Yohan Bodory, wakil bupati kabupaten Sorong Selatan, saat membuka festival Hutan Adat suku Afsya di kampung Bariat, distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, Selasa (22/4/2025). (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

KONDA, SUARAPAPUA.com — Wilayah kabupaten Sorong Selatan menjadi target eksploitasi yang mengancam tanah dan hutan adat. Karena itu, sangat penting bagi semua pihak untuk menjaga tanah adat dari tangan-tangan tak bertanggungjawab.

Pernyataan tersebut dikemukakan Yohan Bodory, wakil bupati kabupaten Sorong Selatan, saat membuka festival Hutan Adat suku Afsya di kampung Bariat, distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, Selasa (22/4/2025).

Wakil bupati Sorong Selatan dalam sambutannya menggarisbawahi pentingnya persatuan antara warga dan pemerintah dalam menjaga tanah adat dari tangan-tangan yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam secara tidak bertanggungjawab demi menjaga kehidupan generasi penerus di masa depan.

Baca Juga:  Reses DPR Provinsi, Masyarakat Mare Soroti Masalah KBM di SD YPPK Santo Mikael Suswa

“Tanah kita di Sorong Selatan sudah jadi target eksploitasi. Kita harus bersatu melawan para pelaku yang merusak hutan masyarakat adat di daerah ini,” tegas Yohan.

Wabup menyatakan, hukum telah memberikan perlindungan jelas terhadap hak-hak masyarakat adat, termasuk wilayah hutan yang mereka kelola secara turun-temurun.

ads

“Undang-undang telah menjelaskan secara rinci bahwa siapa pun yang ingin masuk ke wilayah adat harus menghormati hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

Terkait investasi di kabupaten Sorong Selatan, Yohan Bodory yang juga kepala suku Imeko menegaskan, pemerintah pada prinsipnya mengikuti permintaan masyarakat adat.

Baca Juga:  BERITA FOTO: Pembangunan SD di Kabupaten Tambrauw yang Mangkrak

“Kalau masyarakat izinkan investor masuk, maka pemerintah mendukung. Begitu pula sebaliknya jika masyarakat tolak, maka pemerintah juga mendukung kemauan masyarakat adat,” ujar Yohan.

Yohan Bodory dijemput ke arena festival Hutan Adat suku Afsya di kampung Bariat, distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Selasa (22/4/2025). (Reiner Brabar – Suara Papua)

Franky Samperante, direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, mengatakan, meskipun festival suku Afsya ini baru pertama kali, pelaksanaannya tepat pada Hari Bumi memberi makna mendalam.

Menurut Frangky, festival ini menjadi pengingat sekaligus ajakan agar masyarakat adat di Tanah Papua terus menjaga wilayahnya sebagai bentuk kecintaan terhadap bumi, warisan leluhur, dan masa depan generasi mendatang.

Baca Juga:  Diseminasi Hasil Penelitian: Dinamika Sosial dan Kerja Paksa di Tanah Papua

“Kegiatan hari ini meskipun baru pertama kali, namun digelar tepat pada Hari Bumi Internasional, sehingga menjadi momentum bersejarah,” kata Franky.

Franky menegaskan pentingnya peran masyarakat adat dalam menjaga tradisi, identitas, serta pemahaman mendalam tentang tanah, hutan, dan laut sebagai bagian dari jati diri mereka.

Sesuai kepercayaan masyarakat adat suku Afsya, tanah diibaratkan sebagai ibu kandung yang harus dihormati dan dilindungi.

“Gangguan terhadap tanah diyakini akan berdampak pada keseimbangan hidup masyarakat. Kalau ada persoalan yang mengusik tanah, maka itu akan berdampak pada kehidupan masyarakat di wilayah suku Afsya,” tandasnya. []

Artikel sebelumnyaIn Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih
Artikel berikutnyaPasukan Militer Indonesia Kuasai Distrik Serambakon, Satu Warga Sipil Tewas