Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) memaparkan kian meningkatnya jumlah korban dari rangkaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua selama beberapa waktu terakhir, Kamis (17/4/2025) saat menggelar konferensi pers di Wamena, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. (Ist)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Theo Hesegem, direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) akui makin meningkatnya jumlah korban dari rangkaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua selama beberapa waktu terakhir. Berawal semenjak Papua digabungkan dengan NKRI, eskalasi konflik bersenjata terus meningkat dari tahun ke tahun yang selalu luput dari perhatian karena terbukti sama sekali tak pernah tuntas ditangani.

Theo mengatakan, di daerah Pegunungan pada 2 Desember 2018 di Gunung Kabo menewaskan 17 pekerja jalan trans Wamena-Nduga (Karyawan PT Istaka Karya) oleh pasukan TPNPB Kodap III Ndugama Derakma di bawah pimpinan Brigjen Egianus Kogeya.

Konflik terus meluas pasca penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens di lapangan terbang distrik Paro. Pilot asal Selandia Baru itu disekap TPNPB Kodap III Ndugama Derakma di bawah pimpinan Egianus Kogeya bersama pasukannya.

“Akibat dari itu, puluhan ribu warga sipil mengungsi di berbagai tempat dan belum kembali ke tempat mereka hingga kini,” kata Theo Hesegem melalui siaran pers yang dikirim ke Suara Papua, Kamis (17/4/2025).

Disebutkan, akhir tahun 2024 lalu, Dewan Gereja Papua mencatat lebih dari 70.000 jiwa yang mengungsi di Tanah Papua akibat konflik bersenjata. Para pengungsi tersebut berasal dari wilayah konflik bersenjata, yakni kabupaten Nduga, kabupaten Intan Jaya, kabupaten Pegunungan Bintang (Kiwirok dan Oksop), kabupaten Yahukimo, kabupaten Puncak, kabupaten Maybrat, dan beberapa tempat lainnya di Tanah Papua.

ads

“Hingga di awal tahun 2025, eskalasi konflik terus meningkat. Hal ini tentu sangat mengganggu kenyamanan hidup orang asli Papua dan warga non Papua akibat konflik kekerasan bersenjata yang terus terjadi di seluruh Papua khususnya di daerah-daerah konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri,” ujar Hesegem.

YKKMP memaparkan beberapa catatan peristiwa yang telah terjadi di awal tahun 2025:

  1. Pada 13 Januari 2025 pukul 07.30 – 09.00 WIT, TPNPB telah melakukan penyerangan kepada aparat keamanan Indonesia di pos militer Moskona Barat kabupaten Teluk Bintuni. Sebanyak tiga aparat keamanan telah menjadi korban menurut laporan TPNPB di bawah pimpinan Brigjen Deni Moos;
  2. Pada 21 Januari 2025, Jubi melaporkan bahwa TNI merusak 56 rumah warga di kampung Mimin, distrik Oksop kabupaten Pegunungan Bintang. Hal itu dilaporkan Vikaris Paroki Gereja Katolik Roh Kudus Mabilabol, Pastor Kletus Togodli, Pr.
  3. Pada 21 Januari 2025 pukul 12.00 WIT terjadi penembakan yang diduga antara TPNPB dan TNI-Polri yang menewaskan 1 orang anggota Polri atas nama Brigpol Ronald M. Enok di Mulia, Puncak Jaya. Hal itu dilaporkan As Wenda, salah satu warga di Puncak Jaya.
  4. Pada 28 Januari 2025, TPNPB Kodap XVI Yahukimo menembak 1 unit mobil Avanza milik aparat keamanan Indonesia.
  5. Pada 30 Januari 2025, salah satu warga sipil atas nama Elita Pakaimu dianiaya aparat keamanan (TNI), tepatnya di jalan Pelabuhan Misi Kepi, kampung Muin, distrik Obaa, kabupaten Mappi.
  6. Pada 1 Februari 2025 terjadi penembakan terhadap 1 orang anggota polisi Polsek Kurima di kampung Eroma, distrik Kurima, kabupaten Yahukimo, atas nama Aipda Syam (42), suku Palopo.
  7. Pada Kamis, 6 Februari 2025, Ikatan Mahasiswa Pelajar Pegunungan Bintang (IMPPETANG) melakukan aksi demonstrasi di Oksibil, ibu kota kabupaten Pegunungan Bintang terkait operasi militer di distrik Oksop pada 4 Desember 2024, yang mengakibatkan banyak pengungsi dan kerugian material.
  8. Pada 7 Februari 2025, salah satu kepala suku di Kapiraya ditembak aparat TNI (Babinsa setempat) bagian telapak tangan (terkikis/terluka) karena menolak perusahaan masuk dan beroperasi di Kapiraya, Mapia, kabupaten Dogiyai.
  9. Pada Kamis, 13 Februari 2025, TPNPB melaporkan bahwa terjadi pendropan TNI ke kabupaten Puncak selama 7 hari, sejak 5 hingga 11 Februari secara berturut-turut. Penerbangan dilakukan menggunakan helikopter milik TNI dan ditempatkan di 10 distrik di kabupaten Puncak. Jumlah personil yang diturunkan 450 orang lengkap dengan alutsista.
  10. Pada 16-19 Februari 2025, para siswa di seluruh Tanah Papua menolak program makan bergizi gratis (MBG). Beberapa kota seperti Yalimo dan kota Jayapura, massa dibubarkan paksa menggunakan tembakan peringatan.
  11. Pada 28 Februari 2025, salah satu warga sipil atas nama Goliat Sani (tukang ojek sepeda motor, sekaligus pengantar jenazah) ditembak mati aparat keamanan Indonesia, karena diduga sebagai kelompok TPNPB.
  12. Pada Rabu, 5 Maret 2025, sebanyak 2 warga sipil asal kabupaten Yalimo dianiaya anggota polisi dari Polres Yalimo, hingga menikam salah satu korban atas nama Elinus Walianggen di bagian bahu kanan menggunakan pisau. Dan Rony Kepno mengalami penganiayaan menggunakan popor senjata.
  13. Pada 18 Maret 2025, TPNPB mengaku menembak mati 1 anggota aparat keamanan (TNI) di Sugapa, Intan Jaya.
  14. Pada 22 Maret 2025, TPNPB mengaku telah membunuh 6 orang guru dan tenaga kesehatan di distrik Angguruk, kabupaten Yahukimo.
  15. Pada 29 Maret 2025, TPNPB menyerang aparat keamanan Indonesia. Dalam insiden itu memakan korban 4 orang anggota TNI dari satuan Yonif Raider 321/Garuda Taruna di Intan Jaya.
  16. Pada 7 April 2025, TPNPB menembak mati seorang anggota intelijen Indonesia di distrik Yambi, kabupaten Puncak.
  17. Pada 8 April 2025, TPNPB Kodap XVI Yahukimo menembak mati 11 orang non-Papua penambang emas yang diduga sebagai aparat keamanan Indonesia.
  18. Pada 9 April 2025, TPNPB-OPM Kodap XVI Yahukimo mengaku telah menembak mati 5 pendulang emas di Yahukimo yang diduga sebagai anggota TNI-Polri.
  19. Pada 10 April 2025, TPNPB Kodap XVI Yahukimo menembak mati 1 orang pendulang emas yang diduga sebagai aparat keamanan Indonesia.
  20. Pada 11 April 2025, 71 orang di Yahukimo dilaporkan mengungsi ke pinggiran kali Brasa, berdekatan dengan PT Bintang Timur, komplek Halabok akibat kontak senjata antara TNI-Polri dan TPNPB di Yahukimo. Kontak senjata tersebut terjadi sejak pukul 14.42 menjelang sore hari.
Baca Juga:  Diseminasi Hasil Penelitian: Dinamika Sosial dan Kerja Paksa di Tanah Papua

“Dari 20 kasus di atas, 40 orang telah menjadi korban, diantaranya 33 orang non Papua dan 5 warga sipil orang asli Papua. Dari 33 korban orang non-Papua, 11 diantaranya adalah aparat keamanan dan sisanya belum diketahui statusnya,” kata Theo.

Dari 5 korban orang asli Papua, urai Hesegem, 3 orang dianiaya aparat keamanan, 1 orang warga sipil ditembak mati, 1 orang warga sipil ditembak di bagian tangan.

Baca Juga:  Sebanyak 115 Pengurus Dikukuhkan Dalam Konfrensi I ULMWP Wilayah Laapaqo

Lanjut Theo, awal Januari lalu, 71 jiwa yang dilaporkan mengungsi. Kerugian rumah warga sipil mencapai 56 rumah dan satu mobil milik aparat keamanan Indonesia.

“Kemudian ada pendropan pasukan militer Indonesia sejak Januari 2024 hingga kini masih eksis. Ditambah dengan pernyataan presiden Prabowo Subianto yang melibatkan 6 jenderal untuk menghadapi TPNPB di Papua,” katanya.

Baca Juga:  Inilah Pernyataan Damai Konflik Pilkada Puncak Jaya

Terkait situasi tersebut, YKKMP menyatakan telah diketahui masyarakat nasional dan internasional.

“Dengan demikian, konflik bersenjata ini harus dihentikan atas nama keutuhan kemanusiaan dengan menjunjung tinggi nilai dan prinsip HAM secara menyeluruh.”

“Karena dari semua rentetan konflik yang telah terjadi, korban utama adalah masyarakat sipil,” ujar Hesegem.

Apun beberapa rekomendasi YKKMP sebagai bentuk resolusi atas konflik berkepanjangan di Tanah Papua:

Pertama, mendesak kepada Negara Republik Indonesia agar segera membuka akses wartawan dan jurnalis asing untuk masuk ke Tanah Papua dalam rangka meliput situasi HAM secara utuh.

Kedua, mendesak PBB agar segera membentuk tim investigasi melalui prosedur khusus PBB dalam rangka mengidentifikasi akar persoalan di Tanah Papua.

Ketiga, mendesak Indonesia segera membuka diri terhadap kunjungan Dewan HAM PBB untuk mengunjungi Papua yang menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM.

Keempat, mendesak kepada negara Republik Indonesia untuk segera membuka ruang untuk dialog damai antara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai payung politik kelompok pro Papua merdeka bersama negara Republik Indonesia.

“Rekomendasi ini kami tujukan kepada rakyat Papua sebagai pihak pertama, negara Republik Indonesia sebagai pihak kedua, dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai pihak ketiga, serta masyarakat internasional yang bersolidaritas terhadap situasi kemanusiaan di Tanah Papua,” tandasnya. []

Artikel sebelumnyaReses DPR Provinsi, Masyarakat Mare Soroti Masalah KBM di SD YPPK Santo Mikael Suswa
Artikel berikutnyaGubernur Meki Nawipa Canangkan Program Pendidikan Gratis di Papua Tengah