JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian di Malang, Jawa Timur, terhadap para mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (Gempur) dianggap mengekang kebebasan publik menyampaikan pendapat di muka umum.
Tak cuma itu, Michael Himan, kuasa hukum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dalam press release yang diterima suarapapua.com, Rabu (10/3/2021), mengungkapkan, adanya tindakan diskriminasi rasial dan ancaman nyawa yang diduga dilakukan Kombes Pol. Leonardus Simarmata, Kapolresta Malang.
Michael membeberkan, kebebasan warga negara menyampaikan pendapat sebenarnya diatur dalam Pasal 28e ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 junto UU nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum junto UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia junto UU nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik.
Dari kronologi kejadian yang didapatnya, bertepatan dengan International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional pada Senin (8/3/2021), sejumlah mahasiswa Papua hendak menjenguk rekannya yang ditahan di Mapolresta Malang untuk menunjukan solidaritasnya, malah disambut aparat kepolisian dengan tindakan represif.
“Pembubaran secara paksa dan mengancam para mahasiswa Papua dengan pernyataan, “jika kamu masuk batas, halal darahnya, tembak halal darahnya, tembak kamu masuk pagar ini, halal darahnya,” Michael menirukan ucapan Kapolresta Malang.
Menurut Michael, sebelum itu, kebebasan berpendapat mahasiswa Papua yang dilakukan secara damai telah dinodai aparat kepolisian lewat tindakan represif hingga merampas handpone dan menghapus seluruh rekaman.
“Tindakan represif aparat dimana semua tindakan itu merupakan fakta pelanggaran hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga merupakan tindakan pelanggaran Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara Republik Indonesia, serta merupakan fakta pelanggaran kode etik kepolisian sesuai dengan ketentuan “Dalam pelaksanaan tugas, anggota kepolisian negara Republik Indonesia dilarang menyalahgunakan wewenang” sebagaimana diatur pada pasal 6 huruf q Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota kepolisian negara Republik Indonesia,” ungkapnya.
Himan menilai instruksi tembak mati mahasiswa Papua yang diduga diungkapkan oleh Kapolresta Malang sebagaimana terekam dalam video berdurasi 32 detik itu bisa menimbulkan masalah baru di Papua.
“Kami tidak menginginkan masalah ini merembes ke Papua, sebab persoalan awal bermula dari pertikaian semacam ini terkait dengan masalah diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya tahun 2019 lalu antara mahasiswa Papua dan aparat keamanan juga,” katanya.
Ia menyebut pernyataan tembak mati itu telah mengusik hak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
“Pernyataan Kapolresta Malang yang mengarah kepada para mahasiswa Papua itu masuk dalam kategori tindakan diskriminatif ras dan etnis, berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan, berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf b angka 2 UU nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis,” beber Michael.
Kuasa hukum AMP mendesak Kapolresta Malang segera mundur dari jabatan karena dianggap gagal memimpin institusi Kepolisian Indonesia.
“Memohon kepada Kapolri segera melakukan tindakan pencopotan terhadap Kapolresta Malang Kombes Pol. Leonardus Simarmata dan harus ditindaklanjuti dengan upaya hukum lebih lanjut,” tegasnya dalam pernyataan sikap.
Selain itu, “mendesak Komnas HAM membentuk KPP HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap ucapan rasial diskriminatif yang jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 huruf b angka 2 UU nomor 40 tahun 2008 dan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Malang berdampak pada pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin pada Pasal 30 UU nomor 39 tahun 1999.”
Kapolresta Malang resmi dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (12/3/2021). Leonardus dilaporkan atas dugaan telah melakukan tindakan rasisme dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Malang.
Laporan itu dilayangkan perwakilan solidaritas mahasiswa Papua siang ini. Laporan diterima dan teregister dengan nomor SPSP2/815/III/2021/Bagyanduan.
“Baru hari ini kasus Kapolresta Malang itu sudah masuk ke Mabes Polri,”kata Michael dari Jakarta.
Sebuah video berisi suara dari seseorang yang menyerukan akan menembak sejumlah mahasiswa Papua yang berada di Mapolresta Malang, viral di media sosial.
Dalam tayangan video tersebut, seorang kepala kesatuan polisi setempat mengancam para mahasiswa Papua.
“Jika kamu masuk batas, halal darahnya, tembak. Halal darahnya, tembak. Kamu masuk pagar ini, kamu halal darahnya,” suara yang terdengar dalam video yang beredar luas di media sosial.
Fhen Suhuniap, sekretaris jenderal AMP Kota Malang, membenarkan viralnya video berisi pernyataan ancaman tembak oleh Kapolresta Malang.
“Iya benar, itu kata Kapolresta Malang,” ucap Fhen kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/3/2021).
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You