BeritaGenerasi Muda Anim Ha Perlu Membangun Pemahaman Dampak Investasi

Generasi Muda Anim Ha Perlu Membangun Pemahaman Dampak Investasi

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Dalam rangka hari lingkungan hidup se-Dunia yang jatuh pada 5 Juni 2024, DPC IMPPAS Cabang Merauke, BEM UNMUS, Senat STISIPOL Yaleka Maro, Kompap, IKBS dan Himpunan Mahasiswa Malind menggelar foto Ops, nonton film dan diskusi.

Kegiatan itu dilangsungkan dengan tema, ‘Selamatkan Hutan, Tanah dan Manusia Papua’.

Sejumlah kegiatan itu dilakukan di beberapa tempat, seperti di Libra, nonton bareng dan diskusi yang dilangsungkan di Kantor LBH Papua Pos Merauke.

“Isu yang kami bahwa dalam agenda memperingati hari lingkugan hidup seperti soal masyarakat adat suku Awyu, suku Moi dan juga suku Malind yang kini akan terdampak akibat adanya program strategi nasional PSN yang mana nanti beroprasi di wilayah invensatasi seluas 2 juta hektar lahan yang nantinya akan menjadi perkebunan tebu,” jelas Petrus Buer salah satu pemuda Malind di Merauke pada 5 Juni 2024.

Baca Juga:  Masyarakat Terdampak PSN Deklarasikan Solidaritas Merauke Tolak Perampasan Tanah dan Ruang Hidup

“Mahasiswa dan pemuda perlu membangun pemahaman terkait dampak-dampak dari pada masuknya perusahaan, dan mencari fakta-fakta terkait persoalan tanah yang terjadi di kabupaten merauke,” ungka Buer.

Serupa disampaikan Nelson Kambujai, salah satu mahasiswa Malind yang mengajak semua agar mengecek latarbelakang masuknya perusahaan yang mengambil lahan-lahan kosong masyarakat adat.

‘’Saya adalah pemuda asal Yeinan – di sini saya mau mengajak muda-mudi untuk lebih jelih melihat persoalan 2 juta hektar lahan untuk ditanami tebu dan mengecek kepastian bahwa perusahaan ini hadir untuk siapa?” tukas Kambujai.

Sementara Rikardus Dewi, salah satu perwakilan dari masyarakat adat mengajak agar semua elemen masyarakat di Papua Selatan untuk bersatu.

Baca Juga:  Kebijakan Gubernur Papua Tengah Soal Keberpihakan Terhadap Honorer OAP Diapresiasi Senator Lis Tabuni
Nonton bareng dan diskusi oleh mahasiswa, pemuda dan aktivis di Kantor LBH Papua Pos Merauke. (Supplied for SP)

‘’Dari hasil nonton vidio tadi yang saya simak perlu kita bersatu, karena kita belum bersatu. Ini yang kita belum bisa dikatakan sebagai manusia sejati atau Anim Ha. Ketika kita tidak bersatu maka besok kita bisa punah.”

“Hari ini kita hanya perlu bersatu, sehingga kita kuat dalam mengahadapi persoalan yang terjadi. Kita harus bangun pendekatan ke ketua-ketua adat untuk bagaimana kita bisa tahu tentang adat dan budaya dan aturan aturan yang ada,” ujarnya.

Philipus Chambu, aktivis lingkungan dalam menanggapi program strategi nasional (PSN), mengatakan bahwa PSN ini bukan hanya terdapat satu perusahaan, melainkan banyak perusahaan yang mana terdapat 36 perusahaan dan wilayah konsensinya yang sudah dipetak-petakan.

“Kajian yang dibuat pemerintah tidak melihat dan menghormati hak-hak masyarakat adat, dan perlu untuk kita melihat lahan-lahan baru yang akan dibuka oleh pemerintah serta melihat dampak-dampak yang diterima oleh masyarakat adat,” katanya.

Baca Juga:  Masyarakat di Kelurahan Saoka Minta Pemprov PBD Sediakan Bus untuk Anak Sekolah

Ramsis, Ketua EcoDefender menerangkan terkait film yang pihaknya tonton dalam kegiatan tersebut.

“Kaitan dengan film yang sudah kita nonton merupakan film dari 11 tahun yang lalu, yang mana program pemerintah pertama yaitu MIFFE dan sekarang PSN.”

“Dengan strategi kolonial Belanda yang mana mencakup tanah-tanah yang mereka kuasasi. Saat ini pemerintah Indonesia mau melakuakan hal yang sama untuk di Papua, khususnya lahan di Merauke yang luasnya mencapai 4 juta hektar. Ini adalah hal yang tidak masuk akal jika pemerintah membuka lahan seluas 2 juta hektar di Kabupaten Merauke,” pungkasnya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Tolak Program Kredit Ekomas, Mama Papua: Jangan Bikin Susah Kami!

0
“Jumlah OAP di Kota Sorong ini hanya 27 persen saja, masa pemerintah tidak bisa urus. Kasih anggaran saja untuk masyarakat,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.