PartnersAktivis Meminta Pemerintah Selandia Baru Konfirmasi Indonesia Soal Kasus HAM di Papua...

Aktivis Meminta Pemerintah Selandia Baru Konfirmasi Indonesia Soal Kasus HAM di Papua Barat

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Para aktivis HAM dan aktivis kemerdekaan Papua Barat di Aotearoa meminta Pemerintah Selandia Baru untuk mengkonfirmasi kepada Indonesia atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua Barat.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah melaporkan bahwa situasi hak asasi manusia di Papua Barat telah memburuk, dengan mengutip laporan-laporan tentang penyiksaan dan pengungsian massal.

“Kami tahu kekerasan yang harus ditanggung oleh warga Papua Barat semakin memburuk,” kata juru bicara Partai Hijau, Golriz Ghahraman, dalam upacara pengibaran bendera Bintang Kejora di Auckland pada, Jumat (1/12/2023).

“Sudah jelas bahwa pemerintah demi pemerintah Selandia Baru telah memprioritaskan hubungannya dengan negara yang lebih besar, Indonesia, di atas hak-hak dan keamanan orang Papua Barat. Katanya hal ini memalukan.

Baca Juga:  Para Pihak di Kaledonia Baru Bersiap Melakukan Pembicaraan Dengan Menlu Prancis

“Saya ingin melihat pemerintah kami mengatakannya, akan melepaskan diri dari membeli barang dan kayu jika berasal dari Papua Barat, dan menggunakan semua forum internasional, baik itu PBB atau dalam pembicaraan perdagangan langsung dengan Indonesia untuk mengangkat isu hak-hak orang Papua Barat dan mendorong dekolonisasi.”

Tanggal 1 Desember sendiri merupakan hari pengibaran bendera Bintang Kejora – bendera kemerdekaan Papua Barat.

Bendera Bintang Fajar pertama kali dikibarkan pada 1961 oleh para pemimpin orang asli Papua Barat yang terdidik. Upacara pengibaran bendera diadakan oleh para aktivis di seluruh dunia untuk menandai peristiwa tersebut.

Wilayah ini merupakan wilayah jajahan Belanda sebelum jatuh ke tangan Indonesia pada tahun 1963. Sejak saat itu, gerakan kemerdekaan telah banyak ditekan dengan laporan yang meluas tentang pembunuhan, intimidasi dan penyiksaan.

Baca Juga:  Menlu Prancis Mengakhiri Pembicaraan Dengan Kaledonia Baru, Akan Bertemu Kembali Akhir Maret

“Selandia Baru tidak pernah mengambil sikap yang kuat untuk penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat sejak Indonesia mengambil alih,” kata aktivis pro-kemerdekaan terkemuka, Maire Leadbeater, dalam acara pengibaran bendera tersebut.

Golriz Ghahraman. (Finau Fonua/RNZ Pacific)

“Kami tidak akan pernah membiarkan pemerintah kami lupa bahwa mereka telah menempuh jalan yang salah dalam soal Papua Barat.”

Di Indonesia, pengibaran bendera Bintang Kejora sendiri dilarang. Pada bulan September tahun lalu, tujuh orang ditangkap dan dipenjara di Papua Barat karena mengibarkan bendera tersebut.

“Orang Papua Barat dikriminalisasi karena mengekspresikan segala bentuk kemerdekaan atau penentuan nasib sendiri,” kata Ghahraman.

Baca Juga:  Australia dan Papua Nugini Akan Memulai Negosiasi Perjanjian Pertahanan Baru

“Acara seperti ini penting untuk meningkatkan kesadaran akan situasi di Papua Barat “yang kami katakan adalah kami melihat Anda dan kami tahu hak-hak Anda dilanggar dengan kejam.”

“Kita terus berbicara tentang Cina, kita terus berbicara tentang Amerika Serikat dan bagaimana kita dapat mendukung sekutu-sekutu negara adidaya kita, padahal sebenarnya ini seharusnya adalah tentang meningkatkan suara orang-orang di Pasifik seperti orang-orang Papua Barat.”

Konflik bersenjata antara kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan militer Indonesia baru-baru ini meningkat setelah penculikan pilot Selandia Baru Phillip Mehrtens pada bulan Februari 2023. Dalam laporan-laporan dan rekaman yang ada terus terjadi pertempuran oleh kedua belah pihak.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Solidaritas Merauke Desak Komnas HAM Terbitkan Rekomendasi Hentikan PSN

0
“Masyarakat terdampak langsung maupun organisasi lingkungan hidup tidak dilibatkan sejak awal pembahasan kerangka acuan dan penilaian AMDAL dan belum mendapatkan informasi dokumen lingkungan,” ujar Franky Samperante.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.