
SORONG, SUARAPAPUA.com — Satuan Reskrim Polres Teluk Bintuni Polda Papua Barat bergerak cepat menangani kasus penganiayaan yang menimpa Sulfianto Alias, direktur LSM Panah Papua, Jumat (20/12/2024) dini hari.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dan juga rekaman CCTV yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) pertama, polisi telah memeriksa lima orang yang menjadi terduga pelaku aksi brutal itu.
Mereka adalah LA, MM, FMW, BM dan DAS. Nama yang disebut pertama LA, adalah anak dari salah satu calon bupati Teluk Bintuni periode 2024-2029. Sedangkan DAS adalah oknum anggota polisi.
Penyidik Satreskrim telah memeriksa 5 orang terduga pelaku, sejak perkara ini dilaporkan korban ke SPKT pada Jumat (20/12/2024) pagi.
Hingga saat ini penyidik masih meminta keterangan dari para terduga pelaku untuk mendalami peran dari masing-masing terduga pelaku.
Informasi yang dihimpun Suara Papua, para terduga pelaku bersedia menyerahkan diri ke polisi pada Jumat malam, setelah dilakukan pendekatan persuasif oleh aparat keamanan.
“Iya, tadi saya lihat mereka sudah diperiksa penyidik. Hanya beberapa nama yang saya kenal, seperti LA dan FMW. Selebihnya saya tidak kenal,” kata Roy Marthen Masyewi, anggota DPRD kabupaten Teluk Bintuni, Sabtu (21/12/2024) pagi.
Roy bersama sejumlah aktivis lingkungan Teluk Bintuni sebelumnya melakukan aksi di halaman Mapolres Teluk Bintuni. Mereka meminta polisi segera menangkap para pelaku pengeroyokan terhadap Sulfianto Alias.

Sulfianto menjadi korban aksi brutal sekelompok orang saat keluar dari kafe Cenderawasih di Kalitubi, Bintuni Timur. Dari keterangan korban, setidaknya ada tiga lokasi yang menjadi tempat aktivis lingkungan itu dikeroyok.
Selain di dalam gedung dan halaman parkir kafe Cenderawasih, Sulfianto juga dibawa ke tempat terpencil di kawasan Tanah Merah untuk dianiaya. Saat sudah di lokasi ini, Roy Marthen Masyewi sempat menghubungi handphone korban.
Setelah tergeletak tak berdaya, Sulfianto ditinggalkan begitu saja oleh para pelaku. Sulfianto akhirnya berusaha bangkit dan berjalan menuju jalan raya untuk mencari pertolongan.
Motif sementara yang muncul, tindak kekerasan itu terkait dengan urusan Pilkada Teluk Bintuni yang berlangsung pada 27 November 2024 lalu.
“Saya dituduh ada kerjasama politik dengan ibu kepala distrik Merdey dan pak Roy Masyewi, untuk memenangkan pasangan YOJOIN. Saya dipaksa suruh mengaku, dengan ancaman akan ditembak pakai pistol,” kata Sulfianto. []