ArsipLiput Demo, Polisi Rampas Kamera Wartawan dan Menghapus Seluruh Foto

Liput Demo, Polisi Rampas Kamera Wartawan dan Menghapus Seluruh Foto

Kamis 2015-10-08 11:25:05

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Aparat Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura merampas kamera milik wartawan dan menghapus seluruh isi foto, saat membubarkan aksi demo damai yang digelar Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) Papua, Kamis (8/10/2015) siang tadi.

Pantauan suarapapua.com, sekitar pukul 14.40 WIT, saat negosiasi massa aksi dan Kapolsek Abepura sedang dilangsungkan, tiba-tiba dari arah Lingkaran Abepura, muncul satu buah truk Polisi dengan bunyi sirene yang sangat kuat, dan merangsek masuk ke dalam barisan massa dan secara paksa membubarkan aksi.

 

Beberapa Frater dan Pastor yang terlihat memegang poster dan spanduk nyaris ditabrak truk Polisi; Puluhan anggota Polisi secara sigap lompat dari truk dan membubarkan massa aksi, dan menangkap belasan mahasiswa, Frater-frater, dan diangkut ke dalam truk Polisi.

Tidak pandang bulu, beberapa wartawan yang berada di tempat aksi dan berusaha mengambil foto juga diintimidasi oleh Polisi, dan dilarang mengambil foto-foto pembubaran aksi oleh aparat kepolisian.

 

Beberapa Polisi kemudian mendekati Abeth You, wartawan majalahselangkah.com, dan menodongkan senjata, kemudian merampas kamera miliknya dan secara kasar menghapus seluruh isi foto dan video yang diambil.

 

You sejak awal telah berusaha menunjukan kartu pers, dan menyatakan bahwa dirinya wartawan, dan sedang meliput aksi tersebut, namun anggota Polisi tidak menggubris, bahkan tiga orang anggota Polisi berusaha mengangkut You ke dalam truk Polisi yang diparkir tidak jauh dari tempat aksi.

 

“Saat para Frater dipukul dan akan diangkut ke dalam truk, saya berusah mengambil foto dari arah samping, tiba-tiba beberapa aparat mendekati saya dan merampas kamera yang saya gunakan untuk foto, padahal saya telah menunjukan kartu pers,” kata You.

 

Menurut You, ia tidak diangkut ke dalam truk karena beberapa wartawan mendekati Polisi dan menyatakan dirinya wartawan, dan sedang menjalankan tugas peliputan.

 

“Saya telah berbicara langsung kepada Wakapolresta Jayapura, Kompol Albertus Adreana dan Kapolsek Abepura Kompol Marthen Asmuruf, namun Polisi sepertinya tidak menggubris suara saya, dan terus berusaha menghapus seluruh isi foto itu,” kata You.

 

Melihat tingkah laku Polisi, rekan Abeth You yang berada di tempat aksi langsung menelepon Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw, dan meminta pertanggungjawaban anak buahnya.

 

“Saya minta maaf atas peristiwa ini, saya berharap teman-teman bisa laporkan perbuatan anggota tersebut ke Propam Polda Papua agar laporan dapat diproses,” kata Waterpauw, saat dihubungi wartawan.

 

Menurut Waterpauw, dirinya juga telah berbicara langsung kepada Wakapolresta Jayapura yang memimpin di lapangan, agar dapat meminta maaf kepada wartawan atas perlakuan tersebut.

 

“Saya sudah minta Wakapolresta minta maaf kepada teman-teman wartawan atas perbuatan ini,” tegasnya.

 

Sementara itu, Victor Mambor, salah satu pemegang sertifikat ahli pers Dewan Pers menyebutkan, praktek seperti ini sering terjadi pada wartawan-wartawan asli Papua.

 

Selama ini, kata Mambor, kalau wartawan asli Papua meliput demo, selalu dianggap sebagai pendemo dan diperlakukan dengan kasar, walaupun sudah menunjukkan kartu identitas kewartawanan mereka.

 

“Ini diskriminasi. Polisi adalah aparat penegak hukum. Tapi kok tidak tahu hukum?” tanya Mambor seperti ditulis tabloidjubi.com.

 

Menurut Mambor, UU Pokok Pers Tahun 1999 pasal 4 ayat tiga jelas menyebutkan “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

 

“Dan pasal 8 ayat 1 berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),” tambah Mambor.

 

Menurutnya, polisi harus lebih profesional dalam menangani aksi demonstrasi massa. Jangan membubarkan seenak hati, menganiaya orang dan menangkap orang.

 

“Dalam kasus ini, polisi adalah pihak yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi praktek jurnalistik. Penegak hukum itu harus tahu hukum,” ulangnya lagi.

 

Di tempat terpisah, Wakapolresta Jayapura, Kompol Albertus Andreana, menyampaikan permohongan maaf kepada wartawan atas tingkah laku anak buahnya di lapangan.

 

“Kami minta maaf kepada teman-teman wartawan atas perbuatan anggota saya di lapangan, tapi tentu karena ada sebab akibat,” katanya.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

0
"Jangan [gelar aksi] tiba-tiba - itu saja. Kalau mau melakukan pengejaran, aparat harus sampaikan ke pemerintah supaya diumumkan ke masyarakat. Maksudnya selama pengejaran masyarakat harus tinggal di mana seperti itu, supaya aman. Ini saya sampaikan salah satu solusi terbaik supaya tidak ada masyarakat yang dikorbankan," tukasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.