SORONG, SUARAPAPUA.com — Thomas Ch. Syufi, direktur eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), mendesak Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbuka terhadap proses hukum kasus penganiayaan hingga meninggalnya Moses Yewen.
Karena sampai sekarang tidak ada kejelasan dan keterbukaan informasi kepada keluarga terkait kasus penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya salah satu warga asal kabupaten Tambrauw pada 7 Mei 2021 itu.
Thomas menyatakan, patut dipertanyakan sejauhmana kejelasan proses hukum atas kasus tersebut.
“Almarhum Moses Yewen diduga dianiaya oleh dua oknum anggota Satgas TNI dari Yonif RK 762/VYS di Fef, Tambrauw, Papua Barat Daya, pada tanggal 9 April 2021,” kata Thomas dalam pesan WhatsApp yang diterima suarapapua.com, Minggu (16/6/2024) malam.
Diungkapkan, kasus penganiayaan itu terjadi tiga tahun lalu, tetapi hingga saat ini belum ada kepastian dan kejelasan terkait proses hukumnya.
“Padahal, keluarga korban dan masyarakat sangat mengharapkan kasus ini harus diusut dan diproses hukum secara benderang, agar kedua oknum anggota TNI pelaku penganiyaan bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai ketentuan hukum pidana umum maupun militer sebagai wujud dari apa yang disebut individual criminal responsibility (tanggungjawab pidana secara individu) agar terpenuhinya keadilan bagi korban, keluarga korban, dan masyarakat luas,” tuturnya.
Lantaran proses hukumnya tidak transparan, POHR minta Panglima TNI dan Pangdam XVIII/Kasuari harus terbuka terhadap kasus ini sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas institusi TNI terhadap publik.
“Selama ini semua proses hukum berjalan senyap yang menimbulkan kesimpangsiuran dan ketidakjelasan atas kepastian hukum dan keadilan korban. Ini sangat mencederai rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat Tambrauw pada umumnya,” lanjut Thomas.
Sebaiknya, tekan pengacara muda ini, perlu adanya keterbukaan untuk semua tahapan proses hukum kasus Moses Yewen.
“Harus ada keterbukaan informasi, apakah kedua oknum anggota TNI itu sudah divonis oleh pengadilan militer atau belum? Bila sudah, berapa tahun hukumannya? Ataukah memang belum diputus karena kendala apa? Kiranya ini perlu penjelasan secara terbuka kepada keluarga korban dan masyarakat. Sekaligus masyarakat juga bisa dapat memastikan bahwa hukum tegak secara fair atau tidak.”
Lanjut Thomas, “Keadilan tidak boleh ditegakkan di ruang yang senyap dan parsial oleh satu pihak, tetapi keadilan wajib dibentangkan dalam koridor yang terbuka dan diketahui oleh semua pihak, terutama korban, keluarga korban, dan khayalak.”
Dari data kronologis kasus penganiayaan secara brutal apalagi korban Moses Yewen sampai meninggal dunia, POHR menyebut kasus tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran hukum berat dan kejahatan terhadap martabat individu korban. Oleh karenanya, pelaku layak diganjar hukuman maksimal, yakni penjara dan hukuman tambahan berupa pemecatan kedua oknum prajurit TNI itu.
“Karena pendekatan brutal dan premanisme oknum anggota TNI seperti ini membuat trauma, juga memicu konflik dan dendam dari masyarakat terhadap institusi TNI, serta menghambat tumpuan dan harapan Panglima TNI dan Kasad yang mendorong agar prajurit TNI senantiasa mencintai dan dicintai rakyat,” pungkasnya.
Diberitakan media ini sebelumnya, Yosep Titirlolobi, direktur Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Papua Optimis (LBH Gerimis) Papua Barat, sebagai kuasa hukum Moses Yewen, menjelaskan, kasus tersebut sudah ditangani Polisi Militer (POM) dan persidangannya di Jayapura.
“Kasusnya sudah masuk di Polisi Militer dan sidang di Jayapura. Kami tidak bisa masuk ikut proses dalam persidangan militer. Saya akan konfirmasi lagi ke mereka,” kata Yosep melalui pesan WhatsApp.
Moses Yewen meninggal dunia secara tiba-tiba di rumahnya, kampung Wayo, distrik Fef, pada Jumat (7/5/2021). Itu setelah beberapa waktu sebelumnya tepat 9 April 2021, ia dianiaya dua anggota tentara berpakaian sipil. Keduanya diketahui anggota Satgas Yonif RK 762/VYS di Fef.
Setelah babak belur dipukul dari dalam warung makan milik anggota TNI, Moses Yewen diseret di jalan raya hingga tiba di pos Satgas Yonif 762.
Merespons ketidakjelasan kasus tersebut, keluarga mendiang Moses Yewen bahkan melakukan pemalangan pos Satgas Yonif 623/BWU di Fef, ibu kota kabupaten Tambrauw, Minggu (16/6/2024) siang. []