ArtikelPemkab Tambrauw dan Produk Kejahatan

Pemkab Tambrauw dan Produk Kejahatan

Oleh: Theo Esyah*
)* Pemerhati Lingkungan; Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Uncen Jayapura

Kelihatannya pemerintah daerah dan DPRD kabupaten Tambrauw tergesa-gesa membahas pembentukan Pansus (Panitia Khusus) dengan upaya pemekaran daerah otonom baru (DOB) kabupaten Mpur. Pemerintah atau lembaga terkait hari-harinya senang menciptakan masalah baru.

Berapa bulan terakhir kita digemparkan dengan tambang ilegal di distrik Kwoor, begitu hal dengan masalah lainnya seperti palang-memalang. Masalah baru kian tumbuh subur ulah hasil produksi oleh pemerintah daerah dan lembaga legislatif. Dipikir seakan manusia dalam lembaga semua isi otak kosong dengan hati Lucifer.

Ada dua hal pokok masalah penting menjadi rujukan dituntut segera dilakukan, selain masalah konflik tentang isu lingkungan semakin marak di kabupaten Tambrauw, juga masah DOB baru-baru ini lagi hangat diikuti saat keluarnya surat rapat internal DPRD guna membentuk Pansus Pemekaran Kabupaten Mpur.

Pertama: Selesaikan Masalah Sentimen Politik

Sebaiknya tujuan daripada bentuk Pansus sebelum membahas pemekaran DOB Mpur lebih dulu selesaikan masalah-masalah dasar terjadi hingga kini, bahkan cenderung berpotensi memicu konflik horizontal melebar antar masyarakat di Lembah Kebar.

Katakan saja peristiwa kubu politik masa lalu seperti Manokwari Barat dan Tambrauw banyak menimbulkan jatuh korban dan kerugian harta benda tidak terhitung jumlahnya dari kubu Manokwari Barat (Manbar) atau Tambrauw.

Sayangnya, sampai saat ini belum ada penyelesaiannya, bahkan Pemkab Tambrauw terkesan sejak awal memelihara dan memanfaatkan isu DOB sebagai ajang menggalang massa demi kepentingan politik.

Kelihatannya Pemkab Tambrauw tidak ada inisiatif mengatasi konflik, justru merawat isu DOB yang tidak diduga sewaktu-waktu menghadirkan peristiwa luar biasa. Bisa saja memakan korban jiwa dan pertumpahan darah.

Banyak kasus kita jumpai di masyarakat luas yang dinilai penting mesti ada keterlibatan pemerintah untuk mengatasinya. Terutama kubu-kubu politik bertikai.

Saya pikir penting bahwa Pemkab Tambrauw segera menghadirkan dua kubu bertikai untuk selesaikan masalah. Kalau terus biarkan, berbahaya bagi sesama masyarakat dan juga memperhambat pembangunan yang diprogramkan oleh pemerintah Tambrauw sendiri. Contoh kasus beberapa kampung di Kebar Timur hari ini belum merasa bagian dari kabupaten Tambrauw, seperti Kampung Jandurauw dan lainnya.

Sentimen politik terjadi konflik kemudian masyarakat setempat saling menyerang, kubu Tambrauw melarang kepada kubu Manbar untuk tidak menggunakan fasilitas pembangunan dari kabupaten Tambrauw. Misalnya tahun lalu tidak ada akses penerangan (PLN) masuk ke kampung Jandurauw bahkan sampai kini. Begitu pula pembangunan lain.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Saling mencurigai dengan tidak memberikan ruang seluasnya kepada kubu Manbar untuk mencalonkan diri sebagai kepala kampung atau mengisi dalam perangkat lain seperti sekretaris kampung, bendahara, Bamuskam atau aparat-aparat di kampung terkait.

Tidak habis di situ. Sentimen ini dibawa sampai saling mengkriminalisasi, melarang saudara-saudari dari kubu Manbar tidak boleh tes CPNS di kabupaten Tambrauw. Sampai saat ini banyak kaum terpelajar dari bagian Kebar Timur tinggal menganggur. Ijazah sarjana ditumpuk simpan dalam rumah.

Dampaknya, selain Pemkab Tambrauw menciptakan pengangguran, juga merawat kebencian, kemudian berpotensi merusak ikatan sosial masyarakat yang sudah lama terjalin.

Data yang saya himpun tahun 2022 lalu saat turun ke kampung Jandurauw, bahwa hal yang melatarbelakangi izin investasi dari PT Nuansa Lestari Sejahtera masuk beroperasi di Kebar Timur karena masyarakat menilai anak-anak mereka sudah lama menyimpan ijazah sarjana dan tidak bisa kerja di kabupaten Tambrauw, lebih baiknya menerima perusahaan masuk dengan alasan agar anak-anak ini bisa melamar kerja, mencari nafkah untuk membiayai hidup. Istilahnya: “Daripada ijazah sarjana tinggal karat, lebih baik terima perusahaan dan kita masuk kerja.”

Rentetan peristiwa telah digambarkan di atas apabila tidak segera diatasi, maka dinilai Pemkab Tambrauw tidak mampu memberikan perlindungan dan gagal memajukan kesejahteraan serta rasa damai di tengah masyarakat.

Kedua: Memperbaiki SDM Tambrauw

Kabupaten Tambrauw cukup memberikan banyak pelajaran berharga kepada masyarakat luas. Saya merasa masyarakat dari 29 distrik dan 216 kampung tersebar di empat suku besar dan satu sub-suku di Tambrauw tentu tahu dan merasakan persis dampak pembangunan selama ini.

Pemerintah kabupaten Tambrauw dan DPRD berhenti menciptakan isu atau membahas DOB. Alangkah baiknya fokus membangunkan SDM sebagai tujuan sekaligus aspirasi paling mulia.

Slogan “Tambrauw for Tambrauw” adalah murni pencitraan hasil produk Pemkab Tambrauw, elite-elite lokal dan DPRD yang membodohi masyarakat Tambrauw. Nyatanya orang pendatang (amber) banyak mengambil posisi penting, menguasai semua lini pemerintahan maupun birokrasi.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Pertanyaan refleksi: Apakah pengambilan posisi penting oleh orang amber itu karena anak Tambrauw asli tidak memiliki kemampuan? Jika benar adanya menghadirkan DOB kabupaten Mpur, siapa yang kerja? Bukankah suku Mpur juga bagian dari kabupaten Tambrauw saat ini mengalami krisis sumber daya manusia (SDM)?

Jangan-jangan kembali menghadirkan slogan baru “Mpur for Mpur” sebagai alat penaklukan membungkam mulut dan daya nalar masyarakat Mpur, kemudian kelak dimekarkan kabupaten justru menghadirkan pendatang berbondong-bondong menguasai sistem, dan membiarkan masyarakat Mpur terlantar hingga menderita di atas tanah leluhurnya.

Lantas, layakkah kita kembali mengingat seperti dahulu Tambrauw: Memang benar pendatang banyak karena kabupaten Mpur tidak memiliki SDM memadai?

Woy, Pemkab Tambrauw, dinas-dinas dan ketua DPRD bersama seluruh jajarannya. Kalian bangun! Jangan banyak ketiduran dan terus menghadirkan kesengsaraan menyiksa masyarakat. Saatnya bangun SDM itu jauh lebih penting dari apapun!.

Mengingat Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Ekonomi Dr. Panutan Sulendrakusuma, mengatakan dalam audiensi dengan Gabriel Asem saat itu masih bupati Tambrauw, bahwa perlu fokus ke pembangunan SDM.

Dia tekankan salah satu yang perlu adalah mengembangkan pendidikan keterampilan. Misalnya ada BLK (Balai Latihan Kerja) yang berdasarkan komunitas dengan basis dari kebutuhan masyarakat setempat.

Kemudian, dalam audiensi itu, Gabriel Asem mengatakan, pembangunan di wilayahnya tidak seperti pembangunan kota pada umumnya. Hal itu dikarenakan kabupaten ini merupakan wilayah pemekaran dan masih baru, dimana akses belum optimal.

Ada beberapa masalah dan kendala yang dipetakan, yaitu isolasi antar wilayah, perumahan belum memadai, produksi belum optimal, jaringan listrik, hak ulayat tanah adat, keterbatasan APBD, serta ibukota kabupaten yang masuk dalam kawasan hutan lindung.

Dalam audiensi itu, Gabriel Asem juga memaparkan beberapa data kabupaten Tambrauw, diantaranya tingkat kemiskinan 36,67% dengan target 30%; PDB per kapita Rp9 juta dengan target Rp10,5 juta; kini ratio 0.365 dengan target 0.355; dan tingkat pengangguran 1,17% dengan target 1,15%.

Karena kabupaten Tambrauw waktu masih bergabung provinsi Papua Barat merupakan salah satu fokus penetapan daerah tertinggal 2020-2024 berdasarkan Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2020. Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kriteria daerah tertinggal ditentukan berdasarkan perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah tertentu.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Dalam matriks pembangunan RKP 2021, Proyek Prioritas Pembangunan Wilayah Adat Papua (Domberay) bertujuan untuk meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di 11 kabupaten/kota di provinsi Papua Barat, salah satunya kabupaten Tambrauw. (Sumber, antaranews.com).

Sementara data lain yang menjelaskan bukti rendahnya kualitas SDM di kabupaten Tambrauw Terlihat dari data yang telah dihimpun oleh Forum Komunikasi Pencaker Anak Tambrauw (FKPAT) yakni jumlah pencaker sebanyak 877 orang dengan pendidikan tertinggi adalah SMA sebanyak 444 orang, D3 sebanyak 111 orang, dan S1 sebanyak 322 orang.

Berdasarkan pendataan itu, 279 orang antara lain bekerja sebagai honorer daerah, dinas, distrik maupun tenaga kontrak. Sedangkan 598 orang tidak bekerja. Data ini dikumpulkan berdasarkan lima suku dan 29 distrik serta 216 kampung di kabupaten Tambrauw. (Sumber, suarapapua.com).

Senada juga dikemukakan oleh kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tambrauw Yosep Yewen, “Kita melihat dari data tahun ke tahun IPM masyarakat Tambrauw masih terendah di Papua Barat. Saya anak asli Tambarauw merasa malu kalau dikatakan orang Tambrauw tertinggal dan lainnya. Sekarang saya fokus siapkan SDM, bukan bangun gedung-gedung (sekolah).” Sumber, suarapapua.com, Rabu 30 November 2022.

Hal tersebut dilakukan karena IPM kabupaten Tambrauw dari tahun 2019 hingga 2021 masih sangat rendah di tingkat provinsi Papua barat. Pada 2019, IPM berkisar 52,90, sedangkan tahun 2020 naik satu angka yaitu 53,45, dan tahun 2021 hanya naik 0,26%, sehingga menjadi 53,71%.

Dari sekian data ini, ketika tidak ditanggapi serius, maka disimpulkan bahwa Pemkab dinilai gagal berdayakan SDM anak asli Tambrauw. Apalagi memaksakan pemekaran kabupaten Mpur, saya secara terbuka mengatakan bahwa rencana itu (pemekaran) adalah rencana yang sengaja diciptakan guna melancarkan kepentingan perut oleh segelintir orang dalam hal ini oknum-oknum DPRD dan Pemkab Tambrauw. Tidak menutupi kemungkinan terbukti bahwa Pemkab dan DPRD sengaja menciptakan masyarakat Mpur dalam ancaman hidup di masa akan datang. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

0
“Jika kelas jauh ini tidak aktif maka anak-anak harus menyeberang lautan ke distrik Salawati Tengah dengan perahu. Yang jelas tetap kami laporkan masalah ini sehingga anak-anak di kampung Sakarum tidak menjadi korban,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.