
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Delapan orang yang ditangkap tersebut adalah Carles Kossay, Dano Tabuni, AMbrosius Mulait, Isay Wenda, Ariana Elopere, Wenebita Wasiangge, Norince Kogoya dan Surya Anta, Jubir FRI-WP.
Tigor Hutapea, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi kepada media ini dari Jakarta, Minggu ()1/9/2019) mengungkapkan bahwa dua orang yang sudah ditangkap lebih awal sudah ditahan dan jadi tersangka makar.
Kemudian, enam orang lainnya yang juga ditangkap di waktu yang berbeda, sudah ditangkap, ditahan dan diperiksa dengan pasal makar.
“Dua orang sudah ditahan dan jadi tersangka makar. Sedangkan lainnya juga diperiksa dengan tuduhan yang sama, yaitu makar dengan pasal pasal 106, 110 dan 87 KUHP,” ungkap Tigor.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dalam rilis yang diterima media ini menjelaskan, penangkapan Surya Anta adalah kejadian keempat.
Baca Juga: Delapan Orang yang Ditangkap Polda Metro Jaya Diperiksa dengan Pasal Makar
Penangkapan pertama adalah penangkapan dua orang mahasiswa Papua pada tanggal 30 Agustus 2019 di sebuah asrama di Depok. Penangkapan ini dilakukan dengan mendobrak pintu dan menodongkan pistol.
Penangkapan kedua dilakukan saat aksi solidaritas untuk Papua di depan Polda Metro Jaya pada Sabtu sore 31 Agustus di depan Polda Metro Jaya.
Penangkapan ketiga dilakukan oleh aparat gabungan (TNI dan Polri) terhadap tiga orang perempuan, pada 31 Agustus 2019 di kontrakan mahasiswa asal Kab. Nduga di Jakarta. Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi.
Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar, sementara mereka boleh mengambil gambar atau pun video dan aparat gabungan sempat memukul salah satu perempuan saat meronta.
Baca Juga: Press Release: Civil Society Coalition for Democracy
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi mengungkapkan bahwa saat penulisan rilis ini semua yang ditangkap telah dipindahkan ke Mako Brimob di Kelapa Dua.
Dijelaskan, selain penangkapan, polisi juga mulai mendatangi asrama-asrama Papua untuk melakukan sweeping tanpa alasan yang jelas.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi , Peristiwa-peristiwa di atas menunjukan adanya upaya menjadikan orang Papua sebagai target, khususnya mahasiswa Papua. Hal ini jelas berbahaya bagi demokrasi.
Selain dapat mengarah pada diskriminasi etnis, hal ini juga dapat meningkatkan tensi yang akan berujung membahayakan keselamatan warga sipil.
Berdasarkan hal-hal tersebut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi menyatakan beberapa hal, di antaranya:
Pertama, Menghentikan penyisiran/sweeping atau hal-hal sejenis ini kepada asrama-asrama mahasiswa Papua.
Kedua, Menghentikan penangkapan secara sewenang – wenang dan mengambil inisiatif dialog yang berkelanjutan sebagai upaya menyelesaikan konflik di Papua secara damai.
Ketiga, Mendesak aparat keamanan khususnya kepolisian dapat bertindak profesional dengan mengedepankan prinsip-prinsip HAM dalam menyikapi peristiwa yang terjadi. Kami mengkhawatirkan upaya berlebihan yang dilakukan kepolisian yang dapat memperburuk masalah terkait Papua yang yang tengah terjadi.
Pewarta: Arnold Belau