
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pengiriman sebanyak 1.350 pasukan TNI ke Jayapura belum lama ini ditanggapi sejumlah pemimpin Pasifik. Mereka mempertanyakan komitmen Negara-negara Pasifik terkait kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.
Pemimpin Oposisi Vanuatu, Ralph Regenvanu mengatakan, pendudukan militer terus berlanjut. Hal ini tidak dapat dipahami.
“Tidak dapat dipahami oleh saya bahwa beberapa di wilayah [Pasifik] kami masih memilih untuk tetap diam, dan lebih buruk, secara aktif merusak upaya untuk memberikan jalan bagi perdamaian dan keadilan bagi orang Papua Barat,” tukas Regenvanu, mantan menteri luar negeri Vanuatu di akun resmi twitternya belum lama ini.
Sementara, pendeta James Bhagwan, Sekertaris Umum Pacific Conference of Churches (PCC) mengakui di bawa 1.500 militer Indonesia tiba di Jayapura, Papua.
The military occupation continues. Incomprehensible to me that some in our region still choose to remain silent and, worse, actively undermine attempts to provide recourse to peace and justice for West Papuans https://t.co/8v6jlmsKhh
— Ralph Regenvanu (@RRegenvanu) March 9, 2021
“Lebih banyak penindasan diarahkan untuk saudari dan saudara kita Papua?” tukas Pdt. Bhagwan.
Sebelumnya, Dame Meg Taylor, Sekretaris Umum Forum Kepulauan Pasifik (PIF) angkat soal HAM Papua di sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Segmen Tingkat Tinggi Sidang Reguler ke-46 pada tanggal 24 Februari 2021 yang dilangsungkan melalui virtual.
Dame Meg Taylor mewakili sekitar 18 pemimpin negara anggota PIF itu mengatakan, konflik kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua Barat telah menjadi perhatian Para Pemimpin Forum Kepulauan Pasifik selama lebih dari 20 tahun. Menurutnya, pada tahun 2016, soal ini menjadi item agenda tetap untuk pertemuan pemimpin PIF.
Fokus Pemimpin Forum Pasifik di Papua Barat telah tepat pada hak asasi manusia – menyerukan kepada semua pihak untuk melindungi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia bagi semua penduduk, dan bekerja untuk mengatasi akar penyebab konflik dengan cara damai.
Pewarta: Elisa Sekenyap