SENTANI, SUARAPAPUA.com – — Upaya Presiden Jokowi dalam merevitalisasi 5.000 pasar rakyat terus direalisasikan sejak tahun 2015. Salah satu pasar yang masuk dalam pembangunan tersebut adalah pasar Pharaa Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
Meski ada bangunan pasar yang bagus, mama-mama pedagang Asli Papua tetap memilih untuk berjualan di luar dengan beralaskan karung di bawah terik matahari.
Seorang pedagang Asli Papua yang ditemui suarapapua.com, Kamis (14/11/2019) di pasar Pharaa, mama Fince Marweri yang jualan di luar menjelaskan alasannya.
Kata dia, dengan bentuk bangunan pasar seperti ini hanya menguntungkan penjual di bagian depan saja [tidak di dalam los pasar] karena pembeli tidak melihat jualan yang ada di meja jualan bagian dalam.
“Pembeli datang lihat jualan yang mereka cari ada di bagian depan, mereka beli trus pulang. Yang jualan di bagian belakang tidak dapat apa-apa,” jelasnya.
Dengan alasan tersebut, membuat bagian dalam pasar tidak ada penjual. Karena semua berjualan di bagian depan bahkan dengan beralaskan karung.
“Mereka jualan di atas tanah dengan alas karung. Yang penting jualan ada di depan, muda dijangkau pembeli,” katanya.

Menurutnya, pasar sebetulnya harus tertutup dan menyisahkan satu pintu masuk dan satu pintu keluar. Selain tertata rapi, juga terhindar dari debu dan hujan. Karena, kata dia, debu dan hujan yang membuat pasar becek dan kotor juga mempengaruhi niat pembeli.
“Pemerintah susah menertibkan Pasar yang ada di pinggir jalan sana karena pemerintah tahu bahwa pasar sentral ini tidak menjawab kebutuhan mama-mama Papua, sehingga untuk medapatkan pembeli yang banyak, mereka harus rela berjualan di pinggir jalan yang debu, karena lokasi yang strategis dan muda dijangkau pembeli,” jelasnya.
Sementara itu, Decy Riwu, penjual lain yang ditemui Suara Papua menuturkan hal yang sama.
“Pasar itu konsepnya bukan begini, ini bukan pasar namanya kalau pasar itu modelnya 1 pintu masuk sehingga para pedagang dapat berjualan dengan rapi sesuai jenis jualan mereka, dengan begitu mereka bisa mendapat rejeki yang merata,” jelasnya.
Menurutnya, sekalipun di dalam pasar tetapi kulinernya pasti steril karena areal jualannya sudah terbagi dan tertutup sehingga jauh dari sampah, lalat, debu dan hujan.
“Konsep pasar seperti ini merupakan penghinaan bagi OAP, pada dasarnya pasar itu harus tertib. Ini pasar pemerintah kita masuk keluar bayar, namun kondisi pasarnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan,” ungkapnya.
Pewarta : SP-CR02
Editor: Arnold Belau