sama dengan cara menambah pos-pos militer dan penambahan pasukan dari berbagai kesatuan. Hal itu kesalahan besar yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” tukasnya.

Selain itu, mereka juga soroti proses pelantikan kepala suku di Yahukimo yang dilakukan bupati tanpa pertimbangan dan persetujuan dari seluruh elemen rakyat Yahukimo.

Menyikapi kondisi riil di wilayah kabupaten Yahukimo, kami pada kesempatan ini menyampaikan beberapa poin tuntutan, yaitu:

1. Negara Indonesia segera tarik pasukan militer organik dan non organik dari wilayah kabupaten Yahukimo maupun seluruh tanah air West Papua;

Baca Juga:  Sekjen Amnesty International Memantau Situasi HAM dan Maraknya Praktik Otoriter di Indonesia

2. Hentikan tindakan tangkap menangkap terhadap warga sipil di Yahukimo tanpa bukti yang jelas dan stop intimidasi warga sipil di Yahukimo dan seluruh Papua;

3. Negara Indonesia segera membuka akses jurnalis lokal, nasional dan internasional di seluruh Papua;

4. Pemerintah Yahukimo stop membuka ruang untuk membangun pos-pos militer di wilayah kabupaten Yahukimo;

5. Kami gugat Bupati dan Wakil Bupati Yahukimo agar mempertimbangkan kembali proses pelantikan Kepala Suku tanpa adanya persetujuan dari seluruh komponen masyarakat adat Yahukimo;

6. Berikan akses perlindungan hak-hak anak untuk sekolah.

Demikian tuntutan Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa kabupaten Yahukimo di kota studi Manado, Sulawesi Utara. Kami minta segera ditindaklanjuti.

Manado, 1 April 2023
Korlap Octo Heluka

Terkini

Populer Minggu Ini:

Tong Bicara Tapi Dong Jalan Terus, Buku Analisis Tentang Lingkungan dan...

0
“Jadi buku ini ditulis melalui analisis kritis. Jadi disitu ada persoalan, tetapi A bilang saya tidak tahu, B bilang saya tidak tahu. Nah dibelakang ini siapa yang bermain. Misalnya otonomi khusus. Otsus itu sebuah paradikma baru. Jakarta bilang kami sudah kasih [dana] miliaran, tapi faktanya di Papua tidak sejahtera,” kata Prof. Levan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.