JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perjuangan panjang dilakukan John NR Gobai selama menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) provinsi Papua, antara lain memperjuangkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat Papua terutama yang berdomisili jauh dari jangkauan akses transportasi laut, darat dan udara.
“Tidak tega kita membiarkan masyarakat selalu hidup dalam penderitaan. Sedangkan program pemerintah ada, ketika mendapat jabatan yang cukup, sewajarnya kita memperjuangkan apa yang menjadi kerinduan masyarakat kita. Coba lihat susahnya masyarakat di belakang gunung, yang tinggal di pesisir laut, yang di kepulauan, mereka selalu kesulitan mau pasarkan ikan hasil tangkapan atau hasil kebun. Untuk itulah, saya perjuangkan adanya transportasi darat, laut, dan udara.”
Demikian John NR Gobai, mantan anggota DPR provinsi Papua dari jalur pengangkatan, mengungkapkan sepak terjangnya memperjuangkan kebutuhan masyarakat Papua terutama yang berdomisili jauh dari jangkauan akses transportasi, Rabu (18/12/2024).

Masyarakat kampung Yegeiyepa, Apogomakida, Deneiode, Egipa, Ideduwa, Ukagu, Tibaugi, dan Kegata, distrik Piyaiye, kabupaten Dogiyai, butuh jasa penerbangan udara agar tak sulit mengangkut hasil kebun untuk dijual di Mowanemani, Timika, Nabire ataupun Kaimana. Begitupula masyarakat di distrik Jita, kabupaten Mimika, atau masyarakat di distrik Teluk Umar, distrik Yaur, dan distrik Wapoga, kabupaten Nabire. Juga masyarakat di distrik Biandoga, Agisiga, Homeyo dan Wandae, kabupaten Intan Jaya, masyarakat distrik Dogomo, Dumadama, Youtadi, dan Siriwo, kabupaten Paniai, serta masyarakat di kabupaten Puncak dan Puncak Jaya, merindukan adanya akses transportasi udara.
Kerinduan mereka telah diperjuangkan John NR Gobai ke pemerintah provinsi Papua maupun kini setelah dimekarkan yakni pemerintah provinsi Papua Tengah, agar ada kemudahan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
“Kalau daerah lain ada layanan transportasi, mengapa saudara-saudara kami yang lain tidak merasakan kemudahan yang sama? Itu yang melatarbelakangi saya untuk terus berjuang ke pemerintah provinsi dan pemerintah pusat di Jakarta. Satu dua sudah kami berhasil. Ada bus, ada kapal perintis, ada pesawat subsidi. Kita syukuri itu. Seluruh masyarakat harus merasakan manfaat dari kehadiran pemerintah, baik provinsi, kabupaten, distrik sampai di tingkat bawah yakni kampung. Setiap warga negara layak mendapat perhatian yang sama dari pemerintah,” tutur John.
Tidak cuma jago menyusun sejumlah draft rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) dan rancangan peraturan daerah provinsi (Raperdasi), mantan ketua Dewan Adat Papua (DAP) daerah Paniai itu juga piawai menjadi jembatan ke pemerintah memperjuangkan aspirasi rakyat. Ia bahkan pula kerap turun langsung temui massa aksi ketika diblokade di pertengahan jalan.
Banyak karya nyata telah dilakukan selama dua periode menjabat sebagai legislator di DPRP, namun ia akui banyak juga yang perlu diperjuangkan lagi.
Hingga kini tak sedikit aspirasi rakyat belum direspons pemerintah. John berharap itu menjadi catatan khusus untuk digenapi pemerintah demi menyembuhkan “luka batin” masyarakat Papua selama puluhan tahun “obat penenang” bernama Otonomi Khusus (Otsus) diberlakukan menanggapi menguatnya aspirasi kemerdekaan sejak tahun 1998.
Berharap seluruh masyarakat merasakan kehadiran pemerintah. Maka, pemerataan pembangunan wajib diperhatikan. Tak ada lagi anak tiri di negara ini.

John contohkan distrik Jita yang ada di perbatasan kabupaten Mimika dan kabupaten Asmat. Juga Teluk Umar dan Yaur adalah dua distrik yang ada di perbatasan kabupaten Nabire dan kabupaten Teluk Wondama. Begitupun Wapoga adalah daerah perbatasan antara kabupaten Waropen dan kabupaten Nabire, nama distrik Wapoga ada di dua kabupaten: Nabire dan Waropen.
“Empat daerah ini terdapat di wilayah pesisir pantai atau laut. Ada juga daerah yang harus masuk melalui sungai yaitu di distrik Jita, kabupaten Mimika,” sebutnya.
John akui sejak puluhan tahun lalu, daerah-daerah ini tidak pernah disinggahi kapal perintis.
“Saya sungguh merasa prihatin dengan kondisi ini, karena saya cukup mengetahui kebutuhan masyarakat setempat,” ucap alumnus Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang itu.
Distrik Wapoga dahulu dilayani oleh kapal perintis, tetapi menurutnya, cukup lama kemudian tidak terlayani.
“Baru kami melakukan upaya untuk mendorong agar distrik Wapoga juga dapat dilayani oleh kapal perintis. Bersyukur, sejak bulan Januari 2024 sudah ada pelayanan juga.”
“Menurut saya, cara mendekatkan pelayanan pemerintahan harus ditunjang dengan adanya sarana transportasi, baik transportasi udara, laut maupun darat. Juga, sarana komunikasi agar semua dapat berjalan secara maksimal. Untuk tujuan itulah, selama ini saya berjuang, mengupayakan adanya kapal perintis ke distrik terjauh di kabupaten-kabupaten yang ada di pesisir pantai di provinsi Papua Tengah, yakni kabupaten Nabire dan kabupaten Mimika,” bebernya.

Sejak awal tahun 2024, kata John, untuk wilayah Wapoga, Teluk Umar dan Yaur telah disinggahi kapal perintis. Pelayanannya telah berlangsung dengan baik sampai hari ini.
“Kemudian, pada tahun 2025 akan berjalan lagi dengan penambahan rute, yaitu dari Nabire menuju Yaur, Teluk Umar, serta juga Weinami dan Wapoga. Dengan itu, tidak hanya trayek seperti yang sekarang yaitu dari Wapoga, Teluk Umar, Yaur dan ke Nabire, tetapi ada juga sebaliknya kembali ke kampung serta dari Wapoga ke Nabire dan dari Nabire ke Wapoga,” kata Gobai.
Terkait dengan pelayanan kapal perintis di distrik Jita, kabupaten Mimika, lanjut John, berawal dari ketika memprotes manajemen PT Freeport Indonesia terkait dengan fenomena pendangkalan di sungai-sungai yang menjadi jalan bagi sarana transportasi masyarakat ke distrik yang ada di wilayah timur kabupaten Mimika.
“Saya kemudian berpikir kalau hanya memprotes PT Freeport saja tentu tidak memberikan solusi, mungkin kurang bagus. Maka, kemudian saya bertekad perjuangkan adanya kapal perintis untuk dapat singgah di pelabuhan Sipu-sipu, distrik Jita, agar masyarakat di sana tidak menemukan masalah transportasi akibat pendangkalan yang disebabkan operasi PT Freeport. Ya, kapal perintis untuk distrik Jita akan dimulai pelayanannya pada tahun 2025 dengan rute Agats – Sipu-sipu, dan Pomako – Sipu-sipu – Agats,” urainya.

Setelah selama dua periode di lembaga DPRP mewakili wìlayah ìni terus memperjuangkan hadirnya pelayanan kapal perintis di wilayah provinsi Papua Tengah bagian utara dan selatan, John bilang akan sampaikan ucapan terima kasih kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, direktur Angkutan Laut, serta Kasubdit Angkutan Laut Dalam Negeri dan stafnya.
Juga, kepada kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua Tengah bersama staf, kepala Dinas Perhubungan provinsi Papua Selatan dan staf, serta kepala Dinas Perhubungan provinsi Papua bersama stafnya.
“Tidak lupa juga saya ucapkan banyak terima kasih kepada kepala distrik Jita bersama masyarakat kabupaten Mimika di distrik Jita, juga kepala distrik Yaur dan kepala distrik Teluk Umar beserta masyarakat kabupaten Nabire di distrik Yaur dan Teluk Umar.” []