NABIRE, SUARAPAPUA.com — Suku Yerisiam Gua, dengan tegas menolak pemekaran provinsi Papua Tengah yang diprakarsai asosiasi bupati Meepago.
Sekertaris besar suku Yerisiam Gua, Robertino Habebora mengatakan, masyarakat adat di Papua akan terancam nasibnya, sehingga dengan melihat hal tersebut, suku Yerisiam Gua menolak keras pemekaran provinsi Papua Tengah.
“Hari ini rakyat Papua termarjinalkan dan tak ada kebebasan di tanahnya sendiri, mulai dari lahirnya Otsus tahun 2001 hingga kini, masyarakat adat semakin disudutkan. Jadi tidak penting untuk bikin provinsi Baru,” katanya, Rabu (6/11/2019).
Baca Juga: Laurenzus Kadepa: Rakyat Papua Tidak Butuh Pemekaran Provinsi
Tino menegaskan pemekaran bukanlah solusi rakyat Papua, saat ini masyarakat adat di Papua semakin disudutkan.
“Stop mengatasnamakan masyarakat adat, terutama kami suku Yerisiam Gua,” tegasnya.
Habebora menambahkan saat ini rakyat Papua membutuhkan perubahan bukan pemekaran.
“Hari ini, kami masyarakat Yerisiam Gua di Nabire, menolak terjadinya pemekaran provinsi Papua Tengah,” imbuhnya.
Robertino menegaskan bahwa suku Yerisiam tidak akan mendukung hal apapun terkait pemekaran provinsi Papua Tengah.
“Kami akan membatasi wilayah-wilayah adat kami untuk tidak masuk dalam pemekaran provinsi Papua Tengah,” tegasnya.
Baca Juga: Tokoh Agama: Pemekaran Provinsi Tidak Dibutuhkan Masyarakat
Sementara itu, Yuti Yoweni mengatakan Papua membutuhkan pembenahan di berbagai bidang, bukan pemekaran.
“Benahi dulu kabupatennya, karena kabupaten saja belum beres,”katanya.
Yoweni menambahkan bahwa khusus untuk suku Yerisiam Gua, tidak pernah menginginkan pemekaran provinsi Papua Tengah.
“Kami tidak mau alam kami nanti dirampas, dan kami semakin terpinggirkan, jadi intinya no pemekaran,” imbuhnya.
Baca Juga: Mahasiswa Uncen Tolak Pemekaran Provinsi di Papua
Yuti mengharapkan agar para bupati-bupati Meepago tidak berlomba-lomba meminta pemekaran lagi, tetapi pulang urus kabupaten masing-masing, karena pemekaran akan menambah beban penderitaan rakyat Papua.
Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau