MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Ribuan orang dan para undangan padati perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Pekabaran Injil (PI) di Tanah Papua yang ke -168 tahun di pulau Mansinam, Manokwari, Papua Barat, Minggu (5/2/2023).
Selain warga lokal di tanah Papua, yang hadir dalam perayaan itu adalah Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia, rombongan gereja Protestan Pfalz Jerman, Mission 21 Swiss, rombongan United Evangelical Mission (UEM) Jerman, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI). Para pejabat gubernur se tanah Papua, bupati dan wali kota, Ketua DPR Papua, denominasi gereja, perwakilan Kesultanan Tidore, dan tamu undangan lainnya.
Ibadah diisi dan diramaikan dengan Mansinam Choir serta vokal grop dari Gloria PW Ottow dan Geissler Biryosi.
Pdt. Melkias Gustaf Wutoi, Wakil Ketua III Badan Pekerja Sinode (BPS) GKI di Tanah Papua melalui kotbahnya yang terambil dari kitab, Roma 9:1-29 dengan tema dipilih menjadi anak perjanjian untuk kehendak Allah mengatakan bahwa setiap orang yang ada di tanah Papua merupakan umat Tuhan yang adalah lahir sebagai anak perjanjian.
Katanya, secara teologis, anak perjanjian adalah anak yang lahir dari janji-janji Allah bagi manusia bahwa anak tersebut hidup berdasarkan janji-janjinya. Ia dididik di dalam dan menurut janji itu, ia bekerja menurut janji itu, supaya ia menjadi berkat di dalam janji itu.
“Allah memulai menurut perjanjian dari Abraham, Ishak, Yakup, Israel dan seterusnya. Allah mulai menyelamatkan Papua dengan dua anak perjanjian, yaitu Ottow dan Geissler. Anak yang dilahirkan sebagai pemuda Jerman yang tangguh, diserahkan oleh keluarganya sesuai janji Tuhan untuk Papua.”
“Mereka memulai sejarah sebagai anak perjanjian di tanah Papua, sehingga lahir juga di sini (Papua) anak-anak perjanjian. Karena itu marilah kita bagaimana Tuhan berperkara melakukan begitu banyak anak-anak di Papua sebagai anak-anak perjanjian,” ujar Pdt. Wutoi yang adalah dosen Biblika di STFT I.S Kijne Abepura itu.
Menurutnya, ada 3 hal yang disampaikan Firman Tuhan melalui kotbahnya itu. Pertama pembahasan pada ayat 1-5 berbicara tentang makna diangkat menjadi anak Allah atau anak perjanjian, dan kedua ayat 6-18 berbicara tentang proses menjadi anak perjanjian.

Ketiga pada ayat 19-29 berbicara tentang apa yang harus dijalani oleh seorang anak perjanjian, supaya berkat-berkat Allah itu dapat terealisasi masuk ke dalam dunia. Hal itu katanya sebagaimana yang dialami oleh Ottow dan Geissler sebelum datang ke tanah Papua.
Oleh sebab itu kata pendeta Wutoi, orang-orang yang menjadi anak perjanjian adalah orang-orang yang menjalani hidup dekat dengan pemilikNya (Tuhan Allah). Orang-orang yang mengetahui bahwa dia dibentuk oleh Tuhan dan dia harus menjalani hidup di dalam Tuhan. Orang-orang yang bapak-mamanya turut serta mendidik anak-anak itu supaya mengenal Tuhan.
“Itulah Ottow dan Geissler, dan hari ini kita memerlukan keluarga-keluarga, anak-anak yang memerlukan Tuhan, yang dekat dengan persekutuan gereja, yang dekat dekat peribadahan-peribadatan. Refleksi ini menyampaikan kepada kita semua agar didiklah anak-anak, bawalah mereka kepada Tuhan karena mereka adalah anak-anak perjanjian,” ujarnya.
Selain itu, pendeta Wutoi mengakui bahwa perayaan HUT PI ke-168 tahun terbilang unik.
Karena menurutnya, perayaannya dilakukan pada era yang berbeda. Dimana pada era 1957-2000 yang mana dirayakan oleh daerah sendiri, era tahun 2001 -2021 perayaan HUT berada di era Otsus pertama, dan kali ini HUT PI ke-168 tahun dirayakan pada era Otsus kedua dengan 6 Provinsi.
Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu dalam sambutannya mengatakan, injil merupakan kekuatan Allah yang menyelamatkan dan membebaskan, sebagaimana tertuang di dalam kitab, Roma 1: 16.
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam injil, karena injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama –tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani”.
“Injil membebaskan, injil memperdamaikan, dan injil juga mempersatukan kita. Hari ini [perayaan Hut PI 168 tahun]. Kita kembali merefleksikan diri, apakah benar injil itu telah mendamaikan kita, telah membuat kita sehingga terus terinspirasi untuk hidup dalam iman dan dengar-dengaran kepada Firman Tuhan, tetapi juga dalam hal membangun persekutuan diantara kita?” ucap Pdt. Mofu.
Pewarta: Elisa Sekenyap