Pemekaran Wilayah di Tanah Papua Proyek Ambisius Pemerintahan Presiden Jokowi

0
1298

Oleh: Paskalis Kossay)*
)* Penulis adalah politisi senior dan intelektual Papua

Isue Pemekaran Wilayah di tanah berawal dari pertemuan 61 tokoh Papua dengan Presiden Jokowi (10/9/2019) di Istana Negara Jakarta. Dalam pertemuan itu, Abisay Rollo, Pimpinan Tokoh Papua meminta kepada Presiden, Papua dimekarkan menjadi 5 (lima) Provinsi, namun Presiden Jokowi menjawabnya hanya bisa dimekarkan sampai 2 – 3 Provinsi.

Setelah itu selang satu bulan kemudian Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan, Pemekaran Wilayah Papua akan segera dilakukan atas dasar data analisis inteljen dan atas alasan situasional (detiknews, 30/10/2019).

Dicermati dari pernyataan Mendagri diatas , maka Pemekaran Provinsi ditanah Papua dilakukan lebih pada pertimbangan penguatan integresi politik kewilayahan dari pada integrasi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat orang asli papua.

Oleh sebab itu isue Pemekaran Provinsi – Provinsi di tanah Papua ini bisa dikatakan Proyek Ambisius Pemerintahan Jokowi dimana pada muaranya akan mengorbankan eksistensi orang asli papua. Oleh sebab Proyek Pemekaran ini tidak dibangun atas dasar kajian dengan metodelogi ilmiah melainkan atas dasar persepsi data inteljen serra atas alasan situasional.

ads
Baca Juga:  In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih

Analisis inteljen menjadi pertimbangan mendasar bagi Pemerintah untuk membagi Papua dimekarkan menjadi beberapa Provinsi. Bagaimana keakuratan analisis inteljen mestinya harus diuji dengan pendekatan teori dan kajian yang komprehensif. Namun langkah itu diabaikan dan lebih terdorong pada data analisis inteljen.

Hal ini membutakan Pemerintah untuk membaca kondisi faktual serta kondisi obyektif keberadaan dan pola kehidupan orang asli papua dari dulu sampai dijaman ini. Data inteljen itu pula membuat seperti Menteri Dalam Negeri kelihatan ambisius mendorong konsep pemekaran provinsi-provinsi ditanah Papua.

Jika dipertimbangkan lebih bijak, sebenarnya Pemerintah telah merumuskan kebijakan strategis untuk membangun Papua dalam Perubahan kedua Undang-Undang Otonomi Khusus yang disahkan pada 15 Juli 2019 lalu. Sebaiknya Pemerintah lebih konsen pada implementasi daripada undang-undang ini. Sebab undang-undang tersebut telah terakomodasi baik seluruh kepentingan orang asli papua. Tetapi dengan munculnya Pemekaran Provinsi baru , akan menimbulkan benturan kepentingan antara orang asli papua dengan non papua.

Baca Juga:  Polemik Pernyataan Gubernur Papua Tengan Tentang Tradisi Bakar Batu

Selain itu kehadiran Provinsi baru secara tidak langsung dapat dibuka ruang bagi migrasi spontan berbondong-bondong masuk mendominasi dalam segala aspek kehidupan. Tentu secara alamiah posisi orang asli papua akan tersisih dan termarginalisasi dampak buruk dari dominasi dan persaingan didaerah pemekaran baru.

Dampak sosial seperti itu perlu dipertimbangkan baik. Karena sering menimbulkan keguncangan stabilitas politik dan keamanan didaerah. Oleh sebab itu Pemerintah harus mencari solusi untuk mengatasi damoak sosial berkaitan dengan arus migrasi spontan ini. Presiden mesti mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perppres) sebagai turunan dari UU Otsus Jilid II tentang Pengaturan Kependudukan yang berhubungan dengan migrasi spontan masuk ke Papua.

Pemerintah sebenarnya tidak perlu terburu-buru menginisiasi Pembentukan Provinsi baru ditanah Papua. Seharusnya Pemerintah lebih fokus mengimplementasikan amanat UU NO 2/2021 Tentang Otsus Jilid II dan Inpres No 9/2020 tentang pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.

Baca Juga:  Pulau Lumbung Kebudayaan Kini Didorong Terancam

Ruang kedua kebijakan negara diatss ini seharusnya konsisten dilaksanakan Pemerintah sebagai instrumen strategis dalam rangka mempersiapkan SDM Papua untuk lebih maju dan sejahtera. Sedangkan untuk upaya Pemekaran Provinsi tetap dalam konsep persiapan setelah dilihat perkembangan kemajuan daerah , dan kesiapan SDM serta kemampuan ekonomi lalu kemudian dimekarkan beberapa provinsi (baca psl 76 ayat (1) uu no 2/2021).

Akan tetapi belum diimplementasikan secara efektif amanat undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus Jilid II dan Inpres Nomor 9 tahun 2020, kiita dihadapkan dengan upaya pemekaran provinsi, jelas menimbulkan pro kontra didalam kalangan masyarakat papua. Hal semacam ini gejala alamiah bagi masyarakat tetapi diluar gejala alamiah justru diperlihatkan sikap Pemerintah dan juga DPR RI seperti terkesan terburu-buru mengejar waktu untuk melakukan pemekaran provinsi ditanah papua. Ada apa gerangan? Masing-masing orang papua tengah menggumuli soal ini. (*)

Artikel sebelumnyaMasyarakat Adat di Sorong Menolak Pembangunan KEK
Artikel berikutnyaVanuatu Kembali Mendapatkan Hak Suaranya di PBB