Tanah PapuaDomberaiPI Ke-168 Tahun, Pdt. Mofu: Injil Adalah Kekuatan Allah yang Menyelamatkan dan...

PI Ke-168 Tahun, Pdt. Mofu: Injil Adalah Kekuatan Allah yang Menyelamatkan dan Membebaskan

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu usai perayaan Hut PI ke-168 tahun di tanah Papua menyatakan bahwa injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan dan membebaskan, sebagaimana tertuang di dalam kitab, Roma 1: 16.

“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam injil, karena injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama –tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani”.

“Injil membebaskan, injil memperdamaikan, dan injil juga mempersatukan kita. Hari ini [perayaan Hut PI 168 tahun]. Kita kembali merefleksikan diri, apakah benar injil itu telah mendamaikan kita, telah membuat kita sehingga terus terinspirasi untuk hidup dalam iman dan dengar-dengaran kepada Firman Tuhan, tetapi juga dalam hal membangun persekutuan diantara kita?” ucap Pdt. Mofu di hadapan ribuan warga jemaat dan undangan yang hadir dalam perayaan Hut PI ke-168 tahun di halaman gedung gereja Mansinam, Manokwari, Minggu (5/2/2023).

Baca Juga:  100 Hari Kerja di Lanny Jaya, Fokus Bangun dari Kampung ke Kota

Selain itu Pdt. Mofu mengatakan ada begitu banyak hal yang terjadi di atas tanah Papua, terutama perkembangan dan kemajuan yang terjadi ketika bertambahnya provinsi-provinsi baru. Tetapi injil itu apakah telah terpatri dan tertanam di dalam hidup semua orang.

“Tetapi apakah injil itu telah terpatri dan tertanam di dalam hidup kita, ketika kita bicara soal ketaatan dengar-dengaran, ketika kita bicara tentang persatuan dan kesatuan serta kebersamaan kita?” ujarnya.

Hal ini menjadi pertanyaan bagi semua umat Tuhan di tanah Papua dalam momen Hut PI ke-168 tahun.

Ia lalu mengisahkan sebuah syair yang ditulis oleh Izaak Samuel Kijne, Rasul Papua pada waktu itu.

Katanya, Kijne mengisahkan tentang kampung-kampung pesisir yang indah dan elok. Di sana anak-anak bermain dengan riang dan senang. Di kampung itu ada bunga-bunga, ada kehidupan yang baik, ada kebersamaan, ada persatuan yang tidak ada perbedaan. Itu adalah buah dari injil.

Baca Juga:  Persatuan Pelaku Usaha Wisata di Raja Ampat: Kami Tidak Makan dari Tambang!

“Ketika kita dihadapkan [hal] itu dengan hari ini, apakah kampung-kampung kita masih elok? Masih baik menjadi tempat di mana anak-anak kita bersenang-[senang]? Mereka mandi di pantai yang baik yang tidak tercemar? Mereka pergi berburu di hutan yang aman?  Apakah itu masih ada?” tanya pendeta Mofu.

Oleh sebab itu ia mencatat bersama sebuah pesan dari Domine Samuel Kijne tentang pendidikan di tanah Papua. Di mana pada awal peradaban pendidikan diletakan di Miei Wasior 25 Oktober 1925.

“Di atas batu ini kuletakan peradaban bangsa ini, walaupun orang memiliki marifat, akal budi dan pengetahuan tidak mungkin bangun bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan membangun dirinya sendiri”.

Baca Juga:  Wakil Bupati Sorong Selatan: Kita Lawan Eksploitasi Hutan!

Namun demikian, Ketua Sinode berharap agar pernyataan Kijne tersebut tidak diterjemahkan lain.

“Tetapi yang dimaksudkan Kijne adalah akibat dari buah injil itu, kita benar-benar harus dibebaskan, harus mengalami suka cita, kedamaian. Dan akibat dari buah injil itu, nilai-nilai kebaikan itu harus kita wariskan dalam hidup kita.”

Ia juga mensyukuri ketika berintegrasi dengan Indonesia, di mana telah dibangun pembangunan yang luar biasa. Anak-anak Papua telah menjadi pemimpin di negeri ini, mulai dari gubernur, bupati, wali kota, TNI/Polri, kepala-kepala dinas di semua sektor.

Tetapi pertanyaan refleksi hari ini “apakah benar kita telah ikut untuk membangun diri kita dan bangsa ini? Hari ini ketika kita berhadapan dengan soal dan masalah yang berkaitan dengan keadilan, kehidupan umat, dengan kesejahteraan, ini bukan hanya paradikma, tetapi ini menjadi tantangan kita bersama.”

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kenangan yang Ditinggalkan Paus Fransiskus untuk Bangsa Papua

0
Hanya saja, selama beliau menjabat sejak tahun 2013, Paus Fransiskus tidak pernah menyinggung pelanggaran HAM dan kejahatan negara Indonesia terhadap bangsa Papua. Tragedi kemanusiaan yang terjadi di negara negara lain di belahan dunia, Bapa Paus Fransiskus respons dengan sangat cepat, tetapi tragedi kemanusiaan di Tanah Papua selama ini belum pernah diresponsnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.