Nasional & DuniaBungkam Agenda Papua di PBB, Tetapi Dukung Palestina

Bungkam Agenda Papua di PBB, Tetapi Dukung Palestina

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pemerintahan Joko Widodo memainkan berbagai peran strategis untuk dan demi mewujudkan hak kemerdekaan Palestina. Salah satu diwujudkan ketika Indonesia menjadi anggota Dewan keamanan PBB.

Namun demikian, pada saat yang sama Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB bekerja keras untuk menghadang agenda Papua Merdeka masuk di meja Dewan Keamanan PBB dan juga diberbagai forum regional dan intenasional.

Hal tersebut disampaikan Markus Haluk, Direktur Eksekutif ULMWP dalam ulasan tulisan yang berjudul semut di seberang lautan tampak, Gajah di pelupuk mata tak tampak yang di terima suarapapua.com beberapa waktu lalu ketika presiden Jokowi berpidato di Sidang Umum PBB secara Virtual.

Pidato Jokowi diputarkan pada hari pertama General Assambly United Nation (UNGA) ke 75 pada 22 September pukul 20.30 waktu New York atau pukul 23 September pukul 07.30 Waktu Indonesia Barat.

Baca Juga:  Berpihak Pada Rusia, Trump Tidak Utamakan Amerika, Malah Percepat Kemundurannya

Kata Haluk, sejak Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno sebagai inisiator Konfensi Asia Afrika di Bandung April 1955, Pemerintah dan Rakyat Indonesia secara konsisten mendukung Kemerdekaan rakyat dan bangsa Palestina.

Pada waktu dan momentum yang sama melalui Konferensi Asia Afrika di Bandung Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi saat ini, Pemerintah Indonesia terus menyangkal dan membunuh hak bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.

“Fakta ini yang terjadi pada pemimpin Indonesia. Penyangkalan dan pembungkaman ruang demokrasi di West Papua. Sejak awal terpilih sebagai Presiden Indonesia pada 2014, hingga saat dimana Presiden Jokowi bicara di sidang Umum PBB berupaya keras menjadi pahlawan untuk rakyat bangsa Palestina. Tetapi sebaliknya menjadi pembunuh bagi rakyat dan bangsa Papua,” ujar Haluk.

Baca Juga:  Akhirnya DPR RI Sahkan RUU TNI Menjadi UU

Sementara, faktanya bahwa selama 57 tahun (1963-2020) Indonesia menduduki Papua, ruang demokrasi dibungkam dengan senjata hukum dan senjata Militer. Penangkapan, pembunuhan, operasi militer, rakyat Papua dianggap hal biasa. Pembunuhan terhadap rakyat dan bangsa Papua terjadi depan mata rakyat pun selalu disangkal dan dianggap hal biasa. Nyawa manusia Papua dianggap benda yang tidak ada nilainya.

“Dalam beberapa waktu belakangan ini, Presiden Jokowi melalui aparat keamanan terus melakukan pembungkaman. Terus terjadi pengiriman pasukan non organik dari luar Papua ke Papua,” ungkapnya.

Pemerintah juga menggerakan operasi buzzer di media sosial. Kerja Tim buzzer begitu sistematis dan masif. Semua fakta dan peristiwa di Papua di- hoax- nisasi. Lebih dari 18 Media abal-abal beroperasi masif di Papua untuk meng-counter media cetak dan elektronik yang memberitakan fakta kejahatan negara di Papua.

Baca Juga:  Vanuatu Kembali Angkat Situasi HAM Papua di PBB

“Para menterinya, saling curi star dalam merebut popularitas dan kue kekayaan Papua. Ada yang sudah menjadi menteri masih tetapi mereka masih merasa jenderal aktif Polisi maupunTNI. Sebaliknya, ada pejabat kepolisian di daerah merasa gubernur. Sementara Presidennya mengambil alih tugas teknis menteri tertentu.”

“Palestina adalah satu-satunya Negara yang hadir di konperensi Bandung yang sampai sekarang belum menikmati kemerdekaannya. Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina untuk mendapatkan hak-haknya,” kata Jokowi.

Sebelumnya, Vanuatu melalui utusan khusunya di Dewan HAM PBB angkat isu HAM Papua, termasuk penembakan terhadap Pdt. Yeremia Zanambani.

 

 Pewarta: Agus Pabika

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Diduga Aparat Militer Menggunakan Bom Udara Menyerang TPNPB di Sinak dan...

0
Antara tanggal 28 dan 30 Maret, serangan udara dilaporkan terjadi di beberapa wilayah sipil, termasuk desa-desa Soanggama, Janamba, Hitadipa, Eknemba, dan Titigi, yang terletak di distrik Sugapa dan Hitadipa, Intan Jaya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.