Pada minggu kedua Januari 2024, LBH Papua menemui warga penghuni daerah langganan banjir yang terletak tepat di bawah lokasi pembangunan RS UPT Vertikal Papua yang dibangun di atas wilayah milik Universitas Cenderawasih (Uncen). Jika dilihat dari jarak dan pengalaman aktivitas rumah sakit lainnya yang selalu membutuhkan tempat parkir, tempat pengolahan limbah dan lain sebagainya, tentu akan membutuhkan lahan yang luas tidak hanya pada bagian yang saat ini sedang dibangun RS UPT Vertikal Papua (lihat foto bentuk RS UPT Vertikal Papua).
Berkaitan dengan pengolahan limbah yang seharusnya pihak pengemban maupun pemerintah pusat maupun daerah yang memiliki proyek pembangunan RS UPT Vertikal Papu dapat menjelaskan secara detail kepada masyarakat penghuni wilayah bagian bawah tempat pembangunan RS UPT Vertikal Papua yang setiap tingginya curah hujan akan mengalami bencana banjir sebab posisi wilayah tersebut rendah dan merupakan daerah saluran pembuangan air dari wilayah Abepura, Padang Bulan Sosial, Padang Bulan, Zipur, Perumnas Empat, Organda yang muaranya akan masuk ke dalam lubang batu yang terletak di wilayah Konya. Bandingkan dengan kejadian banjir yang baru terjadi di awal Januari 2024.
Atas analisi kondisi itulah yang menjadi pertanyaan bagi pengemban pendirian RS UPT Vertikal Papua beserta pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua dan pemerintah kota Jayapura terkait penanganan banjirnya akan seperti apa nantinya. Karena satu-satunya saluran pembuangan air hanya mengandalkan lubang batu yang ukuran mulut guanya kurang lebih dua meter yang akan masuk ke dalam tanah dan keluar di sungai atau kali Acai dan selanjutnya akan bermuara di Teluk Youtefa dimana jika curah hujan yang tinggi juga sering menciptakan banjir di kawasan kotaraja luar hingga pasar Youtefa.
Berdasarkan situasi tersebut, sehingga dalam penanganan limbah diperlukan ketelitian oleh pengemban pembangunan RS UPT Vertikal Papua serta pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua dan pemerintah kota Jayapura, sebab akan berdampak buruk bagi semua penduduk baik di kawasan Organda, Konya dan kotaraja luar serta pasar Youtefa hingga Teluk Youtefa yang adalah muara dari seluruh pembuangan limbah warga di beberapa distrik di kawasan Abepura atau Holandia Binnen.
Dengan kondisi deimikan, YLBHI LBH Papua mengharapkan agar dalam pembangunan RS UPT Vertikal Papua beserta pengelolaan limbahnya tidak berdampak pada peristiwa penggusuran warga yang menempati wilayah tempat resapan air. Sebab jika hal itu terjadi, maka akan jelas-jelas berdampak pada peristiwa penggusuran paksa yang adalah pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur pada Pasal 11 ayat (1) Undang-undang nomor 11 tahun 2005 tentang ratifikasi kovenan Internasional tentang hak ekonomi sosial dan budaya.
Selain itu, tidak berdampak pada terjadinya banjir yang adalah fakta kesalahan dalam merumuskan Amdal dan rencana penanganan kelayakan lingkungan (RPKL) yang akan berujung pada fakta pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup.
Warga terdampak banjir di kawasan Abepura berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (3) UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Semoga pengembang pembangunan RS UPT Vertikal Papua, pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua dan pemerintah kota Jayapura dapat mengendalikan dampak lingkungan agar tidak terjadi hal-hal yang dapat melanggar HAM warga Abepura.
Emanuel Gobay, SH, MH
(Direktur LBH Papua)