ArsipGempaR Kutuk Perintah Presiden Sukarno Kumandangkan Trikora 1961

GempaR Kutuk Perintah Presiden Sukarno Kumandangkan Trikora 1961

Sabtu 2015-12-18 23:13:21

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Gerakan Pemuda, Mahasiswa dan Rakyat Papua (GempaR), mengutuk perintah Presiden Sukarno untuk mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora), pada 19 Desember 1961, di Jogjakarta, yang menjadi awal terjadinya berbagai pelanggaran HAM berat diatas tanah Papua.

“Saat itu Sukarno sangat bernafsu untuk menguasai Papua, sehingga menggumandangkan Trikora yang menjadi awal penderitaan seantoro rakyat Papua,” kata Philipus Robaha, aktivis GempaR, dalam siaran pers, yang diterima redaksi suarapapua.com, Sabtu (19/12/2015).

 

Menurut Philipus, Sukarno awalnya telah mengakui kalau adanya negara Papua, lagu nasional Papua dan bendera Papua ketika mengkumandangkan Trikora, artinya telah mengakui Papua sebagai Negara berdaulat.

 

“Jika benar operasi Trikora untuk membebaskan Papua (waktu itu Irian Barat), mengapa pada saat pelaksanaan PEPERA 1969 Indonesia tidak memberi kebebasan memilih kepada 800.000 lebih orang Papua, karena bangsa Papua telah siap berdasarkan hukum internasional,” kata Philipus.

 

GempaR juga mempertanyakan, mengapa pula Indonesia melakukan teror, intimidasi, penangkapan dan pemenjarahan, serta pengawalan ketat terhadap 1026 orang Papua yang telah dipilih militer untuk mewakili 800.000 orang Papua.

 

“Indonesia memaksakan 1026 orang yang sebagiannya adalah orang non-Papua untuk mewakili 800.000 lebih rakyat asli Papua. Trikora adalah malapetaka bagi orang Papua,” kata Philipus.

 

Menjelang peringatan Trikora 19 Desember, GempaR meminta pemerintah Indonesia berhenti berhenti mempraktekan isi Trikora di Papua.

 

“Berhenti memobilisasi umum rakyat miskin dari Pulau Jawa ke Papua dalam bentuk transmigrasi dan segera menarik Pasukan organik mau pun non-organik dari tanah Papua, serta berhenti menangkap dan memenjarahkan, bahkan membunuh para aktivis pembebasan Papua merdeka yang ada didalam negeri maupun luar Papua,” kata Philipus.

GempaR juga meminta para pelaku kejahatan kemanusian di Papua, terutama aparat TNI dan Polri yang melakukan kejahatan sejak 1961 – 2015 dihukum, agar tercipta rasa keadilan bagi masyarakat Papua.

 

“Kami juga minta pemerintah Indonesia mengijinkan tim pencari fakta dari Pacific Island Forum (PIF) untuk masuk ke Papua dan Papua Barat guna melakukan Investigasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua.”

 

“Karena selama ini pemerintah Indonesia memang tidak ada niat mengungkap berbagai kasus pelanggaran HAM berat terhadap orang Papua, karena itu kami harapkan partisipasi dunia internasional,” kata Philipus.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.