WAISAI, SUARAPAPUA.com — Yunning Fonataba, salah satu aktivis perempuan di kabupaten Raja Ampat menilai kehadirnya daerah otonom baru (DOB) dan kurangnya pemahaman soal digital menjadi tantangan tersendiri bagi mama-mama Papua dalam meningkatkan ekonomi lokal.
Yunning Fonataba menilai pengembangan peningkatan ekonomi masyarakat asli Papua belum terlaksana secara maksimal karena dipengaruhi oleh beberapa kelemahan dan kendala teknis lainnya seperti kekurangan modal usaha, peralatan yang masih sederhana, kualitas dan kuantitas produk yang rendah, sulitnya akses pasar dan lemahnya jiwa kewirausahaan khususnya bagi masyarakat atau pelaku ekonomi rakyat asli Papua.
“Kurangnya pemahaman masyarakat Papua dalam mempromosikan hasil-hasil karya seni menjadi kendala dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Selama ini pemerintah hanya sosialisasikan tanpa disertai pendampingan secara menyeluruh kepada mama-mama Papua yang hari-hari berjualan noken, pinang dan lainnya,” jelas Yunning kepada suarapapua.com di Waisai, ibu kota kabupaten Raja Ampat, Rabu (14/9/2022).
Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat melakukan pendampingan ekstra khususnya terkait peningkatan taraf ekonomi masyarakat yang berbasis potensi lokal.
“Hari ini kita bisa melihat banyak hasil karya seni yang tinggal jadi pajangan di pinggiran toko, pasar. Kita berada di era digital harusnya ada pelatihan serta pendampingan ekstra untuk mempromosi, menjual hasil rajutan noken, pahatan dan lainnya ke luar Papua,” harap Fonataba.
Terpisah, mama Yakoba, seorang pedagang pinang ditemui suarapapua.com di Sorong, menjelaskan hal yang sama. Kata dia, kehadiran DOB akan menjadi tantangan terbesar mereka dalam dunia usaha.
“Orang-orang dari luar akan datang banyak di Papua. Sekarang saja sudah banyak orang non Papua yang juga berjualan pinang, sayur dan noken. Kami akan semakin terpinggirkan,” katanya.
Lanjut Yakoba, untuk menjawab tantangan tersebut harusnya pemerintah Papua maupun Papua Barat membuat sebuah produk hukum.
“Harus ada peraturan daerah (Perda) untuk mengatur soal ekonomi. Ini bukan diskriminasi terhadap pedagang non Papua, tetapi bagaimana agar kami orang asli Papua juga bisa bersaing. Apalagi sekarang kebutuhan ekonomi terus meningkat,” imbuhnya.
Pewarta: Reiner Brabar
Editor: Arnold Belau